KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah global ditutup menguat pada perdagangan Jumat, 26 September 2025, seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan langkah Rusia memperketat ekspor bahan bakar.
Meski Brent dan WTI mencatatkan reli harian yang solid, analisis teknikal harian menunjukkan sinyal netral. Kondisi ini menandakan pasar masih berada dalam fase konsolidasi.
Kenaikan harga minyak terjadi setelah Ukraina kembali melancarkan serangan drone terhadap infrastruktur energi Rusia, yang memukul kapasitas ekspor negara tersebut.
Brent ditutup menguat 1,02 persen ke level USD70,13 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 1,14 persen ke USD65,72 per barel. Kedua benchmark utama itu kini berada di jalur kenaikan mingguan terbesar sejak pertengahan Juni, karena didorong oleh meningkatnya risiko pasokan dari Rusia.
Rusia sebelumnya mengumumkan larangan parsial ekspor diesel hingga akhir tahun, disertai perpanjangan larangan ekspor bensin. Kondisi ini telah menimbulkan kelangkaan bahan bakar di beberapa wilayah Rusia dan memperketat pasokan global.
Tekanan semakin diperbesar oleh pernyataan pejabat AS yang mendesak sekutu untuk mengurangi impor energi dari Rusia, dengan India dan Turki disebut sebagai target potensial pengurangan.
Di sisi lain, NATO juga mengeluarkan peringatan keras atas potensi eskalasi lebih lanjut, meningkatkan prospek sanksi tambahan terhadap sektor energi Rusia.
Irak Lanjutkan Ekspor, Permintaan Direvisi Naik
Dari perspektif pasokan global, Irak menyatakan akan melanjutkan ekspor minyak dari wilayah Kurdistan melalui pelabuhan Ceyhan di Turki. Meski demikian, pasar masih menunggu sejauh mana volume ekspor tambahan itu mampu menutupi ketidakpastian akibat konflik Rusia-Ukraina.
Pada sisi permintaan, data pertumbuhan ekonomi AS yang direvisi naik menjadi 3,8 persen turut memberi dukungan sentimen positif. Dengan The Fed baru saja memangkas suku bunga 25 basis poin pekan lalu, ekspektasi akan stimulus tambahan masih terbuka.
Namun, data ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan justru dapat memperlambat langkah bank sentral dalam menurunkan suku bunga berikutnya, sehingga menjadi variabel penting dalam proyeksi permintaan minyak ke depan.
Secara teknikal, baik WTI maupun Brent berada pada sinyal netral. WTI memperlihatkan kombinasi indikator campuran, di mana RSI di level 49,7 berada pada zona netral, sementara MACD dan Williams %R memberi sinyal jual.
Namun, dukungan dari moving average jangka pendek (MA5 hingga MA20) masih menunjukkan potensi beli, sedangkan MA50 hingga MA200 konsisten menekan ke arah jual.
Situasi serupa terlihat pada Brent, di mana RSI masih netral, namun indikator MACD, Williams %R, hingga Ultimate Oscillator cenderung melemah. Walau ada momentum beli dari MA jangka pendek, tren jangka menengah hingga panjang tetap menekan harga.
Pivot point untuk WTI berada di kisaran USD62,8–63,8 dengan resistensi kuat di USD65,9, sementara Brent menguji area $67,2–68,1 dengan resistensi potensial di $70,3. Hal ini menegaskan bahwa reli masih berpeluang berlanjut, namun terbatas oleh area teknikal yang ketat.
Secara keseluruhan, reli harga minyak dunia masih ditopang oleh tensi geopolitik dan kebijakan ekspor Rusia yang ketat. Namun, dari sisi teknikal, baik WTI maupun Brent menunjukkan kecenderungan konsolidasi dengan sinyal netral.
Investor kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari konflik Rusia-Ukraina, arah kebijakan Fed, serta realisasi pasokan dari Kurdistan. Dalam jangka pendek, volatilitas diperkirakan tetap tinggi, dengan tren harga bergantung pada kombinasi sentimen geopolitik dan fundamental makroekonomi global.(*)