KABARBURSA.COM - Harga emas dunia naik tipis pada perdagangan Kamis dini hari WIB, 10 Juli 2025, seiring meningkatnya minat investor terhadap aset lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik dan tekanan fiskal dari Amerika Serikat.
Namun, penguatan dolar AS menahan laju penguatan emas lebih lanjut.
Mengutip laporan Reuters, harga emas spot sempat menyentuh titik terendah sejak 30 Juni di awal sesi sebelum akhirnya berbalik menguat 0,3 persen ke level USD3.310,26 per ons pada pukul 01.07 WIB. Sementara itu, kontrak berjangka emas di pasar AS ditutup naik tipis 0,1 persen menjadi USD3.321 per ons.
Kenaikan ini mencerminkan reaksi pasar terhadap kombinasi kekhawatiran fiskal AS dan ketidakpastian arah kebijakan perdagangan global.
Kepala Strategi Pasar di Blue Line Futures Phillip Streible, menilai kondisi seperti ini mendorong investor untuk kembali ke emas, terutama di tengah volatilitas pasar dan defisit anggaran yang terus melebar di Amerika.
“Dengan dinamika fiskal yang tidak menentu dan pasar yang masih bergejolak, emas kembali jadi pilihan untuk lindung nilai,” ujar Streible.
Dari sisi geopolitik, perhatian pasar juga tertuju pada negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Brussels menyebut sedang mengupayakan kesepakatan dengan Washington pada akhir bulan ini.
Namun, ketegangan muncul kembali setelah Presiden Donald Trump menyatakan bakal mengumumkan paket tarif baru terhadap sejumlah negara, meski belum menyebutkan rinciannya.
Kebijakan fiskal AS juga kembali jadi sorotan. Minggu lalu, Trump menandatangani undang-undang pemotongan pajak disertai paket belanja besar-besaran yang menurut lembaga independen akan menambah beban utang pemerintah hingga USD3,4 triliun dalam sepuluh tahun ke depan.
Hal ini menambah kekhawatiran investor soal arah keberlanjutan anggaran negara tersebut.
Namun, penguatan harga emas tertahan oleh nilai tukar dolar AS yang kembali menguat. Greenback bertahan mendekati level tertingginya dalam lebih dari dua pekan, membuat harga emas menjadi kurang menarik bagi pembeli luar AS yang menggunakan mata uang lain.
Ini menjadi salah satu alasan mengapa harga emas belum mampu melesat lebih jauh meskipun permintaan safe haven menguat.
FOMC Pikir Ulang Turunkan Suku Bunga
Dari sisi kebijakan moneter, risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 17–18 Juni lalu menunjukkan tidak banyak pejabat The Fed yang mendukung pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Mayoritas perumus kebijakan justru menggarisbawahi risiko inflasi yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Trump.
Meski Trump secara terbuka mendorong pemangkasan suku bunga dan bahkan meminta Ketua The Fed Jerome Powell mundur dari jabatannya, dukungan untuk langkah tersebut dalam rapat resmi terlihat masih terbatas.
Dalam pertemuan terakhirnya, seluruh anggota FOMC sepakat untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen, level yang berlaku sejak akhir tahun lalu.
Sebagai aset tanpa imbal hasil, emas cenderung kehilangan daya tarik di era suku bunga tinggi. Namun dalam kondisi ketidakpastian seperti saat ini, baik dari sisi fiskal, geopolitik, maupun moneter, logam mulia masih menjadi pegangan penting bagi sebagian investor.
Sementara itu, logam mulia lainnya justru melemah. Harga perak di pasar spot turun 1,3 persen ke level USD36,31 per ons, sedangkan platinum merosot 1,1 persen menjadi USD1.344,32 dan paladium persen turun 0,4 o ke posisi USD1.106,35 per ons.
Pasar kini menanti data ekonomi terbaru serta sikap lanjutan dari The Fed dan Gedung Putih untuk menentukan arah berikutnya. Untuk sementara, emas tetap berada di jalur sideways, terombang-ambing antara kekuatan dolar dan kekhawatiran jangka panjang terhadap stabilitas fiskal AS.(*)