Logo
>

Harga Batu Bara Global Hancur Lebur: RI Kenakan Tarif Bea Keluar

Harga batu bara global masih tertekan akibat lemahnya permintaan dan krisis industri Rusia, sementara Indonesia bersiap menghadapi perubahan besar lewat rencana bea keluar dan pengetatan kuota produksi.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Batu Bara Global Hancur Lebur: RI Kenakan Tarif Bea Keluar
Ilustrasi batu bara usai ditambang. Foto: Adobe Stock.

KABARBURSA.COM - Harga batu bara global kembali tertekan pada perdagangan Kamis, 27 November 2025. Harga acuan melemah 0,9 persen ke USD109,65 per ton dan memperpanjang penurunan tiga hari berturut-turut, dengan total koreksi mencapai 2,49 persen. 

Tren turun ini menunjukkan bahwa pasar batu bara global masih berada dalam fase depresif. Hal ini karena didorong oleh tekanan fundamental dari sisi permintaan maupun dinamika geopolitik yang semakin kompleks. 

Kondisi ini menandai bahwa batu bara belum mampu keluar dari tekanan jangka menengah yang membayangi komoditas tersebut sejak awal semester kedua 2025.

Salah satu sumber tekanan terbesar berasal dari Rusia, yang kini menghadapi krisis serius dalam industri batu baranya. Data dari Center for Countering Disinformation (CCD) Ukraina menunjukkan bahwa 74 persen perusahaan batu bara di Rusia saat ini beroperasi dalam kondisi rugi. Sementara, 23 perusahaan lainnya sudah tutup. 

Kerugian sektor ini telah mencapai 263 miliar rubel dan diperkirakan dapat meningkat menjadi 350 miliar rubel pada akhir tahun. Keruntuhan ini dipicu oleh hilangnya pasar ekspor utama, terutama Uni Eropa, sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina. 

Upaya untuk mengalihkan pasar ke Asia, ternyata tidak memberikan hasil yang menguntungkan. Sebabnya, biaya logistik yang tinggi dan margin harga yang rendah. Bahkan, produsen besar di Rusia mencatatkan volume produksi terendah dalam satu dekade. Sepertinya ada gangguan struktural di negara tersebut yang turut memperburuk sentimen pasar batu bara global.

Dalam kondisi seperti itu, tekanan pasokan dari Rusia justru tidak mampu menopang harga. Hal ini terjadi karena pelemahan permintaan global masih lebih dominan dibandingkan gangguan suplai. 

Penurunan konsumsi batu bara di negara maju, transisi energi global, serta perlambatan aktivitas industri di berbagai kawasan membuat harga batu bara tetap berada di bawah tekanan, meskipun beberapa negara produsen mengalami hambatan produksi.

Pemberlakukan Kembali Bea Keluar Batu Bara

Sementara itu, di Indonesia, dinamika batu bara bergerak di dua sisi, yaitu tekanan dari eksternal dan kebijakan domestik yang semakin ketat. Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan rencana untuk memberlakukan kembali bea keluar batu bara mulai 2026.

Pengenaan tarif ekspor ini sudah mendapatkan restu dari Komisi XI DPR, dan menjadi langkah lanjutan untuk menciptakan kesetaraan kebijakan antara batu bara dan komoditas ekspor lain, seperti minyak mentah. 

Langkah ini berpotensi menekan margin produsen, khususnya eksportir, sehingga menjadi salah satu sentimen negatif bagi pelaku industri.

Di sisi hilir, Indonesia masih mempertahankan posisi sebagai eksportir terbesar dunia, dengan ekspor mencapai 418 juta ton hingga Oktober 2025, atau 83,6 persen dari target tahunan 500 juta ton. China dan India tetap menjadi pasar utama, namun permintaan dari kawasan ASEAN juga mulai meningkat. 

Meski ekspor terjaga, produksi nasional justru mengalami perlambatan. Total produksi mencapai 661,18 juta ton atau 89,38 persen dari target 739,6 juta ton. Angka ini jauh di bawah realisasi 2024 yang menyentuh 836 juta ton. Artinya, industri batu bara domestik sudah berada dalam fase penyesuaian.

Pengurangan Kuota Produksi Batu Bara

Pemerintah melalui Kementerian ESDM juga tengah mengkaji pengurangan kuota produksi batu bara pada tahun depan, sebagai respons terhadap melemahnya permintaan global dan koreksi produksi sepanjang 2025. 

Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan, pemerintah akan memangkas target produksi 2026 sekaligus mempertimbangkan kenaikan porsi domestic market obligation (DMO). Pemenuhan DMO saat ini telah mencapai 180,98 juta ton atau 75,51 persen dari target 239,6 juta ton. 

Kebutuhan nasional, terutama untuk pasokan PLN, berada di kisaran 140–160 juta ton per tahun, sehingga peningkatan DMO dapat membatasi volume ekspor sekaligus menopang stabilitas harga dalam negeri.

Regulasi baru terkait produksi dan DMO akan sangat bergantung pada hasil evaluasi RKAB 2026. Pemerintah menilai rencana produksi dalam RKAB tiga tahunan sebelumnya, yang mencapai 900 juta ton per tahun, sudah tidak realistis dengan kondisi permintaan global yang cenderung melemah. 

Dengan potensi pemangkasan produksi dan kenaikan DMO, pemerintah berharap bisa menjaga harga batu bara tetap kompetitif tanpa membebani industri secara berlebihan.

Gabungan dari tekanan global serta rencana kebijakan domestik membuat performa batu bara saat ini berada dalam titik kritis. Harga internasional masih tertekan oleh lemahnya permintaan dan kondisi industri di Rusia, sementara produsen Indonesia bersiap menghadapi babak baru regulasi yang lebih ketat. 

Meski terdapat sinyal positif dari meningkatnya permintaan di kawasan ASEAN, keseluruhan lanskap pasar batu bara menunjukkan bahwa pemulihan harga dalam waktu dekat akan sangat bergantung pada keseimbangan baru antara produksi, ekspor, dan konsumsi domestik yang kini tengah dirumuskan pemerintah.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79