KABARBURSA.COM - Harga batu bara global kembali melemah pada Rabu, 14 Mei 2025, setelah mencatat kenaikan selama tiga hari berturut-turut.
Di bursa ICE Newcastle, kontrak pengiriman bulan depan ditutup di USD99 per ton, turun 0,9 persen dari hari sebelumnya. Level psikologis USD100 yang sempat didekati pun urung ditembus, menandai berakhirnya tren penguatan jangka pendek.
Secara bulanan, harga batu bara masih mencatat kenaikan tipis sebesar 3,66 persen. Namun, sepanjang tahun berjalan 2025, kinerja batu bara masih jauh dari kata menggembirakan.
Harga komoditas ini sudah anjlok hampir 21 persen secara year-to-date, mencerminkan tekanan yang konsisten dari sisi fundamental maupun sentimen pasar.
Musim dingin yang cenderung hangat di belahan bumi utara turut berkontribusi terhadap melemahnya permintaan listrik, yang biasanya menjadi pendorong utama konsumsi batu bara untuk pembangkit. Di saat yang sama, transisi energi yang semakin cepat turut menggerus peran batu bara dalam bauran energi global.
Di China, misalnya, produksi listrik berbasis batu bara pada kuartal I tahun ini turun 4,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang Januari hingga April, impor batu bara Negeri Tirai Bambu juga terkoreksi 13,1 persen secara tahunan.
Hal serupa juga terjadi di India, salah satu pasar utama batu bara global. Selama 11 bulan pertama tahun fiskal yang berakhir Maret 2025, total impor batu bara India tercatat turun 9,2 persen menjadi 220,3 juta ton.
Penurunan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah India mendorong peningkatan produksi domestik guna mengurangi ketergantungan pada impor. Hasilnya, produksi dalam negeri naik menjadi 929 juta ton dalam periode yang sama.
Langkah ini diklaim berhasil menghemat devisa negara hingga USD6,93 miliar, meskipun batu bara lokal memiliki kualitas energi yang lebih rendah dibandingkan batu bara impor.
Di pasar berjangka, tekanan harga juga terjadi pada kontrak bulan mendatang. Untuk pengiriman Juni, harga Newcastle jatuh ke USD101,9 per ton, sementara kontrak Juli ditutup di USD104,4.
Di pasar Rotterdam, tren serupa terjadi. Harga kontrak Mei turun menjadi USD94,6, dan kontrak Juni-Juli terkoreksi ke level USD94,1 per ton.
Pelemahan ini memperkuat pandangan bahwa tahun ini bukan tahun yang mudah bagi batu bara. Meski sesekali terjadi reli teknikal, tren jangka menengahnya masih dibayangi tekanan. Berbagai faktor, mulai dari penurunan impor, peningkatan produksi lokal, hingga pergeseran kebijakan energi global, menjadi kombinasi yang sulit dihindari.
Secara historis, harga batu bara pernah menyentuh puncaknya di USD457,80 per ton pada tahun-tahun awal krisis energi global, dan titik terendahnya tercatat di angka USD48,40 per ton.
Rentang harga yang sangat lebar ini mencerminkan volatilitas tinggi yang kerap menyertai komoditas energi, apalagi dalam konteks perubahan iklim dan transisi energi bersih yang semakin menguat secara global.
Jika ditarik dalam jangka waktu sebulan terakhir, harga batu bara masih membukukan kenaikan sebesar 3,66 persen. Artinya, dalam jangka pendek masih ada momentum pemulihan atau spekulasi yang mendorong harga naik.
Namun jika dilihat dari kinerja tahunan, tren yang terlihat justru berlawanan. Sejak awal tahun, harga batu bara telah terkoreksi hingga 30,04 persen. Angka tersebut mempertegas bahwa tahun 2025 sejauh ini belum berpihak pada komoditas ini.
Untuk sementara, harga batu bara kemungkinan akan bergerak fluktuatif dalam kisaran terbatas, sembari menanti sinyal baru dari sisi permintaan dan kebijakan. Namun satu hal yang semakin jelas: batu bara perlahan kehilangan pijakan dominannya di tengah naiknya pamor energi terbarukan.
ADRO dan ADMR Tertekan, ITMG Justru Melesat
Tiga emiten batu bara besar - Adaro Energy (ADRO), Adaro Minerals (ADMR), dan Indo Tambangraya Megah (ITMG) - menunjukkan performa yang beragam pada kuartal I 2025. Di tengah tekanan global, ADRO dan ADMR mencatat penurunan signifikan, sementara ITMG justru berhasil membukukan pertumbuhan laba.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menghadapi tekanan cukup berat. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, pendapatan perusahaan turun 22,33 persen secara tahunan (YoY) menjadi USD381,62 juta. Laba bersihnya bahkan anjlok hingga 79,51 persen menjadi USD76,70 juta.
Penurunan tajam ini tidak lepas dari gejolak harga batu bara di pasar global serta menurunnya permintaan dari pasar utama seperti Tiongkok dan India.
Sementara itu, anak usaha Adaro Group, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), juga melaporkan hasil yang kurang memuaskan. Pendapatannya merosot 27,17 persen YoY menjadi US$199,94 juta.
Laba bersih ADMR juga ikut terkikis, turun 43,6 persen ke level USD65,4 juta atau sekitar Rp1,08 triliun. Penurunan kinerja ini dipicu oleh menyusutnya volume penjualan, baik ke pihak ketiga maupun afiliasi.
Berbeda dengan dua saudaranya, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) justru tampil positif. Emiten batu bara ini berhasil membukukan laba bersih sebesar USD64,96 juta, naik 5,46 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Meski pendapatan bersih sedikit terkoreksi 1,37 persen menjadi US$482,52 juta, efisiensi operasional yang diterapkan ITMG mampu mengangkat profitabilitas perusahaan.
Kinerja solid ITMG kontras dengan tekanan yang dialami ADRO dan ADMR. Di tengah dinamika pasar batu bara yang cenderung melemah, strategi efisiensi dan pengendalian biaya terbukti menjadi pembeda yang signifikan.
Secara umum, kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa sektor batu bara masih dihadapkan pada tantangan besar, terutama dari sisi permintaan dan harga yang volatil.
Namun bagi perusahaan yang mampu menjaga efisiensi operasional dan mengelola beban dengan baik, peluang mencatat kinerja positif tetap terbuka. ITMG menjadi salah satu contohnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.