Logo
>

Hingga September, 15 BPR Ditutup OJK

Ditulis oleh KabarBursa.com
Hingga September, 15 BPR Ditutup OJK

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sejak awal tahun 2024, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ditutup oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin meningkat. Hingga September 2024, sebanyak 15 BPR telah mengalami pencabutan izin usaha.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa dari total tersebut, 13 merupakan BPR, sedangkan 2 lainnya adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

    Pencabutan izin tersebut dilakukan setelah evaluasi menunjukkan bahwa pemegang saham dan pengurus tidak mampu melakukan upaya penyehatan bank.

    “Sebagian besar penutupan ini disebabkan oleh adanya pelanggaran dalam operasional BPR,” kata Dian yang dikutip, Minggu, 13 Oktober 2024.

    Selain itu, OJK juga terus memantau kemungkinan bertambahnya jumlah BPR yang izinnya akan dicabut.

    Dian mengungkapkan, OJK saat ini melakukan pengawasan yang ketat dan memastikan bahwa beberapa BPR dan BPRS yang berada dalam status pengawasan dalam proses penyehatan sedang berusaha untuk memperbaiki kondisi mereka.

    Jika tidak ada perbaikan sebelum batas waktu yang ditentukan, OJK akan mengambil langkah lanjutan dengan menetapkan bank tersebut sebagai Bank Dalam Resolusi. Tindakan ini akan dilakukan dengan berkoordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    “Jika diperlukan, langkah terakhir adalah mencabut izin usaha bank tersebut,” tegas Dian.

    Berikut adalah daftar 15 BPR/BPRS yang izin usahanya telah dicabut oleh OJK:

    1. PT BPR Nature Primadana Capital

    2. PT BPR Sumber Artha Waru Agung Sidoarjo

    3. PT BPR Lubuk Raya Mandiri

    4. PT BPR Bank Jepara Artha

    5. PT BPR Dananta

    6. PT BPRS Saka Dana Mulia

    7. PT BPR Bali Artha Anugrah

    8. PT BPR Sembilan Mutiara

    9. PT BPR Aceh Utara

    10. PT BPR EDCCASH

    11. Perumda BPR Bank Purworejo

    12. PT BPR Bank Pasar Bhakti

    13. PT BPR Madani Karya Mulia

    14. PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)

    15. Koperasi BPR Wijaya Kusuma.

    Risiko Kredit Perbankan Meningkat

    Bank-bank di Indonesia kini memperkuat cadangan mereka sebagai bentuk langkah antisipasi terhadap potensi risiko kredit yang meningkat. Langkah ini diambil guna mengurangi dampak negatif jika terjadi peningkatan risiko dalam penyaluran kredit.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan dalam siaran persnya pada Jumat, 11 Oktober 2024, bahwa peningkatan pencadangan ini merupakan bagian dari upaya mitigasi risiko.

    “Langkah peningkatan pencadangan merupakan upaya mitigasi dalam menghadapi risiko kredit jika ada potensi peningkatan eksposur terhadap risiko kredit,” ujar Dian Ediana melalui siaran persnya, Jumat, 11 Oktober 2024.

    Data per Agustus 2024 menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) berada di level 2,26 persen, dengan NPL Coverage mencapai 191,75 persen. Angka ini menunjukkan kemampuan bank dalam menutupi kerugian dari kredit bermasalah melalui pencadangan yang lebih kuat.

    Pencadangan ini didasarkan pada regulasi yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 40/POJK.03/2019 terkait Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Salah satu instrumen penting dalam pencadangan ini adalah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

    CKPN merupakan alokasi dana yang disisihkan oleh bank untuk mengantisipasi kerugian potensial akibat penurunan nilai aset keuangan, sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.

    Dian menegaskan bahwa OJK akan terus mendorong perbankan untuk memperkuat manajemen risiko serta menerapkan prinsip kehati-hatian, atau prudential banking, demi menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan.

    “Kami akan terus memastikan bank-bank di Indonesia memperkuat manajemen risiko mereka dan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam setiap keputusan bisnisnya,” jelasnya.

    Meski pencadangan terus ditingkatkan, Dian menyampaikan bahwa kualitas kredit di sektor perbankan Indonesia masih terjaga dengan baik. Ia mencatat bahwa rasio NPL gross tetap stabil di angka 2,27 persen, sedangkan NPL nett berada di level 0,79 persen.

    Selain itu, rasio Loan at Risk (LAR), yang mengukur potensi risiko kredit bermasalah, terus menunjukkan tren penurunan. Pada Agustus 2024, LAR mencapai 10,27 persen, mendekati level sebelum pandemi pada Desember 2019 yang tercatat sebesar 9,93 persen.

    Dian juga menjelaskan bahwa OJK secara aktif melakukan pengawasan terhadap kinerja bank-bank di Indonesia.

    “Kami terus memantau dan membina bank-bank agar mereka tetap menjalankan operasional sesuai Rencana Bisnis yang telah ditetapkan. Selain itu, OJK juga mengevaluasi pencadangan serta kecukupan modal mereka secara berkala,” kata Dian.

    Pengawasan ini tidak hanya dilakukan dari jarak jauh, tetapi juga secara langsung melalui inspeksi lapangan atau on site visits, dengan melakukan sampling terhadap kegiatan operasional bank. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap bank menerapkan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dalam operasional mereka.

    Di sisi lain, kinerja industri perbankan Indonesia hingga Agustus 2024 menunjukkan hasil yang positif. Total laba yang dibukukan mencapai Rp171,03 triliun, yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,42 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menunjukkan stabilitas industri perbankan yang terus membaik, meskipun masih dalam masa pemulihan pascapandemi.

    Selain itu, kebijakan relaksasi moneter yang diambil oleh Bank Indonesia (BI) turut memberikan angin segar bagi perbankan. Penurunan suku bunga acuan BI Rate dari 6,25 persen menjadi 6,00 persen diharapkan dapat mendorong pertumbuhan lebih lanjut. Penurunan ini berpotensi membantu perbankan menekan biaya dana, atau Cost of Fund, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keseluruhan bank.

    “Penurunan suku bunga acuan ini tentu akan berdampak positif pada industri perbankan, terutama dalam hal biaya dana yang lebih rendah. Hal ini memungkinkan bank untuk menyalurkan kredit dengan lebih efisien, sekaligus meningkatkan laba dan memperkuat posisi keuangan mereka,” ujar Dian.

    Dengan langkah-langkah ini, perbankan Indonesia diharapkan tetap mampu mempertahankan kesehatan keuangan mereka sekaligus bersiap menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

    Penguatan cadangan kredit, pemantauan ketat oleh OJK, serta kebijakan moneter yang mendukung merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk menjaga stabilitas sektor perbankan di Indonesia.

    Sementara itu, peningkatan pencadangan yang dilakukan oleh bank mencerminkan komitmen industri perbankan dalam menjaga keberlanjutan bisnis di tengah potensi risiko yang ada.

    Secara keseluruhan, perbankan Indonesia tampaknya berada pada jalur yang tepat untuk terus tumbuh dengan kuat, meskipun tantangan ekonomi global maupun domestik masih ada.

    Melalui kebijakan pencadangan yang lebih hati-hati, penguatan manajemen risiko, dan dukungan kebijakan moneter yang tepat, perbankan Indonesia dapat terus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi