KABARBURSA.COM – Harga minyak turun ke level terendah dalam sepekan pada perdagangan Senin, 4 Agustus 2025, setelah OPEC+ sepakat menaikkan produksi secara signifikan pada September, memperkuat kekhawatiran kelebihan pasokan di tengah lemahnya permintaan bahan bakar di Amerika Serikat sebagai negara konsumen utama.
Seperti dilansir Reuters, kontrak berjangka Brent turun 91 sen atau 1,3 persen menjadi USD68,76 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS melemah USD1,04 atau 1,5 persen menjadi USD66,29 per barel.
Keduanya mencatat posisi penutupan terendah dalam sepekan, setelah anjlok hampir 3 persen pada Jumat lalu.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+), dalam pertemuan hari Minggu, menyepakati peningkatan produksi sebesar 547.000 barel per hari (bph) untuk September.
Langkah ini merupakan bagian dari rangkaian kenaikan produksi yang dipercepat guna merebut pangsa pasar dan menandai pembalikan penuh serta lebih awal dari pemangkasan output terbesar kelompok tersebut, sekitar 2,5 juta bph atau setara 2,4 persen dari permintaan global.
Meski OPEC+ menyatakan kondisi pasar tetap sehat sebagai dasar keputusan tersebut, data pemerintah AS pekan lalu menunjukkan permintaan bensin pada bulan Mei, yakni awal musim mengemudi musim panas di AS, merupakan yang terlemah sejak pandemi COVID-19 pada 2020.
Selain itu, produksi minyak AS pada bulan Mei juga mencetak rekor tertinggi bulanan, memperparah kekhawatiran pasar akan kelebihan pasokan global.
Pelaku pasar kini bersiap menghadapi potensi kenaikan pasokan lebih lanjut dari OPEC+, dengan kemungkinan pembahasan pencabutan tambahan pemangkasan 1,65 juta bph dalam pertemuan selanjutnya pada 7 September yang turut menekan harga minyak.
“OPEC+ masih memiliki kapasitas cadangan produksi yang cukup besar, dan pasar kini mengamati dengan cermat apakah kelompok tersebut akan mengaktifkannya,” ujar analis StoneX, Alex Hodes.
“Sejauh ini, belum ada sinyal jelas bahwa OPEC+ akan menggunakan kapasitas tambahan ini, namun kemungkinannya tetap ada,” tambahnya.
Analis Goldman Sachs memperkirakan tambahan pasokan riil dari delapan negara anggota OPEC+ yang telah menaikkan produksi sejak Maret hanya akan mencapai 1,7 juta bph, karena sebagian anggota lainnya justru memangkas produksi akibat kelebihan kuota sebelumnya.
Sementara itu, investor juga terus mencermati dampak tarif baru AS terhadap ekspor dari puluhan mitra dagangnya, serta tetap waspada terhadap sanksi baru AS terhadap Rusia.
Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif sekunder 100 persen bagi pembeli minyak mentah Rusia, sebagai tekanan agar Moskow menghentikan perang di Ukraina.
Pada Senin, Trump juga menyatakan akan secara signifikan menaikkan tarif terhadap India karena tetap membeli minyak dari Rusia, meskipun dua sumber pemerintah India mengatakan kepada Reuters bahwa negara itu akan melanjutkan pembelian.
Perkembangan tersebut turut membatasi pelemahan harga minyak. Menurut analis ING, sekitar 1,7 juta bph pasokan minyak mentah bisa terdampak jika kilang India menghentikan pembelian dari Rusia.
“Fokus pasar kini tertuju pada keputusan Presiden Trump terkait Rusia pada Jumat nanti, apakah ia akan mengenakan sanksi atau tarif sekunder kepada para pembeli minyak Rusia,” ujar analis UBS, Giovanni Staunovo. (*)