KABARBURSA.COM – Harga minyak naik hampir 2 persen pada Senin, 7 Juli 2025, didorong oleh tanda-tanda permintaan yang kuat yang mampu mengimbangi kekhawatiran pasar atas keputusan OPEC+ menaikkan produksi lebih besar dari perkiraan untuk Agustus dan ketidakpastian terkait tarif baru dari Amerika Serikat.
Kontrak berjangka Brent ditutup naik USD1,28 atau 1,9 persen menjadi USD69,58 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 93 sen atau 1,4 persen ke level USD67,93. Sebelumnya di awal sesi, Brent sempat menyentuh level terendah USD67,22 dan WTI jatuh ke USD65,40.
“Gambaran pasokan memang meningkat, tetapi permintaan yang kuat juga masih di atas ekspektasi,” ujar Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Bidang Perdagangan di BOK Financial.
Data industri perjalanan yang dirilis pekan lalu menunjukkan rekor jumlah warga AS yang bepergian menggunakan darat dan udara untuk libur Hari Kemerdekaan 4 Juli, menambah sentimen positif pada sisi permintaan.
Pada Sabtu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) sepakat untuk menaikkan produksi sebesar 548.000 barel per hari mulai Agustus, melebihi kenaikan sebelumnya yang berkisar 411.000 barel per hari untuk tiga bulan terakhir. Keputusan ini membawa kembali hampir 80 persen dari total pemangkasan sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari oleh delapan negara OPEC ke pasar, menurut analis RBC Capital yang dipimpin Helima Croft.
Namun, peningkatan pasokan yang terjadi sejauh ini dikatakan lebih kecil dari rencana, dan sebagian besar berasal dari Arab Saudi. Menunjukkan keyakinan akan permintaan, Arab Saudi pada Minggu menaikkan harga jual Arab Light untuk pengiriman Agustus ke Asia ke level tertinggi dalam empat bulan.
Analis Goldman Sachs memperkirakan OPEC+ akan mengumumkan kenaikan akhir sebesar 550.000 barel per hari untuk September pada pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada 3 Agustus.
Sementara itu, harga minyak sempat tertekan setelah pejabat AS mengisyaratkan adanya penundaan waktu pemberlakuan tarif baru, meskipun rincian perubahan tarif yang akan dikenakan belum dijelaskan. Investor khawatir bahwa tarif yang lebih tinggi bisa memperlambat aktivitas ekonomi dan permintaan minyak global.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan pada Senin bahwa pemerintah AS akan mengumumkan sejumlah kebijakan perdagangan dalam 48 jam ke depan. Ia juga mengaku telah menerima banyak tawaran negosiasi dari berbagai negara yang ingin mencapai kesepakatan sebelum tenggat 9 Juli.
“Meski arah kebijakan dagang AS masih berkembang, perpanjangan tenggat waktu dan pengurangan tekanan tarif membantu mengangkat kekhawatiran permintaan yang telah membayangi pasar sejak April,” ujar Jeffrey McGee, Managing Director dari firma penasihat Makai Marine Advisors.
Di sisi geopolitik, kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman mengklaim pada Senin bahwa kapal kargo yang mereka serang dengan tembakan senjata, roket, dan kapal tanpa awak bermuatan bahan peledak telah tenggelam di Laut Merah, dalam serangan laut lepas pertama mereka tahun ini.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan bertemu Presiden Trump di Gedung Putih pada Senin, sementara pejabat Israel juga menggelar pembicaraan tidak langsung dengan Hamas untuk merintis kesepakatan gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera yang dimediasi AS.
Di saat yang sama, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan ia yakin Iran dapat menyelesaikan perbedaan dengan AS melalui dialog, meski rasa saling percaya akan menjadi hambatan setelah serangan militer dari AS dan Israel terhadap negaranya, menurut wawancara yang dirilis pada Senin. (*)