KABARBURSA.COM - Harga emas dunia bergerak pelan pada perdagangan Rabu waktu New York, 29 Oktober 2025. Pasar sepertinya masih berhati-hati, meskipun Federal Reserve telah memangkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, seperti perkiraan.
Harga emas spot sempat melonjak dua persen di awal sesi hingga mendekati level USD4.000 per ons, sebelum akhirnya berbalik naik tipis 0,3 persen ke USD3.964,39 per ons pada pukul 02.10 WIB.
Sementara itu, kontrak emas berjangka AS untuk pengiriman Desember ditutup menguat 0,4 persen ke USD4.000,7 per ons. Pergerakan pelan ini dipicu oleh pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang mengaburkan arah kebijakan moneter berikutnya.
Dalam konferensi pers usai keputusan suku bunga, Powell menyampaikan bahwa anggota komite FOMC memiliki pandangan yang beragam soal langkah selanjutnya.
“Pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember bukanlah sesuatu yang pasti. Kebijakan tidak berada pada jalur yang sudah ditentukan,” ujar Powell.
Komentar itu langsung menahan sentimen bullish di pasar logam mulia, sekaligus memicu aksi ambil untung (profit taking) setelah lonjakan cepat di awal sesi.
Analis menilai, reaksi emas kali ini sepenuhnya logis. Menurut Vice President Zaner Metals Peter Grant, Powell sedang berusaha meredam ekspektasi pemangkasan lanjutan. Ini artinya pasar mulai memperhitungkan dolar yang lebih kuat.
“Secara alami, itu negatif untuk emas,” kata Grant.
Dan memang benar, usai pernyataan tersebut Indeks Dolar AS (DXY) melanjutkan penguatannya. Seperti pada umumnya, kenaikan dolar membuat harga emas yang dihargakan dalam mata uang AS menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Akibatnya, menekan permintaan fisik maupun investasi jangka pendek.
Secara fundamental, emas biasanya diuntungkan oleh lingkungan suku bunga rendah karena sifatnya yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding). Namun, ketika bank sentral memberi sinyal bahwa pelonggaran berikutnya belum tentu dilakukan, minat terhadap aset berisiko seperti saham kembali meningkat. Sedangkan emas, langsung kehilangan sebagian daya tarik defensifnya.
“Fakta bahwa pemangkasan Desember kini dipertanyakan akan menahan reli logam mulia,” ungkap analis logam independen Tai Wong.
Kesepakatan Dagang AS-Korsel-China Tekan Kenaikan Emas
Di sisi lain, faktor geopolitik yang sempat menjadi bahan bakar reli emas, juga mulai mereda. Presiden AS Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan dagang dengan Korea Selatan dan menunjukkan optimisme terhadap kesepakatan serupa dengan Presiden China Xi Jinping menjelang pertemuan mereka.
Meski demikian, performa emas sepanjang tahun ini tetap mencengangkan. Harga logam mulia itu masih mencatat kenaikan sekitar 51 persen sejak awal tahun, dengan rekor tertinggi sepanjang masa di USD4.381,21 per ons pada 20 Oktober lalu.
Namun dalam sepekan terakhir, harga sudah terkoreksi lebih dari 3 persen seiring dengan menurunnya tensi geopolitik dan ekspektasi kebijakan moneter yang lebih konservatif.
Kenaikan terbatas emas juga diikuti oleh performa logam mulia lainnya. Perak spot naik 1,7 persen menjadi USD47,82 per ons, platinum menguat 0,6 persen ke USD1.595,81 per ons, sementara paladium melonjak 1,9 persen menjadi USD1.420,05 per ons.
Kenaikan ini mencerminkan rotasi investor ke berbagai instrumen logam berharga di tengah ketidakpastian arah kebijakan The Fed dan penguatan dolar AS.
Secara keseluruhan, pasar logam mulia kini berada di persimpangan penting. Di satu sisi, prospek suku bunga rendah masih mendukung harga emas di jangka menengah; namun di sisi lain, sinyal hati-hati Powell dan pemulihan sentimen risiko global membatasi ruang reli jangka pendek.
Dengan volatilitas tetap tinggi, arah pergerakan emas dalam beberapa pekan ke depan akan sangat ditentukan oleh data ekonomi AS dan kejelasan kebijakan The Fed pada pertemuan Desember mendatang.(*)