Logo
>

Harga Minyak Tergelincir Lebih Dua Persen, Analis: Diprediksi USD50 per Barel

Harga minyak anjlok setelah AS mendorong kerangka perdamaian Rusia-Ukraina, memicu kekhawatiran pasokan Rusia kembali membanjiri pasar di tengah fundamental permintaan yang melemah.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Minyak Tergelincir Lebih Dua Persen, Analis: Diprediksi USD50 per Barel
Ilustrasi harga minyak dunia. Foto: freepik

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia kembali tergelincir dalam tekanan berat. Sinyal diplomatik dari Washington mengubah persepsi pasar terhadap risiko geopolitik global. Laporan bahwa Amerika Serikat (AS) kembali mendorong kerangka perdamaian untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, segera memicu aksi jual besar di pasar energi. 

Bayangan stabilisasi kawasan konflik tersebut membuat pelaku pasar mengantisipasi potensi bertambahnya pasokan minyak Rusia ke pasar global.

Pada penutupan perdagangan Rabu waktu New York, 19 November 2025, minyak mentah Brent anjlok 2,13 persen ke USD63,51 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dalam, yaitu 2,21 persen ke USD59,14 per barel. 

Penurunan ini menandai respon pasar yang cepat terhadap laporan bahwa Washington telah menyusun kerangka perdamaian. Kerangka ini telah disampaikan langsung kepada Kyiv. 

Laporan tersebut sepertinya mencakup penyerahan sebagian wilayah dan pengurangan persenjataan. Jika proposal diterima, maka konflik yang selama dua tahun terakhir ini memperketat suplai energi global, dapat diakhiri.

Bagi pasar minyak, prospek meredanya konflik dapat diartikan bahwa harga harus menyesuaikan ekspektasi pasokan. Karena, selama ini sanksi terhadap Rusia membuat sebagian besar minyaknya mengalir melalui jalur perdagangan alternatif. Tidak hanya itu, penyimpanannya pun terapung dan transaksi tidak tercatat. 

Dengan potensi normalisasi hubungan atau berkurangnya ketegangan, pasar akan mengantisipasi kemungkinan minyak Rusia kembali membanjiri pasar formal. 

Analis Scott Shelton dari TP ICAP Group bahkan memperingatkan bahwa harga minyak berisiko turun ke kisaran USD50-an jika pasokan yang sebelumnya terhambat sanksi mulai kembali ke rantai distribusi global.

Sanksi Energi Rosneft dan Lukoil

Tekanan terhadap Rusia sebenarnya meningkat setelah Amerika menjatuhkan sanksi kepada raksasa energi Rosneft dan Lukoil bulan lalu. Perusahaan-perusahaan global ini diberi waktu hingga 21 November untuk memutus hubungan bisnis.

Kementerian Keuangan AS menyebut, sanksi ini dapat menekan pendapatan minyak Moskow secara signifikan. Namun di sisi lain, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak menolak anggapan bahwa sanksi merusak produksi minyak negaranya. 

Novak justru optimistis bahwa Rusia mampu mencapai kuota produksi OPEC+ pada akhir 2025 atau awal 2026. Pernyataan inilah yang semakin menambah ketidakpastian pasar terkait arah suplai global.

Di tengah tekanan geopolitik yang memudar, pasar mulai mengalihkan fokus ke fundamental. Analis Rystad EnergycJaniv Shah, menilai tekanan terbesar terjadi menjelang tenggat sanksi AS pada Jumat. 

Permintaan dan Stok Global jadi Sentimen Pergerakan Minyak

Hilangnya ketegangan geopolitik membuat investor kembali menilai lemahnya permintaan global serta tingginya stok minyak sebagai faktor utama pembentuk harga. Namun koreksi tajam harga minyak sedikit tertahan setelah Badan Informasi Energi (EIA) Amerika melaporkan bahwa penurunan stok minyak mentah di luar ekspektasi, karena meningkatnya aktivitas kilang dan ekspor.

Laporan EIA ini sempat memberi napas pendek bagi harga, tetapi belum cukup kuat untuk mengubah tren. Sentimen dominan tetap menunjukkan bahwa dinamika pasokan—baik dari Rusia, OPEC+, maupun Amerika—masih menjadi variabel utama dalam menentukan arah harga dalam jangka pendek. 

Pasar kini berada dalam situasi yang lebih sensitif: ketika risiko geopolitik menyusut, harga minyak cenderung kembali ditentukan oleh fundamental yang rapuh dan ekspektasi terhadap suplai yang berpotensi berlimpah.

Dengan ketidakpastian geopolitik yang berubah cepat dan tekanan sanksi menjelang tenggat waktu, performa harga minyak dunia berada di persimpangan penting. Jika potensi perdamaian Rusia–Ukraina benar-benar menguat, pasar bisa memasuki fase penyesuaian harga lebih dalam. 

Sebaliknya, jika sanksi memperketat ekspor Rusia lebih lama dari perkiraan, rebound harga minyak tetap terbuka, meski kemungkinan tersebut terlihat lebih kecil.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79