Logo
>

Harga Emas Ditutup Melemah, Morgan Stanley Berikan Prediksinya

Harga emas tergelincir 1 persen ke USD4.001 per ons akibat sinyal hawkish The Fed, namun tetap mencatat kenaikan bulanan ketiga berturut-turut di tengah ketidakpastian global.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Emas Ditutup Melemah, Morgan Stanley Berikan Prediksinya
Ilustrasi Emas Perhiasan. Foto: Dok KabarBursa.com

KABARBURSA.COM – Harga emas dunia tergelincir pada perdagangan Jumat waktu New York, 31 Oktober 2025. Jatuhnya harga emas karena tertekan oleh meningkatnya ketidakpastian arah kebijakan suku bunga Federal Reserve. Meski demikian, logam mulia ini masih menutup bulan Oktober dengan catatan positif dan menandai kenaikan bulanan ketiganya secara beruntun di tengah gejolak pasar dan ketidakpastian ekonomi global.

Mengutip data Refinitiv, harga emas spot turun 0,6 persen ke USD4.001,74 per ons pada pukul 17.49 GMT, sementara kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember ditutup melemah 0,5 persen di USD3.996,5 per ons. 

Penurunan ini terjadi di tengah penguatan dolar AS yang bertahan di dekat level tertinggi tiga bulan. 

Arah kebijakan moneter The Fed kembali menjadi penentu utama bagi pergerakan emas. Pernyataan hawkish datang dari Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland Beth Hammack, yang mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pemangkasan suku bunga yang dilakukan pekan ini. 

Ia menegaskan bahwa bank sentral masih perlu mempertahankan kebijakan moneter yang ketat untuk memastikan inflasi benar-benar terkendali. Hammack menjadi pejabat ketiga The Fed yang secara terbuka menentang langkah pelonggaran tambahan. Tindakan Hammack menandakan adanya perpecahan pandangan di internal bank sentral.

Menurut analis logam Tai Wong, komentar Hammack memukul harga emas karena memperkuat persepsi bahwa ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga terlalu optimistis. 

“Hammack menjadi sinyal bahwa The Fed belum siap melonggarkan kebijakan lebih jauh. Ini membuat pasar menyesuaikan kembali proyeksi dan menekan harga emas,” ujar Wong.

Sejak awal tahun, harga emas telah melonjak sekitar 53 persen dan sempat menyentuh rekor tertinggi USD4.381,21 per ons pada 20 Oktober. Reli panjang ini ditopang kombinasi faktor global, mulai dari arus masuk ke ETF berbasis emas, pembelian masif oleh bank sentral, hingga kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global.

Morgan Stanley Optimis Emas Sentuh USD4.500

Lembaga keuangan besar Morgan Stanley tetap mempertahankan pandangan optimistis terhadap prospek emas. Dalam laporan terbarunya, mereka memperkirakan harga emas akan tetap bergerak positif di paruh pertama 2026, dengan rata-rata di kisaran USD4.300 per ons. 

Bank investasi tersebut menilai, pemangkasan suku bunga lanjutan, ketidakpastian geopolitik, serta pembelian berkelanjutan oleh bank sentral, akan terus menjadi bahan bakar utama bagi reli emas jangka menengah.

Dari sisi geopolitik, pernyataan Presiden AS Donald Trump juga menjadi bagian dari narasi pasar pekan ini. Ia mengumumkan langkah pemangkasan tarif impor China dari 57 persen menjadi 47 persen sebagai bagian dari kesepakatan untuk menekan perdagangan ilegal fentanyl, yang melanjutkan pembelian kedelai AS, dan menjaga kelancaran ekspor logam tanah jarang. 

Meskipun kabar tersebut sempat menenangkan pasar, dampaknya terhadap emas relatif terbatas karena investor masih lebih fokus pada arah kebijakan suku bunga The Fed.

Di lain sisi, kinerja logam mulia lainnya turut melemah. Perak turun 0,4 persen ke USD48,73 per ons, platinum terkoreksi 1,7 persen ke USD1.583,41, sementara paladium turun 0,4 persen ke USD1.440,02 per ons.

Secara keseluruhan, meski harga emas terkoreksi menjelang akhir bulan, prospeknya masih terjaga kuat. Ketegangan geopolitik, ketidakpastian ekonomi global, serta sikap hati-hati bank sentral menjadi kombinasi yang terus menopang daya tarik emas sebagai aset lindung nilai. 

Fase koreksi kali ini lebih mencerminkan penyesuaian terhadap ekspektasi pasar ketimbang pembalikan arah tren. Dengan inflasi yang masih tinggi dan ketidakpastian makro yang belum reda, emas tetap menjadi jangkar kepercayaan bagi investor global di tengah badai kebijakan moneter yang belum usai.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79