Logo
>

Harga Minyak Dunia Naik Tajam, Ancaman Trump ke Putin Jadi Katalis

Brent dan WTI sempat tenggelam ke posisi terendah masing-masing sejak 5 dan 2 Juni

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Harga Minyak Dunia Naik Tajam, Ancaman Trump ke Putin Jadi Katalis
Ilustrasi minyak dunia. Foto: dok Pertamina

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak global melonjak ke level tertinggi dalam sepekan terakhir, terdorong oleh peringatan keras Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin. Trump menyiratkan akan ada “konsekuensi berat” bila pertemuan keduanya terkait konflik Ukraina gagal mencapai titik damai.

    Mengutip data perdagangan Jumat, 15 Agustus 2025, minyak mentah Brent berjangka terkerek naik USD1,21 atau 1,8 persen ke level USD66,84 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melesat USD1,31 atau 2,1 persen menjadi USD63,96 per barel. Lonjakan ini menandai pemulihan dari tekanan teknikal dalam tiga hari terakhir, sekaligus membawa Brent mencetak penutupan tertinggi sejak 6 Agustus.

    Sebelumnya, Brent dan WTI sempat tenggelam ke posisi terendah masing-masing sejak 5 dan 2 Juni. Tekanan datang dari laporan bearish soal stok dan suplai minyak global yang dirilis oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) serta Badan Energi Internasional (IEA).

    Trump menyebut Putin memberi sinyal terbuka menjelang KTT di Alaska, yang disebut-sebut sebagai kesempatan emas untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Ukraina. Namun, sehari sebelum KTT, Trump memperingatkan bahwa jika tidak ada titik temu, maka sanksi ekonomi bisa kembali diberlakukan—kali ini dengan bobot yang jauh lebih serius.

    Rusia, yang pada 2024 tercatat sebagai produsen minyak terbesar kedua di dunia setelah AS, menjadi perhatian pasar. Pelonggaran sanksi terhadap Moskow dipandang dapat memperbesar suplai minyak global, mengubah peta keseimbangan pasokan dalam sekejap.

    Ancaman Trump pun tak berhenti di situ. Ia turut menegaskan kemungkinan dikenakannya tarif sekunder terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia seperti China dan India, jika Rusia terus melanjutkan agresinya.

    “Ketidakpastian seputar KTT AS-Rusia menciptakan premi risiko yang kian tinggi. Pembeli minyak Rusia bisa menghadapi tekanan ekonomi lanjutan,” tulis Rystad Energy dalam memo kepada para klien.

    Namun di balik ketegangan geopolitik, sebagian analis tetap skeptis bahwa Trump akan mengambil langkah ekstrem yang secara nyata dapat mengguncang pasar energi. Pasalnya, risiko ekonomi domestik juga menjadi pertimbangan utama.

    Dari sisi moneter, ekspektasi akan pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve pada September turut memperkuat harga minyak. Para pelaku pasar menilai langkah itu hampir pasti dilakukan, setelah data inflasi konsumen AS pada Juli hanya mencatatkan kenaikan terbatas.

    Penurunan suku bunga berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi dan kredit, yang pada akhirnya bisa mengerek permintaan energi, termasuk minyak mentah. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, bahkan menyebut pemangkasan hingga 50 basis poin bukan hal mustahil, mempertimbangkan lemahnya data ketenagakerjaan belakangan ini.

    Namun lonjakan harga produsen menjadi momok tersendiri. Inflasi di level produsen memicu kekhawatiran sebagian pengambil kebijakan di bank sentral, memicu perdebatan panas soal urgensi pelonggaran moneter dan memanaskan hubungan The Fed dengan Gedung Putih.

    Sementara itu di Eropa, kabar datang dari Norwegia. Investasi sektor minyak dan gas negara tersebut diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun ini, sebelum mulai menyusut di 2026 seiring rampungnya sejumlah megaproyek. Norwegia sendiri menyumbang sekitar 2% dari produksi minyak dunia dan kini menjadi pemasok gas pipa terbesar di Eropa, menyusul invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.