Logo
>

Harga Avtur RI Beda Tiap Bandara, Bikin Harga Tiket Mahal?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Harga Avtur RI Beda Tiap Bandara, Bikin Harga Tiket Mahal?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Monopoli PT Pertamina (Persero) dalam penyediaan avtur menciptakan disparitas harga bahan bakar pesawat di berbagai bandara di Indonesia. Analis independen industri penerbangan nasional, Gatot Rahardjo, menjelaskan bahwa perbedaan signifikan dalam biaya transportasi antarbandara turut mempengaruhi variatifnya harga avtur.

    "Setiap bandara memiliki harga yang berbeda, terutama karena biaya transportasi yang dibebankan oleh Pertamina," ujar Gatot, Selasa 20 Agustus 2024.

    Ia juga menambahkan bahwa semakin ke wilayah timur Indonesia, harga avtur akan semakin melambung, dipicu oleh kenaikan biaya operasional lainnya.

    Saat ini, hanya satu bandara yang tidak sepenuhnya dikendalikan oleh Pertamina, yakni Bandara Morowali di Sulawesi Tengah. Di sana, PT AKR Corporindo (AKRA) turut menyediakan avtur, meskipun jumlahnya sangat terbatas.

    Berdasarkan data dari situs resmi Pertamina, harga avtur untuk penerbangan domestik memang beragam. Sebagai perbandingan, harga avtur di Bandara Internasional Soekarno–Hatta (CGK) mencapai Rp14.157 per liter, sementara di Bandara Douw Aturure, Papua Tengah (NBX), harga melambung hingga Rp16.539 per liter.

    Meskipun regulasi di Indonesia telah membuka peluang bagi badan usaha lain untuk menyalurkan avtur, dominasi Pertamina atas infrastruktur bandara yang berkaitan dengan avtur membuat perusahaan lain sulit bersaing. "Perusahaan lain tetap harus bekerja sama dengan Pertamina karena membangun infrastruktur baru di bandara bukanlah pilihan realistis," tambah Gatot.

    Namun, harga avtur di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh monopoli. Gatot menjelaskan bahwa ada kesepakatan bisnis to business (B2B) antara maskapai penerbangan dan Pertamina yang mempengaruhi harga akhir.

    Avtur Pengaruhi Harga Tiket

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa monopoli Pertamina dalam distribusi avtur harus dihentikan untuk menekan harga bahan bakar, yang pada akhirnya dapat meringankan beban harga tiket penerbangan.

    “Pemerintah kini telah membuka jalan bagi badan usaha lain untuk memasok avtur. Ini mulai berdampak positif, dengan harga yang perlahan turun karena pasar tidak lagi sepenuhnya dikuasai Pertamina,” ungkap Luhut usai konferensi pers Bali International Airshow 2024, Senin 19 Agustus 2024 lalu.

    Tingginya harga tiket pesawat domestik di Indonesia tak lepas dari berbagai pungutan signifikan yang diterapkan pemerintah, kata para pengamat.

    Menurut sejumlah ahli penerbangan, pungutan-pungutan tersebut meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, iuran wajib asuransi Jasa Raharja, serta retribusi bandara atau PJP2U. Belum lagi biaya tambahan dalam harga avtur seperti throughput fee atau pungutan setiap distribusi avtur oleh pengelola bandara.

    Di pangkalan udara militer seperti Halim Perdana Kusuma atau Juanda, penumpang dikenakan biaya ganda dari otoritas bandara dan Danlanud. Hal ini menambah kompleksitas dan beban biaya bagi pelancong.

    Para pengamat menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap komposisi harga tiket dan mempertimbangkan penghapusan pungutan-pungutan yang dianggap terlalu berat. Jika pemerintah benar-benar ingin menciptakan harga tiket pesawat domestik yang lebih efisien, penyusunan ulang struktur harga sangat diperlukan.

    Sejumlah pelancong asal Indonesia melaporkan bahwa mereka sering memilih liburan ke luar negeri karena dianggap lebih ekonomis, sementara yang lain terpaksa mengeluarkan biaya besar akibat kurangnya pilihan.

    Harga tiket pesawat domestik jauh lebih mahal dibandingkan tiket internasional. Penumpang harus membayar Rp2 juta untuk tiket Jakarta-Tarakan, sementara tiket Jakarta-Kuala Lumpur hanya Rp500.000.

    Raras merasa perbedaan harga ini mencolok, mengingat waktu penerbangan yang hampir sama. Meski demikian, ia tetap bertekad untuk menyelesaikan perjalanan keliling Indonesia meski harus menyiapkan anggaran besar.

    Tiket Jakarta-Bali bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, sedangkan dengan harga yang sama, ia bisa bepergian ke Thailand atau Malaysia. Penumpang merasa bahwa biaya hotel dan makanan di luar negeri tidak jauh berbeda dengan di Bali, sehingga memilih liburan internasional lebih menguntungkan.

    Warga memilih liburan ke luar negeri karena harga tiket domestik yang mahal. Ia hanya mengunjungi beberapa daerah di Indonesia dengan memanfaatkan harga diskon, dan merasa bahwa tiket pesawat domestik seringkali tidak sebanding dengan layanan yang diberikan.

    Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui bahwa harga tiket pesawat domestik Indonesia adalah yang termahal kedua di dunia setelah Brasil.

    Ia menyebutkan bahwa harga tiket pesawat domestik di ASEAN adalah yang tertinggi, dan dampak dari melonjaknya aktivitas penerbangan pasca-pandemi menjadi salah satu penyebabnya.

    Luhut juga menyatakan bahwa pemerintah sedang menyusun langkah-langkah untuk mengurangi biaya penerbangan dan menurunkan harga tiket.

    Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengumumkan pembentukan satuan tugas (satgas) untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik. Satgas ini melibatkan beberapa kementerian, termasuk Kemenko Perekonomian dan Kemenparekraf, untuk mengevaluasi dan mengkaji berbagai kebijakan terkait tarif tiket.

    Menurut pengamat penerbangan Ruth Hana Simatupang dan Alvin Lie, biaya tiket pesawat domestik terdiri dari dua komponen utama: beban biaya operasional maskapai dan pungutan pemerintah.

    Beban biaya termasuk sewa pesawat, pemeliharaan, asuransi, dan bahan bakar, sementara pungutan meliputi PPN, iuran Jasa Raharja, dan retribusi bandara.

    Meskipun biaya operasional maskapai seperti bahan bakar avtur dan pemeliharaan sudah tinggi, pungutan dari pemerintah turut menambah beban. Ruth Hana Simatupang menilai bahwa biaya bahan bakar avtur merupakan komponen terbesar dari total biaya operasional, sedangkan Alvin Lie mengkritik pungutan yang seharusnya dapat dikurangi.

    Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengakui bahwa selain biaya operasional, pajak-pajak yang dikenakan juga berkontribusi pada tingginya harga tiket. Adita menyatakan bahwa tarif tiket perlu dibahas secara lintas sektoral dan bahwa pemerintah masih mengevaluasi ketentuan tarif untuk memastikan penurunan harga yang efektif.

    Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Bayu Sutanto, menekankan bahwa maskapai masih menghadapi kesulitan finansial pasca-pandemi. Ia mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang pungutan-pungutan yang dibebankan pada tiket pesawat dan mempertimbangkan penghapusan bea masuk suku cadang untuk membuat harga tiket lebih wajar.

    Dalam konteks ini, baik pemerintah maupun maskapai dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan biaya dan harga tiket agar lebih terjangkau bagi masyarakat. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi