KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia ditutup melemah tipis pada perdagangan Senin (22/7), setelah sanksi baru dari Uni Eropa terhadap Rusia diperkirakan tidak banyak memengaruhi pasokan global. Namun, kekhawatiran pasar akan potensi penurunan suplai diesel menahan pelemahan lebih lanjut.
Minyak Brent ditutup turun 7 sen atau 0,1 persen ke level USD 69,21 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 14 sen atau 0,2 persen ke USD 67,20 per barel.
Uni Eropa pada Jumat lalu mengesahkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Sanksi ini juga menyasar Nayara Energy dari India yang menjadi eksportir produk olahan dari minyak Rusia.
"Pasar saat ini percaya bahwa pasokan tetap akan mengalir ke pasar dengan berbagai cara. Tidak ada kekhawatiran besar," kata John Kilduff, mitra di Again Capital, New York.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Rusia telah memiliki tingkat imunitas tertentu terhadap sanksi-sanksi dari Barat. Pernyataan ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang membeli ekspor energi Rusia, kecuali Moskow menyetujui kesepakatan damai dalam waktu 50 hari.
Analis dari ING menyebut bahwa bagian dari paket sanksi yang kemungkinan berdampak adalah larangan impor Uni Eropa atas produk olahan dari minyak Rusia yang diproses di negara ketiga. Namun, mereka juga menyoroti tantangan dalam pemantauan dan penegakan kebijakan tersebut.
Di sisi lain, kekhawatiran investor akan potensi gangguan pasokan diesel mulai menahan penurunan harga minyak. “Seiring berjalannya hari, selisih harga diesel mulai menguat tajam, mengindikasikan pasar tak bisa mengabaikan potensi gangguan pasokan dari Rusia yang bisa memperketat suplai diesel,” ujar Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Selisih harga antara gasoil rendah sulfur dengan Brent ditutup pada USD 26,31, naik sekitar 3 persen dan menjadi yang tertinggi sejak Februari 2024. “Pasokan minyak mentah masih bisa dialihkan, tapi pasokan diesel yang ketat jauh lebih sulit digeser,” tambah Flynn.
Sementara itu, Iran sebagai produsen minyak lain yang terkena sanksi dijadwalkan menggelar pembicaraan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada Jumat mendatang. Pertemuan ini digelar setelah ketiga negara Eropa mengancam akan memberlakukan kembali sanksi internasional bila Teheran tidak melanjutkan negosiasi.
Dari Amerika Serikat, jumlah rig minyak aktif turun dua unit menjadi 422 unit pekan lalu, terendah sejak September 2021, menurut laporan Baker Hughes. “Aktivitas pengeboran minyak diperkirakan tetap rendah sepanjang sisa tahun ini,” ujar analis StoneX, Alex Hodes, dalam catatannya.
Meski begitu, Hodes menilai harga minyak saat ini belum cukup rendah untuk menyebabkan penurunan investasi secara drastis. Ia menyebut pasar masih memiliki ruang stabil secara investasi.
Di sisi lain, tarif impor AS terhadap produk Uni Eropa dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan optimisme bahwa kesepakatan dagang dengan blok Eropa masih bisa dicapai.
Kilduff dari Again Capital menilai tarif tersebut bisa berdampak negatif terhadap permintaan minyak dan aktivitas ekonomi. Meski demikian, analis dari IG Market, Tony Sycamore, mengatakan bahwa data inventori minyak pekan ini bisa menopang harga jika menunjukkan adanya pengetatan pasokan.