KABARBURSA.COM – Pergerakan harga logam mulia pada akhir pekan ini, Sabtu pagi WIB, 13 Desember 2025, memperlihatkan hal yang bertolak belakang. Perak yang sebelumnya sempat mencetak rekor, di penutupan pekan ini justru tampil muram. Sementara emas, melanjutkan reli positifnya.
Penurunan harga perak terjadi hampir 3 persen setelah menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di level USD64,64 per troy ounce. Secara struktur pasar, ini merupakan pola klasik profit taking setelah reli yang terlalu cepat dan terlalu curam.
Meskipun demikian, dalam sepekan perak masih mencatatkan kenaikan hampir 5 persen, dan secara tahunan melonjak lebih dari 112 persen.
Faktor nilai tukar ikut memberi tekanan. Dolar AS yang stabil setelah beberapa sesi melemah membuat logam mulia berdenominasi greenback menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli non-AS.
Meski penguatannya terbatas, kombinasi dolar yang tidak lagi melemah dan harga perak yang sudah sangat tinggi cukup untuk memicu aksi jual. Begitu disampaikan analis TD Securities Bart Melek.
Secara struktural, pasar perak masih ditopang pengetatan pasokan, permintaan industri yang kuat, serta statusnya sebagai mineral kritis di Amerika Serikat. Catatan CMZ menyebutkan bahwa kenaikan harga yang sudah “berlebihan” lebih mencerminkan kehati-hatian valuasi jangka pendek, bukan pembalikan tren.
Dalam horizon lebih panjang, peningkatan kebutuhan dari sektor energi terbarukan, elektronik, dan teknologi tetap menjadi motor utama permintaan perak.
Harga Emas Naik ke Level Tertinggi Tujuh Pekan
Di sisi lain, emas bergerak dengan karakter yang jauh lebih defensif. Kenaikan harga emas spot ke kisaran USD4.293 per troy ounce, menempatkannya di level tertinggi dalam tujuh pekan. Kontrak berjangka emas AS juga ditutup menguat. Di sini, minat beli investor di pasar fisik maupun derivative bersifat konsisten.
Sentimen makro menjadi penopang utama emas. Keputusan Federal Reserve untuk memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya mengunci ekspektasi bahwa fase pengetatan moneter telah berakhir. Dengan investor memproyeksikan dua kali pemangkasan suku bunga pada tahun depan, menjadi latar belakang positif bagi emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Dalam konteks ini, emas kembali berfungsi sebagai aset lindung nilai terhadap risiko kebijakan dan potensi perlambatan ekonomi.
Proyeksi Harga Emas di 2026
Proyeksi jangka menengah juga memperkuat narasi tersebut. Perkiraan rata-rata harga emas 2026 di level sekitar USD4.213 per troy ounce. Ini menunjukkan bahwa meskipun harga sudah tinggi secara historis, pasar belum melihat puncak siklus. Artinya, reli emas saat ini lebih bersifat struktural ketimbang spekulatif.
Di luar faktor moneter, ketegangan geopolitik ikut menambah lapisan sentimen risk-off. Langkah Amerika Serikat untuk meningkatkan tekanan terhadap Venezuela, termasuk rencana intersepsi kapal pengangkut minyak, mempertebal persepsi risiko global.
Meskipun isu ini lebih langsung berdampak pada pasar energi, implikasi ketidakpastian geopolitik cenderung merembet ke pasar emas sebagai aset perlindungan.
Sementara itu, logam mulia lain turut mengonfirmasi kekuatan tema ini. Platinum melonjak lebih dari 2,5 persen dan menyentuh level tertinggi sejak 2011. Palladium juga mencatatkan kenaikan mingguan.
Secara keseluruhan, dinamika harga logam mulia saat ini mencerminkan pasar yang sedang menyeimbangkan euforia dan kehati-hatian. Perak mengalami koreksi sehat setelah reli ekstrem, emas menguat dengan dukungan makro yang konsisten, dan logam mulia lain ikut bergerak naik.
Sentimen yang terbentuk bukanlah tanda pembalikan tren, melainkan fase konsolidasi yang memisahkan pemain spekulatif jangka pendek dari investor yang bertumpu pada fondasi fundamental jangka panjang.(*)