KABARBURSA.COM - Harga batu bara tampak stagnan di level USD104,25 per ton pada Selasa, 28 Oktober 2025. Tapi di balik ketenangan itu, ada ketegangan yang menarik di pasar energi global.
Sepanjang tahun ini, harga batu hitam sudah rontok lebih dari 16 persen. Hal itu disebabkan oleh kelebihan pasokan dan perubahan besar dalam lanskap energi dunia. Namun, sinyal teknikal dan kebijakan dari China membuka sedikit peluang untuk jangka pendek.
Secara fundamental, batu bara sedang menghadapi tekanan ganda. Bukan hanya dari pasokan global masih melimpah setelah banyak negara produsen menambah volume ekspor untuk menjaga pendapatan fiskal.
Tekanan juga disebabkan oleh arah kebijakan energi global yang semakin menjauh dari bahan bakar fosil. Dalam laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), emisi gas rumah kaca pada 2035 diperkirakan akan turun sebesar 10 persen dari level 1990. Perkiraan ini menjadi yang pertama kalinya oleh PBB.
Tidak hanya PBB, Sekjen UNFCCC Simon Stiell menyatakan, dunia saat ini memang sedang di jalur yang benar, tetapi masih terlalu lambat untuk mencapai target iklim.
Nah, sentiment inilah yang terus menjadi beban bagi harga batu bara, terutama di mata investor institusional yang mulai beralih ke aset hijau.
China Perketat Pembatasan Produksi
Meski begitu, kabar dari China memberi sedikit ruang optimisme. Data dari China Coal Energy terlihat, otoritas di Negeri Tirai Bambu itu kemungkinan akan memperketat pembatasan produksi menjelang akhir tahun.
Alasannya, pasokan yang sempat melonjak tak terduga pada paruh pertama 2025, membuat harga jatuh di bawah level wajar. Jika pembatasan ini benar-benar diterapkan, pasar bisa melihat pengetatan pasokan secara bertahap di kuartal keempat, yang pada akhirnya berpotensi menahan laju penurunan harga global.
Sementara itu, dari sisi teknikal, tren harian masih memperlihatkan kecenderungan bearish. Relative Strength Index (RSI) berada di kisaran 46, sedikit di bawah batas netral 50. Kisaran tersebut menandakan tekanan jual masih lebih dominan, meskipun tidak terlalu ekstrem.
Dari indikator Stochastic RSI, saat ini berada di level 43, yang menggambarkan fase jenuh jual sudah mulai melandai dan membuka peluang untuk konsolidasi harga.
Dalam jangka sangat pendek, pergerakan batu bara kemungkinan tetap sideways dengan rentang sempit. Level resisten terdekat berada di kisaran USD105–108 per ton, sementara area support di USD101–102 menjadi benteng bawah yang perlu diawasi pelaku pasar.
Dengan kondisi seperti ini, harga batu bara tampaknya masih mencari keseimbangan baru antara tekanan fundamental dan ekspektasi kebijakan. Selama belum ada perubahan signifikan dari sisi permintaan industri atau kebijakan energi global, reli besar tampak sulit terjadi.
Namun, jika China benar-benar menahan produksi di kuartal IV, harga berpeluang naik tipis untuk menguji kembali level USD108 per ton dalam beberapa sesi mendatang.
Untuk saat ini, batu bara masih berjalan di garis tipis antara stagnasi dan potensi rebound kecil, sebuah masa tenang yang bisa berubah arah sewaktu-waktu.(*)