KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia pada perdagangan Kamis pagi WIB, 4 Desember 2025, menguat terbatas. Penguatan terjadi setelah Amerika Serikat dan Rusia gagal mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina.
Lantas, apa yang menyebabkan penguatan harga minyak terbatas?
Lagi-lagi ini soal kelebihan pasokan. Sentimen pasar tertekan oleh laporan terbaru dari Badan Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat. Dalam laporan tersebut diketahui ketersediaan minyak mentah, bensin dan distilat pada pekan terakhir, 28 November 2025, mengalami kenaikan.
Stok minyak mentah naik 574.000 barel, sementara analis justru memperkirakan akan terjadi penurunan produksi sebesar 821.000 barel. Tidak hanya minyak mentah, persediaan bensin ikut melonjak sebanyak 4,52 juta barel. Kenaikan ini jauh di atas ekspektasi, yaitu 1,5 juta barel.
Begitu pula dengan distilat yang bertambah menjadi 2,1 juta barel, melampaui perkiraan pasar sebesar 700.000 barel. Data yang berlawanan dengan proyeksi ini disebabkan oleh publikasi yang sempat tertunda akibat kendala teknis.
Karena itu minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan internasional, ditutup naik 22 sen atau 0,4 persen menjadi USD62,67 per barel. Sementara, berdasarkan laporan Reuters, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, patokan Amerika Serikat, menguat 31 sen atau 0,5 persen menjadi USD58,95. Harga keduanya sempat merosok lebih dari 1 persen pada sesi sebelumnya.
“Pasokan global secara keseluruhan masih sangat berlimpah. Pasar sedang menyesuaikan diri, terutama usai pembicaraan damai Ukraina-Rusia yang akan tertunda. Saat ini, perdagangan minyak tetap dalam kondisi rawan, karena situasi geopolitik semakin kompleks,” begitu kata Senior Vice President BOK Financial Dennis Kissler.
Perang Ukraina-Rusia Belum Usai
Sementara itu, jika dilihat dari faktor geopolitik, Amerika Serikat dan Rusia gagal mengakhiri perang usai kesepakatan tidak diperoleh. Padahal, kesepakatan damai ini menjadi sebuah terobosan yang berpotensi meringankan sanksi terhadap sektor minyak Moskow.
Ketegangan justru meningkat setelah perundingan yang berlangsung selama 5 jam antara Presiden Rusia Vladimir Putin dengan utusan senior Presiden AS Donald Trump gagal menghasilkan kesepakatan.
Padahal, kesepakatan tersebut sangat dinantikan pasar, karena dapat membuka kemungkinan pencabutan sanksi terhadap perusahaan minyak besar Rusia, seperti Rosneft dan Lukoil. Kedua perusahaan besar tersebut diketahui selama ini menahan pasokan minyak global.
Putin sendiri sempat menuduh Eropa menghalangi upaya Amerika Serikat untuk mengakhiri perang. Saat itu, AS mengajukan proposal yang disebut Putin sama sekali tidak bisa diterima oleh Moskow.
Sementara, Ukraina berlaku di luar kendali. Serangan terhadap fasilitas ekspor minyak di pesisir Laut Hitam semakin mempertegas ketegangan dan risiko geopolitik. Tidak hanya menyerang fasilitas ekspor di pesisir Laut Hitam, Ukraina juga menyerang dua kapal tanker yang masuk dalam daftar sanksi karena mengangkut minyak Rusia pada pekan lalu.
Dari sini ketegangan semakin menganga, di mana Putin menegaskan bahwa Rusia akan mengambil Tindakan terhadap kapal tanker negara-negara yang telah membantu Ukraina melakukan serangan.(*)