KABARBURSA.COM - Indonesia, sebagai anggota the Group of Twenty (G20), Financial Stability Board (FSB), dan dengan sektor keuangan yang dikategorikan sebagai systemically important financial sector (SIFS) oleh IMF, baru saja menyelesaikan Financial Sector Assessment Program (FSAP).
Secara umum, hasil asesmen menunjukkan bahwa perekonomian dan sektor keuangan Indonesia berada dalam kondisi yang sehat, dengan pertumbuhan yang kuat, stabil, dan cukup tangguh dalam menghadapi gejolak eksternal.
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyambut positif hasil asesmen FSAP Indonesia 2024 dan memberikan apresiasi kepada IMF dan World Bank atas penilaian menyeluruh yang telah dilakukan.
"Area asesmen mencakup aspek stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada kerentanan (analisis risiko sistemik), kerangka pengaturan dan pengawasan sektor keuangan, manajemen krisis dan jaring pengaman sistem keuangan, serta aspek pengembangan sektor keuangan," ujar Erwin Haryono, Asisten Gubernur Bank Indonesia (BI), Jakarta, Senin 26 Agustus 2024.
Asesor memberikan penilaian positif terhadap penerbitan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), menyebutnya sebagai faktor kunci dalam meningkatkan ketahanan, memperkuat jaring pengaman sistem keuangan dan kerangka penanganan krisis, serta mendorong perkembangan sektor keuangan Indonesia.
"Komitmen disiplin fiskal, kinerja makroekonomi yang baik, serta kerangka pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, pasar modal, dan asuransi telah mendukung pengembangan dan penguatan sektor keuangan secara signifikan," jelasnya.
Asesor juga menekankan pentingnya terus memperkuat kerangka pengaturan dan pengawasan dengan pendekatan yang seimbang dalam sektor keuangan digital, fintech, dan keuangan berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia perlu juga terus memonitor dan memitigasi risiko yang berasal dari berbagai sumber, baik ketidakpastian global, domestik maupun perubahan iklim.
Capaian Indonesia ini merupakan hasil kolaborasi dan kontribusi dari Kementerian Keuangan, BI, OJK, LPS, serta otoritas terkait dan pelaku usaha di sektor jasa keuangan.
Rekomendasi dari asesmen FSAP diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas otoritas di sektor keuangan untuk pengaturan, pengawasan, pengembangan, dan penguatan sektor keuangan domestik.
"Hasil asesmen FSAP Indonesia 2023/2024 tersebut juga diharapkan akan mendukung implementasi reformasi struktural yang telah dicanangkan dalam UU P2SK sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan sektor keuangan Indonesia, menjaga kepercayaan masyarakat, mendorong investasi dan arus modal, serta mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tutup Erwin.
Manfaat FSAP
Hingga saat ini makin banyak negara yang telah melaksanakan joint program yang dikembangkan oleh IMF dan World Bank ini, bahkan banyak yang telah melaksanakannya lebih dari satu kali, karena manfaat yang dapat dirasakan oleh negara-negara tersebut:
- FSAP telah membantu mengidentifikasi kerentanan utama sektor jasa keuangan suatu negara yang berpotensi menyebabkan krisis. Hal ini mendukung peningkatan kualitas dan kapasitas Pemerintah serta Otoritas negara tersebut dalam rangka pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan serta formulasi kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi krisis.
- Penerbitan dan upload hasil FSAP suatu negara dalam website IMF dan World Bank dapat meningkatkan pemahaman atas kondisi sektor jasa keuangan negara tersebut oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat baik di level domestik maupun internasional terhadap sektor jasa keuangan negara tersebut sehingga investasi meningkat termasuk capital inflow serta memberikan kemudahan bagi industri jasa keuangan negara tersebut untuk bertransaksi dengan pihak luar negeri dan pengembangan bisnis ke luar negeri.
Negara Pelaksana FSAP
FSAP telah mengalami perubahan yang cukup signifikan sejak tahun 2009 terutama dalam menanggapi krisis keuangan global. Hasil FSAP menjadi salah satu masukan bagi pelaksanaan surveillance IMF, yang dikenal dengan Article IV Consultation.
Pada 2010, IMF telah menetapkan 25 negara, yang dianggap sebagai "systemically important jurisdiction", dan wajib mengikuti FSAP rutin setiap 5 tahun sekali. Di tahun 2013 jumlah negara yang wajib melaksanakan FSAP bertambah menjadi 29 negara.
Pemilihan negara-negara tersebut didasarkan atas beberapa kriteria, terutama ukuran dari sektor keuangan negara tersebut dan interkoneksinya dengan sektor keuangan negara lain di dunia. Mandatory, melihat manfaatnya yang sangat besar bagi kepentingan global, negara-negara yang tergabung dalam G-20, termasuk Indonesia, telah berkomitmen untuk melakukan FSAP secara periodik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor keuangan Indonesia masih sangat stabil dan cukup tangguh. Hanya saja, semua hal pendukung harus benar-benar diperhatikan agar tidak menjadikan kerugian di kemudian hari.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.