Logo
>

Harga Pangan Melonjak, Beban Kelas Menengah Makin Berat

Ditulis oleh KabarBursa.com
Harga Pangan Melonjak, Beban Kelas Menengah Makin Berat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Beban masyarakat kelas menengah semakin meningkat, imbas dari kenaikan harga pangan yang masih tinggi tanpa diimbangi kenaikan pendapatan. Kondisi ini bisa membuat kelas menengah rentan jatuh ke jurang kemiskinan.

    Berbeda dengan masyarakat kelas bawah, kelas menengah minim mendapatkan bantuan fiskal dari pemerintah karena dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibatnya, tabungan mereka makin menipis untuk memenuhi kebutuhan harian yang tak terduga.

    Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo, menyatakan bahwa pemerintah telah membuat kebijakan fiskal untuk masyarakat kelas menengah. Diantaranya, pemberdayaan UMKM melalui kredit usaha rakyat (KUR), insentif perumahan hingga Rp 5 miliar dengan pemberian pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP), serta dukungan fiskal untuk mobil listrik melalui PPN DTP dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

    Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa insentif dan program yang diberikan pemerintah belum cukup. Menurutnya, kenaikan harga pangan tahunan yang masih tinggi dan tekanan biaya bahan baku industri akibat pelemahan nilai tukar rupiah menjadi masalah utama kelas menengah saat ini.

    “Pemberdayaan UMKM lewat KUR perlu didorong lebih besar ke sektor produktif dengan plafon yang lebih besar. Perluasan bantuan sosial juga mendesak ke kelompok menengah rentan, bukan hanya orang miskin,” ujar Bhima.

    Bhima mencatat, 40 persen masyarakat kelas menengah pada Maret 2024 memiliki kontribusi 37 persen terhadap konsumsi nasional. Sehingga, sepertiga hidup matinya ekonomi bergantung pada kelas menengah. Dengan tekanan yang terus berlanjut, Bhima khawatir konsumsi rumah tangga hanya akan tumbuh 4,2 persen hingga 4,7 persen pada 2024, dan mencapai 4,6 persen di 2025.

    Pada 2023, proporsi kelas menengah dalam struktur penduduk Indonesia tercatat sebesar 17,44 persen, turun 4 persen poin dibandingkan level pra pandemi yang mencapai 21,45 persen pada 2019. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyatakan bahwa penurunan jumlah kelas menengah ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Peran kelas menengah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat penting.

    “Kelas menengah adalah target utama pasar barang dan jasa. Jika jumlah mereka turun, risiko perlambatan ekonomi tidak terhindarkan,” tutur Eko. Ia menilai, upaya yang diperlukan adalah mengurangi kebijakan yang berujung pada tergerusnya daya beli kelas menengah, terutama menengah rentan.

    “Misalnya wajib asuransi kendaraan, rencana PPN 12 persen, tiket pesawat, dan seterusnya. Selain itu, perlu kemudahan mendapatkan lapangan pekerjaan,” kata Eko.

    Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengklaim bahwa harga pangan di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator harga berbagai komoditas utama yang menunjukkan tren penurunan selama beberapa bulan terakhir.

    Penurunan harga ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan produksi pangan domestik, distribusi yang lebih efisien, dan stabilitas cuaca yang mendukung hasil panen. Bapanas juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan pasokan pangan yang cukup, mengurangi rantai distribusi yang panjang, dan mengatasi hambatan logistik.

    Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain beras, gula, minyak goreng, dan telur. Penurunan harga beras misalnya, disebabkan oleh panen yang melimpah dan kebijakan pemerintah yang mempercepat distribusi stok beras dari gudang Bulog ke pasar.

    Selain itu, harga gula dan minyak goreng turun karena adanya kebijakan subsidi dan pengawasan ketat terhadap distribusi untuk menghindari penimbunan yang bisa menyebabkan lonjakan harga. Sedangkan untuk telur, penurunan harga disebabkan oleh peningkatan produksi dari peternak yang merespons permintaan pasar yang lebih rendah dari biasanya.

    Kendati demikian, Bapanas tetap waspada terhadap potensi fluktuasi harga di masa depan, terutama menjelang hari-hari besar keagamaan dan perubahan cuaca yang bisa mempengaruhi hasil panen. Mereka terus memonitor dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia.

    Klaim penurunan harga ini tentunya membawa angin segar bagi masyarakat, terutama di tengah tekanan ekonomi yang masih dirasakan akibat pandemi. Diharapkan, dengan harga pangan yang lebih stabil dan terjangkau, daya beli masyarakat bisa meningkat dan membantu pemulihan ekonomi secara keseluruhan.

    Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS),Pada Juni 2024, Indonesia mencatat inflasi year on year (y-on-y) sebesar 2,51 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 106,28. Inflasi tertinggi pada tingkat provinsi terjadi di Papua Pegunungan, mencapai 5,65 persen dengan IHK sebesar 111,29. Sementara itu, inflasi terendah tercatat di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 1,08 persen dengan IHK sebesar 103,95.

    Untuk tingkat kabupaten/kota, inflasi tertinggi terjadi di Minahasa Utara sebesar 7,86 persen dengan IHK 110,53, dan yang terendah di Timor Tengah Selatan sebesar 0,02 persen dengan IHK 104,64.

    Kenaikan harga sebagian besar indeks kelompok pengeluaran mendorong inflasi y-on-y, antara lain:

    • Makanan, minuman, dan tembakau: 4,95 persen
    • Pakaian dan alas kaki: 1,09 persen
    • Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga: 0,47 persen
    • Perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga: 0,95 persen
    • Kesehatan: 1,89 persen
    • Transportasi: 1,61 persen
    • Rekreasi, olahraga, dan budaya: 1,50 persen
    • Pendidikan: 1,69 persen
    • Penyediaan makanan dan minuman/restoran: 2,31 persen
    • Perawatan pribadi dan jasa lainnya: 5,24 persen

    Sementara itu, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan indeks sebesar 0,18 persen.

    Tingkat deflasi month to month (m-to-m) pada Juni 2024 tercatat sebesar 0,08 persen dan tingkat inflasi year to date (y-to-d) Juni 2024 sebesar 1,07 persen.

    Komponen inti mencatat inflasi y-on-y sebesar 1,90 persen, inflasi m-to-m sebesar 0,10 persen, dan inflasi y-to-d sebesar 1,14 persen. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi