KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengawasi barang impor melalui Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Hasibuan, mengatakan penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.
"Produk-produk tersebut di antaranya pakaian dan aksesori pakaian, kain, tirai, karpet, benang stapel, filamen benang (yarn), ubin keramik, evaporator kulkas dan pembeku (freezer), baja, kertas, lysine, pelapis keramik, dan plastik kemasan,” kata Bara Hadibuan kepada Kabar Bursa di Jakarta, Senin, 15 Juli 2024.
Perlu diketahui, BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Perbedaan mendasar antara tindakan antidumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya. Dalam mengenakan kedua instrumen tersebut pun terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Menurut Bara, hal utama yang harus ada yaitu industri dalam negeri mengalami kerugian atau ancaman kerugian.
"Selain itu, harus ada hubungan sebab akibat antara kedua persyaratan tersebut," lanjut dia.
Adapun Indonesia pernah menyelidik sejumlah negara dengan BMAD maupun BMTP. Di antaranya India, Republik Korea Selatan (Korsel), China, Jepang, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Rusia, Kazhakstan, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hongkong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Taiwan, Bangladesh, dan Mesir.
Di sisi lain, Kemendag dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia beberapa waktu lalu sepakat membentuk satuan tugas (satgas) untuk menyelidiki kesalahan data impor yang telah menimbulkan perbedaan signifikan antara data impor dari dalam negeri dan luar negeri.
Keputusan ini diambil setelah pertemuan yang diadakan di kantor Kemendag di Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024.
Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa ketidaksamaan data impor ini menjadi alasan utama pembentukan satgas tersebut.
“Data impor kita dari luar negeri dan data impor dari dalam negeri bedanya jauh,” ungkap Zulkifli.
Ia menegaskan bahwa tugas utama satgas ini adalah mencari tahu penyebab dari perbedaan data tersebut.
“Satgas ini, pertama kami akan melakukan cek lapangan, benar enggak barang yang ilegal itu banyak?” lanjut Zulkifli.
Meskipun Zulkifli tidak memberikan rincian jumlah selisih perbedaan data, ia menyebutkan bahwa kesalahan data impor tersebut melibatkan tujuh komoditas utama, termasuk alas kaki dan pakaian jadi.
Selain itu, Zulkifli juga menyatakan bahwa kesalahan data impor tidak hanya berasal dari China, tetapi juga dari berbagai negara asal barang yang diimpor.
Sebelumnya, Kadin Indonesia telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Impor Ilegal dan Penertiban Barang Impor Ilegal.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk mengatasi kekhawatiran meningkatnya produk impor ilegal yang masuk ke pasar domestik.
“Kadin Indonesia berharap jalur masuk ilegal yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas. Kami merekomendasikan pemerintah untuk membentuk Satgas pemberantasan impor ilegal dan penertiban barang impor ilegal,” kata Yukki dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan bea masuk sejumlah komoditas hingga 200 persen.
Kadin bersama asosiasi dan himpunan pelaku usaha yang bernaung di dalamnya meminta agar selalu dilibatkan dalam pembentukan Satgas tersebut. Yukki berharap pemerintah dapat menelaah lebih lanjut jenis produk dan jalur masuk terkait dugaan impor ilegal serta memberikan tindakan tegas.
Sementara itu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk membentuk Badan Logistik Nasional (BLN) guna mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintahan baru sebesar delapan persen. Ketua Umum DPP ALFI, Akbar Djohan, menegaskan pentingnya tata kelola logistik yang baik untuk mencapai target tersebut.
“Kalau ada tata kelola logistik dan ada badannya, nggak mustahil itu karena faktanya, kita selalu di atas lima persen pertumbuhannya,” kata Akbar usai menghadiri Indonesia Port Editors’ Club (IPEC).
Dengan adanya Satgas Pemberantasan Impor Ilegal dan BLN, diharapkan tercipta sistem yang lebih teratur dan transparan dalam proses impor, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. (yog/*)