KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah mengalami lonjakan signifikan pada perdagangan Rabu waktu setempat, 12 Maret 2025. Kenaikan ini didorong oleh laporan persediaan minyak Amerika Serikat yang lebih ketat dari perkiraan serta penguatan permintaan bahan bakar.
Minyak mentah Brent, sebagai patokan global, naik 2 persen atau USD1,39, menembus level USD70,95 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat lebih tinggi, naik 2,2 persen atau USD1,43 menjadi USD67,68 per barel.
Salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan harga minyak adalah laporan dari pemerintah AS yang menunjukkan stok minyak mentah hanya bertambah 1,4 juta barel dalam sepekan terakhir. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang memperkirakan kenaikan sebesar 2 juta barel.
Selain itu, stok bensin mengalami penurunan tajam hingga 5,7 juta barel, jauh lebih dalam dari perkiraan analis yang hanya memproyeksikan penurunan 1,9 juta barel. Stok bahan bakar sulingan juga mencatat penurunan lebih besar dari ekspektasi.
Analis pasar energi menilai bahwa angka ini mencerminkan permintaan yang lebih kuat dari yang diperkirakan, sehingga berpotensi mendorong harga minyak lebih tinggi. Selain itu, pelemahan dolar AS turut berperan dalam menopang harga minyak, mengingat minyak yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli dengan mata uang lain.
Saat ini Indeks dolar AS (DXY) tercatat turun 0,5 persen dan menyentuh level terendah dalam lima bulan terakhir, di tengah ketidakpastian ekonomi global serta ketegangan perdagangan antara AS dan Uni Eropa.
Di sisi lain, investor masih dibayangi oleh potensi perlambatan ekonomi AS dan dampak kebijakan tarif terhadap pertumbuhan global. Kebijakan agresif Presiden AS Donald Trump dalam memberlakukan tarif impor diperkirakan akan meningkatkan harga barang dan dapat memicu lonjakan inflasi dalam beberapa bulan mendatang.
Meskipun laporan inflasi terbaru menunjukkan kenaikan harga konsumen yang lebih rendah dari ekspektasi, kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang dari kebijakan tarif masih menjadi perhatian utama pasar.
Sementara itu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tetap mempertahankan perkiraannya terkait pertumbuhan permintaan minyak global pada 2025. OPEC menilai bahwa aktivitas perjalanan udara dan darat akan menjadi pendorong utama konsumsi minyak dunia.
Namun, organisasi ini juga mencatat adanya peningkatan produksi sebesar 363.000 barel per hari dalam kelompok OPEC+, dengan Kazakhstan menjadi negara yang mencatat lonjakan produksi terbesar.
Di tengah volatilitas pasar, para pelaku industri tetap mencermati berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga minyak. Meskipun pasokan minyak saat ini lebih ketat dari perkiraan, ketidakpastian ekonomi global serta dampak kebijakan perdagangan masih menjadi faktor yang dapat menekan harga dalam beberapa waktu ke depan.
Stabilitas MEDC dan Penguatan ELSA
Gejolak harga emas dunia memberikan sentimen tersendiri bagi pergerakan saham energi seperti MEDC dan ELSA.
Saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) terpantau stabil di level Rp1.000 per lembar, tanpa perubahan dari sesi sebelumnya. Sepanjang perdagangan, saham ini bergerak dalam kisaran Rp995 hingga Rp1.015 per lembar.
Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp25,14 triliun, MEDC masih menjadi salah satu pemain utama di sektor energi. Rasio harga terhadap laba (P/E ratio) yang berada di angka 4,25 menunjukkan valuasi yang relatif murah dibandingkan profitabilitasnya.
Selain itu, dengan imbal hasil dividen sebesar 5,00 persen, saham ini tetap menarik bagi investor yang mencari kombinasi antara pertumbuhan dan pendapatan pasif.
Namun, tantangan bagi MEDC terlihat dari posisinya yang mendekati titik terendah dalam setahun terakhir, yakni Rp990 per lembar. Meski masih jauh dari puncak Rp1.635, stabilitas harga saat ini bisa menjadi indikasi adanya potensi pemulihan atau justru konsolidasi dalam jangka pendek.
Di sisi lain, PT Elnusa Tbk (ELSA) mencatat kenaikan 1,03 persen, menutup perdagangan di level Rp392 per lembar. Saham ini dibuka di Rp390 dan sempat menyentuh harga tertinggi Rp394 sebelum akhirnya ditutup lebih tinggi dari sesi sebelumnya.
Dengan kapitalisasi pasar Rp2,86 triliun dan P/E ratio sebesar 4,42, ELSA menunjukkan valuasi yang juga cukup atraktif di sektor energi. Yang lebih menarik adalah imbal hasil dividen ELSA yang mencapai 7,03 persen, menjadikannya pilihan menarik bagi investor yang mengincar pendapatan dividen.
Dalam rentang satu tahun terakhir, saham ELSA sempat mencapai level tertinggi Rp545 dan terendah Rp376. Dengan harga saat ini yang masih berada di kisaran batas bawah, potensi kenaikan masih terbuka, terutama jika didukung oleh sentimen positif di sektor energi dan kebijakan perusahaan yang mendorong pertumbuhan.
Dinamika pergerakan harga kedua saham ini mencerminkan bagaimana sektor energi masih menjadi perhatian utama investor, terutama dalam menghadapi berbagai faktor eksternal seperti harga minyak dunia, kebijakan pemerintah, serta perkembangan ekonomi global.
MEDC yang stabil di level psikologis Rp1.000 menandakan konsolidasi yang bisa berlanjut sebelum ada katalis baru, sementara ELSA menunjukkan potensi pemulihan yang lebih cepat dengan pergerakan yang lebih aktif.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.