Logo
>

Harga Brent dan WTI Naik Terdorong Penurunan Stok Minyak AS

Harga minyak dunia naik setelah stok AS turun hampir 7 juta barel dan optimisme Trump–Xi meredakan kekhawatiran perlambatan global, meski pasar masih waspada menanti keputusan OPEC+.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Brent dan WTI Naik Terdorong Penurunan Stok Minyak AS
Ilustrasi: Fasilitas rig minyak (Foto: Pexels/Umar Affan)

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia kembali menguat pada perdagangan Rabu waktu New York, 29 Oktober 2025, setelah data resmi menunjukkan adanya penurunan tajam stok minyak mentah Amerika Serikat. 

Optimisme Presiden AS Donald Trump menjelang pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping juga menambah tenaga bagi pasar energi. Akibatnya, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global yang selama ini membebani harga minyak, mereda.

Kontrak minyak mentah Brent, sebagai acuan internasional, ditutup naik 52 sen atau 0,8 persen menjadi USD64,92 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi patokan Amerika Serikat menguat 33 sen atau 0,6 persen ke level USD60,48 per barel. 

Kenaikan ini menandai rebound teknikal setelah pergerakan fluktuatif di sesi sebelumnya. Dan juga memperpanjang momentum positif yang mulai terbentuk sejak pertengahan pekan lalu.

Stok Minyak AS Turun Hampir Tujuh Juta Barel

Dorongan utama kenaikan harga minyak dunia datang dari laporan Energy Information Administration (EIA). Dalam laporan tersebut,  stok minyak mentah AS turun hampir 7 juta barel dalam sepekan terakhir. Laporan ini jauh melampaui ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 211 ribu barel. 

Tak hanya itu, persediaan bensin dan bahan bakar sulingan juga turun signifikan. Artinya, permintaan energi di Amerika masih kuat di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

“Di mana kelebihan pasokan yang katanya akan datang?” sindir Phil Flynn, analis Price Futures Group di Chicago. 

Ia menilai, pasar mulai ragu terhadap narasi surplus pasokan global, mengingat permintaan yang banyak justru menunjukkan ketahanan cukup kuat. Hal senada disampaikan analis komoditas UBS Giovanni Staunovo. Ia menilai laporan EIA “sangat positif bagi harga minyak mentah”, karena menunjukkan kombinasi antara konsumsi yang solid dan persediaan yang menurun cepat.

Optimisme juga menguat dari sisi geopolitik. Presiden Donald Trump yakin bahwa pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping akan menghasilkan kemajuan signifikan dalam negosiasi dagang kedua negara. 

Trump juga mengumumkan bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatan telah mencapai kesepakatan dagang baru yang sebelumnya sempat tersendat. Sentimen ini mendorong pasar percaya bahwa tensi perdagangan global berpotensi mereda dalam waktu dekat.

Namun, pasar tetap berhati-hati menghadapi arah kebijakan moneter AS. Pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve sebesar 25 basis poin memang memberikan ruang bagi aktivitas ekonomi untuk tumbuh.

Tetapi, pernyataan hati-hati dari Ketua The Fed Jerome Powell menimbulkan ketidakpastian baru. Investor minyak menafsirkan kondisi ini sebagai sinyal bahwa pertumbuhan global mungkin belum akan pulih secepat yang diharapkan. Sehingga, pergerakan harga masih rentan terhadap perubahan sentimen makroekonomi.

Secara fundamental, keseimbangan antara sisi pasokan dan permintaan kini menjadi fokus utama. Meskipun stok AS menurun tajam, pasar tetap menaruh perhatian pada rencana kelompok OPEC+ yang dikabarkan tengah mempertimbangkan kenaikan produksi moderat mulai Desember mendatang. 

Dua sumber yang dekat dengan pembahasan mengungkapkan, penambahan produksi tersebut bisa mencapai sekitar 137 ribu barel per hari. Langkah ini justru dianggap yang berpotensi menahan kenaikan harga.

Pekan sebelumnya, Brent dan WTI mencatat lonjakan mingguan terbesar sejak Juni, terutama setelah pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia terkait isu Ukraina, dan kemudian menargetkan perusahaan minyak besar Lukoil dan Rosneft. 

Namun, pasar tetap skeptis bahwa sanksi ini akan mampu membatasi pasokan global secara signifikan, mengingat sebagian besar ekspor Rusia telah dialihkan ke Asia.

Dengan faktor-faktor yang saling berlawanan tersebut, harga minyak kini bergerak dalam keseimbangan tipis antara optimisme fundamental dan kehati-hatian makroekonomi. Data permintaan yang solid dan penurunan stok memang memberi pijakan bullish jangka pendek. Akan tetapi, prospek peningkatan produksi OPEC+ serta sikap hati-hati The Fed menahan laju reli lebih jauh.

Secara keseluruhan, momentum harga minyak menunjukkan kekuatan yang relatif stabil, dengan Brent bertahan di atas USD64 dan WTI di kisaran USD60 per barel. Jika permintaan energi global terus menguat dan tidak diimbangi dengan pasokan baru yang besar, peluang penguatan harga masih terbuka lebar menjelang akhir tahun. 

Namun untuk sementara, pasar tampaknya memilih langkah waspada. Pasar masih menunggu kejelasan dari pertemuan Trump–Xi dan keputusan OPEC+ pada Desember, sebelum mengambil posisi yang lebih agresif di komoditas hitam ini.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79