Logo
>

Greenback Menghijau, Rupiah Masih Rentan Guncangan

Ditulis oleh Yunila Wati
Greenback Menghijau, Rupiah Masih Rentan Guncangan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dolar AS atau greenback mengalami penguatan dalam perdagangan Kamis, 21 November 2024, waktu setempat. Penguatan didukung oleh data pasar tenaga kerja yang lebih baik dari perkiraan dan komentar dari para pejabat Federal Reserve (The Fed).

    Hal ini mencerminkan sentimen positif terhadap greenback, meskipun pasar global menghadapi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

    Salah satu faktor yang menguatkan dolar adalah klaim pengangguran awal mingguan di AS yang turun sebesar 6.000 menjadi 213.000. Ini adalah angka terendah dalam tujuh bulan terakhir.

    Data ini menunjukkan rebound dalam pertumbuhan lapangan kerja, yang sebelumnya terganggu oleh badai dan pemogokan buruh. Namun, laporan tersebut juga menyoroti bahwa jumlah pengangguran meningkat ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir, mencerminkan tantangan di pasar tenaga kerja.

    Meskipun ada tanda-tanda pemulihan, laporan ini memberikan ruang bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga lebih lanjut.

    Peluang pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Desember kini berada di 55,5 persen, menurun dari 72,2 persen pada pekan sebelumnya, menurut data CME Group FedWatch Tool.

    Pejabat The Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, menyatakan bahwa langkah penurunan suku bunga akan dilakukan dengan hati-hati. Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank of New York, John Williams, memperkirakan inflasi terus mendingin, membuka peluang suku bunga lebih rendah.

    Di sisi lain, Presiden Federal Reserve Bank of Richmond, Tom Barkin, memperingatkan bahwa ekonomi AS kini lebih rentan terhadap guncangan inflasi.

    Sementara itu, Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, naik 0,1 persen menjadi 106,73. Euro melemah 0,28 persen menjadi USD1,0513, menandai pelemahan terhadap greenback.

    Menurut Brad Bechtel, Global Head of FX Jefferies, penguatan dolar ini didukung oleh investor yang menyeimbangkan kembali portofolio mereka, meskipun pasar berada dalam fase konsolidasi.

    Geopolitik dan Mata Uang Safe Haven

    Di tengah konflik yang meningkat antara Rusia dan Ukraina, mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss mencatat penguatan. Yen menguat 0,93 persen terhadap dolar ke 153,98, sementara franc Swiss naik 0,07 persen menjadi 0,883 terhadap greenback.

    Konflik geopolitik ini memicu kekhawatiran pasar terhadap stabilitas global, mendukung penguatan mata uang safe haven.

    Bank Sentral Eropa (ECB) menyatakan bahwa kebijakan perdagangan pemerintahan Trump tidak memengaruhi prospek inflasi Eropa. Di Jepang, Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menegaskan bahwa pergerakan nilai tukar akan diperhitungkan secara serius dalam penyusunan proyeksi ekonomi dan inflasi.

    Penguatan dolar AS menunjukkan kepercayaan pasar terhadap fundamental ekonomi AS, meskipun ketidakpastian tetap menjadi perhatian utama. Dengan data pasar tenaga kerja yang solid dan kebijakan The Fed yang cenderung hati-hati, greenback tetap menjadi pilihan utama investor global.

    Namun, dinamika geopolitik dan inflasi tetap menjadi faktor yang memengaruhi arah pergerakan dolar ke depan.

    Rupiah Masih Rentan Terkoreksi

    Di lain sisi, rupiah terus mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir, mencerminkan ketidakpastian global yang membayangi stabilitas mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

    Pada penutupan perdagangan kemarin sore, rupiah turun 0,5 persen, mencatatkan posisi terendah sejak 12 Agustus 2024, meskipun sebagian besar mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar AS.

    Menurut data Bloomberg, rupiah telah terdepresiasi sekitar 1,5 persen sepanjang November. Penurunan ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik global, prospek kebijakan moneter AS, dan persepsi risiko investor yang mengarah pada preferensi terhadap aset safe haven seperti dolar AS.

    Salah satu penyebab runtuhnya rupiah adalah ketidakpastian global, termasuk konflik geopolitik dan rencana kenaikan tarif impor AS, menambah tekanan terhadap rupiah. Situasi ini juga berpotensi memengaruhi keputusan Bank Indonesia (BI) terkait pelonggaran suku bunga acuan.

    Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam pernyataan terakhirnya menegaskan bahwa fokus kebijakan moneter saat ini adalah menjaga stabilitas mata uang, bukan pertumbuhan ekonomi.

    Perry juga menyebut ruang untuk penurunan suku bunga semakin terbatas. Hal ini memperkuat pandangan sebagian besar analis bahwa BI kemungkinan akan menahan suku bunga acuan hingga tahun depan.

    "BI mungkin percaya bahwa tekanan depresiasi pada mata uang tidak lagi bersifat jangka pendek," ujar ekonom Societe Generale SA Kunal Kundu.

    Menurutnya, stabilitas rupiah akan menjadi pendorong utama kebijakan moneter BI ke depan, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sulit melampaui 5 persen.

    Proyeksi Kebijakan BI 

    Meski beberapa analis masih memperkirakan BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Desember 2024, sebagian besar ekonom memprediksi penurunan akan ditunda hingga tahun depan.

    Menurut analis Goldman Sachs, ruang pelonggaran moneter BI menjadi lebih terbatas karena penguatan dolar AS dan potensi volatilitas pasar keuangan global.

    Bahkan, risiko rupiah melemah lebih lanjut dapat mendorong BI mempertimbangkan kenaikan suku bunga dalam 12 bulan ke depan jika situasi memburuk.

    Sementara itu, ekonom Barclays Plc Brian Tan, memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin masing-masing pada kuartal pertama dan kedua 2025. Namun, jika dolar AS tetap kuat, siklus pelonggaran tersebut kemungkinan dihentikan.

    "Stabilitas pasar mata uang dan premi risiko investor menjadi faktor penting dalam menentukan kebijakan BI," ujar Tan.

    Potensi Risiko di Tahun Depan

    Beberapa analis memperingatkan bahwa volatilitas pasar kemungkinan akan meningkat pada paruh pertama 2025 seiring dengan pelantikan Presiden AS Donald Trump yang dapat membawa kebijakan proteksionis baru. Hal ini dapat menekan likuiditas global dan memicu penghindaran risiko yang lebih besar.

    Ekonom Tamara Mast Henderson dari Bloomberg Economics, menilai bahwa BI mungkin mempertimbangkan kenaikan suku bunga jika tekanan terhadap likuiditas dan penghindaran risiko meningkat.

    Ketidakpastian global, termasuk konflik geopolitik, prospek kebijakan moneter The Fed, dan dinamika pasar mata uang, menjadi tantangan bagi stabilitas rupiah. Meskipun pelonggaran suku bunga BI mungkin terjadi di 2025, risiko pelemahan rupiah yang berkelanjutan dapat memengaruhi keputusan kebijakan moneter ke depan.

    Stabilitas pasar keuangan tetap menjadi prioritas utama bagi BI dalam menghadapi tekanan eksternal, dan langkah hati-hati dalam pengelolaan suku bunga menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79