KABARBURSA.COM — Harga emas berbalik menguat pada perdagangan Senin, 28 April 2025, seiring munculnya aksi borong oleh investor. Fokus pasar tetap tertuju pada perkembangan perdagangan Amerika Serikat-China dan sejumlah data ekonomi penting.
Seperti dilansir Reuters, harga emas spot tercatat naik 0,5 persen menjadi USD3.335,30 per ons, setelah sebelumnya sempat turun hingga 1,8 persen dalam sesi perdagangan. Sementara itu, kontrak berjangka emas Amerika Serikat ditutup menguat 1,5 persen menjadi USD3.347,70 per ons.
"Kami mulai melihat tanda-tanda awal kelelahan aksi jual," ujar Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities. Ia menambahkan bahwa risiko penurunan harga emas saat ini sangat terbatas.
Ghali menjelaskan bahwa investor Barat, khususnya trader discretionary atau dana makro, belum sepenuhnya mengambil posisi pada reli harga emas terbaru ini. Hal tersebut menyebabkan aktivitas jual terbatas, sehingga harga emas perlahan menguat untuk mencerminkan kondisi tersebut.
Logam mulia yang secara tradisional menjadi lindung nilai terhadap ketidakstabilan politik dan keuangan ini sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di USD3.500,05 per ons pekan lalu, didorong oleh tingginya ketidakpastian global.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa telah terjadi kemajuan dalam hubungan dagang dengan China. Namun, pihak Beijing membantah bahwa pembicaraan perdagangan tengah berlangsung. Selain itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent juga tidak mengonfirmasi pernyataan Trump terkait negosiasi tarif dengan China saat berbicara pada Minggu.
Sementara itu, analis pasar dari City Index dan FOREX.com, Fawad Razaqzada, menyebut bahwa hingga ada pola yang jelas berupa penurunan tertinggi dan terendah harga, serta tercapainya kesepakatan perdagangan yang konkrit, peluang harga emas untuk mencapai rekor baru tetap terbuka.
Mayoritas ekonom dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan risiko tinggi bahwa perekonomian global dapat memasuki resesi pada tahun ini.
Sejumlah data ekonomi Amerika Serikat yang akan dirilis pekan ini menjadi perhatian utama pasar, termasuk laporan lowongan kerja pada Selasa, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) pada Rabu, dan laporan ketenagakerjaan nonpertanian (nonfarm payrolls) pada Jumat. Para pelaku pasar akan mencermati data tersebut untuk menilai dampak dari kebijakan tarif terbaru terhadap perekonomian AS.
Di pasar logam lainnya, harga perak spot tercatat turun 0,1 persen menjadi USD33,03 per ons. Harga platinum naik 1,5 persen menjadi USD986,05 per ons, sedangkan harga palladium melemah 0,4 persen menjadi USD947,27 per ons.
Pasar Menanti Laporan Keuangan Besar
Seiring dengan pergerakan pasar komoditas, indeks S&P 500 pada hari yang sama juga menutup sesi perdagangan dengan perubahan tipis. Indeks acuan tersebut dibebani oleh pelemahan saham-saham megacap di tengah penantian pasar terhadap katalis besar berupa data ekonomi dan laporan keuangan raksasa teknologi Amerika Serikat.
Saham Nvidia turun 2,1 persen dan Amazon melemah 0,7 persen, menjadi beban utama bagi S&P 500 dan menyeret Nasdaq ke zona merah. Tekanan tambahan datang setelah laporan Wall Street Journal menyebut Huawei Technologies dari China tengah menguji prosesor kecerdasan buatannya, yang ditargetkan mampu menggantikan produk-produk kelas atas Nvidia.
Dari kelompok Magnificent Seven, Amazon, Apple, Meta Platforms, dan Microsoft dijadwalkan merilis laporan keuangan kuartalannya pekan ini. Saham Apple naik 0,4 persen dan Meta menguat 0,5 persen, sebagian mengimbangi tekanan dari Nvidia dan Amazon.
Secara keseluruhan, 180 komponen S&P 500 dijadwalkan melaporkan kinerja keuangannya pekan ini. Fokus investor juga tertuju pada kemungkinan dampak kebijakan tarif baru Presiden Donald Trump terhadap laba perusahaan. Jack Ablin, Chief Investment Officer di Cresset Capital, menilai pekan ini sangat penting bagi pasar, terutama dengan empat raksasa Magnificent Seven yang akan melaporkan kinerjanya.
Dalam perdagangan Senin, Dow Jones Industrial Average naik 114,09 poin atau 0,28 persen menjadi 40.227,59. S&P 500 menguat 3,54 poin atau 0,06 persen ke level 5.528,75, sedangkan Nasdaq Composite melemah 16,81 poin atau 0,10 persen ke posisi 17.366,13. Kenaikan tipis S&P 500 ini menandai penguatan harian kelima berturut-turut, terpanjang sejak awal November 2024.
Meskipun laba kuartal I 2025 perusahaan-perusahaan S&P 500 diperkirakan meningkat 10,9 persen secara tahunan menurut data LSEG, banyak perusahaan mengungkapkan ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan. Dari 179 perusahaan yang telah melaporkan, 78 memberikan panduan laba negatif sementara 32 positif, mencatat rasio 2,4, sedikit di bawah rasio 2,6 tahun sebelumnya.
Investor juga menantikan rilis indeks harga PCE dan laporan ketenagakerjaan yang akan memperlihatkan sejauh mana tarif baru berdampak terhadap ekonomi AS.
Sementara itu, saham Boeing menguat 2,4 persen setelah peringkat saham dan target harganya dinaikkan oleh Bernstein. Saham Spirit AeroSystems juga naik 2,6 persen setelah Airbus sepakat mengambil alih beberapa fasilitas produksinya.
Di lantai bursa NYSE, saham yang menguat mengungguli saham yang turun dengan rasio 2 banding 1, sedangkan di Nasdaq dengan rasio 1,27 banding 1. S&P 500 mencetak tiga rekor tertinggi baru dalam 52 pekan terakhir dan dua rekor terendah, sementara Nasdaq Composite mencatat 47 rekor tertinggi baru dan 53 rekor terendah. Volume perdagangan di bursa AS tercatat sebanyak 17,05 miliar saham. (