Logo
>

Harga Batu Bara Naik Tipis, tapi Masih Dibayangi Tekanan Jangka Menengah

Harga batu bara global menguat tipis ditopang rencana pemangkasan produksi, sementara emiten Indonesia mulai agresif diversifikasi menuju energi bersih.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Batu Bara Naik Tipis, tapi Masih Dibayangi Tekanan Jangka Menengah
Ilustrasi. Foto: the Edge Malaysia.

KABARBURSA.COM - Harga batu bara dunia memasuki pekan ini dengan sentimen yang berlapis, sedikit penguatan di pasar global, namun diwarnai tanda-tanda tekanan jangka menengah. 

Pada perdagangan Senin waktu setempat, 18 Agustus 2025, kontrak acuan Newcastle bergerak naik tipis, dengan harga Agustus bertengger di USD110 per ton, sementara kontrak September dan Oktober menguat lebih solid ke kisaran USD109,75–111,25 per ton. 

Di bursa Eropa, harga batu bara Rotterdam cenderung stabil, dengan kontrak Agustus stagnan di USD99,4, tetapi bulan berikutnya naik mendekati USD100 per ton. Pergerakan ini memperlihatkan pasar yang rapuh: harga tidak lagi tertekan seperti beberapa pekan lalu, tetapi pemulihan yang terjadi masih terbatas.

Faktor utama di balik kenaikan tipis ini adalah kabar bahwa produsen batu bara termal global berencana memangkas produksi. Hal itu disampaikan CEO Thungela Resources, July Ndlovu, yang mengakui harga rendah dan ketidakpastian ekonomi global telah memangkas keuntungan perusahaan tambang. 

Thungela, eksportir terbesar Afrika Selatan, melaporkan laba anjlok hingga 80 persen pada semester pertama 2025. Tekanan ini datang bukan hanya dari harga yang lemah, tetapi juga dari ketegangan geopolitik dan tarif perdagangan yang merusak rantai pasok. 

Pada saat bersamaan, tren transisi energi global mempersempit ruang permintaan batu bara, dengan China dan India meningkatkan kapasitas produksi domestiknya sehingga mengurangi ketergantungan pada impor.

Batu Bara Indonesia dalam Dua Wajah

Bergeser ke Indonesia, dinamika batu bara memperlihatkan dua wajah. Di satu sisi, harga global yang masih rendah membatasi ruang pertumbuhan, namun di sisi lain, sejumlah emiten tambang tetap bertahan dengan kontribusi signifikan dari batu bara. 

PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), misalnya, hingga kuartal II/2025 masih mencatat 98,30 persen dari total pendapatannya berasal dari penjualan batu bara, meski mulai agresif menyiapkan diversifikasi, termasuk proyek grafit buatan untuk baterai kendaraan listrik. 

PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) justru menunjukkan tren penurunan tajam porsi pendapatan batu baranya, dari hampir 100 persen pada 2020 menjadi hanya 82 persen pada semester I/2025, sejalan dengan strategi untuk mendorong kontribusi bisnis non-batu bara hingga 50 persen pada 2030. 

Sementara itu, PT Indika Energy Tbk. (INDY) masih dalam proses transformasi yang fluktuatif. Kontribusi batu bara sempat melonjak hingga 90 persen pada 2022, namun kini kembali turun ke 82 persen seiring kontraksi pendapatan. 

INDY menargetkan dalam waktu tiga tahun ke depan separuh pendapatannya bisa datang dari sektor non-batu bara, dengan mengalokasikan belanja modal ke energi baru terbarukan dan bisnis hijau lainnya.

Kondisi ini memperlihatkan kontras: harga global yang naik tipis lebih mencerminkan sentimen pasokan, bukan permintaan. Bagi Indonesia, yang tengah bergerak menuju transisi energi bersih sesuai target Presiden Prabowo Subianto untuk menuntaskan penggunaan batu bara dalam 10 tahun, arah bisnis tambang semakin jelas: ketergantungan pada batu bara harus dikurangi. 

Para emiten besar kini berada dalam fase penyeimbangan antara menjaga pendapatan jangka pendek dari batu bara dengan investasi jangka panjang di sektor non-batu bara.

Dengan latar ini, prospek harga batu bara dunia masih bergantung pada keseimbangan antara pemangkasan produksi global dan perlambatan ekonomi. Sementara itu, di Indonesia, meski batu bara tetap menjadi penopang utama, arah kebijakan energi nasional memastikan bahwa masa depan sektor ini akan semakin menyempit, memaksa perusahaan tambang untuk bertransformasi lebih cepat.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79