KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia mengalami kenaikan sebesar 1 persen pada Rabu, 17 September 2025 dini hari WIB setelah Ukraina melancarkan serangan melalui drone ke pelabuhan kilang minyak Rusia.
Harga minyak mentah Brent USD1,03 atau naik 1,5 persen menjadi USD68,47 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik USD1,22 atau 1,9 persen menjadi USD64,52 per barel.
Mengutip Reuters, drone Ukraina telah menyerang infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir yang mengakibatkan gangguan operasi di terminal minyak utama Rusia di bagian barat, Primorsk.
Kondisi ini menjadi peringatan untuk produsen bahwa mereka harus memangkas, produksi menyusul serangan pesawat tak berawak Ukraina tersebut.
"Serangan ke terminal ekspor seperti Primorsk lebih ditujukan untuk membatasi kemampuan Rusia menjual minyaknya ke luar negeri, sehingga memengaruhi pasar ekspor," kata analis JP Morgan dikutip dari Reuters.
"Yang lebih penting, serangan ini menunjukkan meningkatnya keinginan untuk mengganggu pasar minyak internasional, yang berpotensi menambah tekanan kenaikan harga minyak," tambah mereka.
Goldman Sachs memperkirakan serangan Ukraina telah menghilangkan sekitar 300.000 barel per hari kapasitas penyulingan minyak Rusia pada bulan Agustus 2025.
Analis StoneX Energy, Alex Hodes menyebut harga minyak diesel berjangka AS terakhir naik 2,5 persen, melampaui harga minyak WTI dan bensin berjangka AS. Situasi di Rusia dapat menyebabkan pengetatan pasar minyak diesel AS.
"Jika kilang-kilang minyak Rusia mengalami kerusakan besar, hal itu dapat meningkatkan permintaan ekspor solar AS dan berpotensi mempertahankan kurva inversi ke depan," kata Hodes.
Selain konflik antar Rusia dan Ukraina, kenaikan harga minyak juga dipicu oleh sikap pasar yang memperhatikan pertemuan Federal Reserve atau The Fed pada 16-17 September 2025.
Bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga yang bisa menggairahkan perekonomian dan meningkatkan permintaan bahan bakar. Namun, para analis tetap berhati-hati terhadap kondisi ekonomi AS.
Selain itu, pasar juga memperhitungkan kemungkinan penurunan persediaan minyak mentah di AS.