Logo
>

Hippindo Ceritakan Kisah Ritel Berjuang di Tengah Pandemi

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Hippindo Ceritakan Kisah Ritel Berjuang di Tengah Pandemi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengungkapkan sektor ritel masih menghadapi tantangan berat setelah terpukul pandemi Covid-19 yang mulai melanda pada 2020 lalu.

    Pada 2019, dia bercerita, sektor ritel Indonesia sedang dalam masa ekspansi keluar negeri. Namun, pandemi menghentikan semua rencana tersebut. “Ketika kami sedang berada di titik puncak, tiba-tiba Covid-19 datang dan memukul sektor offline dengan sangat keras,” kata Budihardjo kepada KabarBursa, Rabu, 11 September 2024.

    Banyak anggota Hippindo, kata Budihardjo, hingga kini masih berjuang untuk pulih. Tantangan utama meliputi pelunasan utang, pembukaan kembali toko, dan pembayaran pemasok. Meski begitu, Budihardjo bersyukur karena bisnis masih bisa berjalan.

    Di tengah ketidakpastian akibat pandemi, Hippindo berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) dan Pemda DKI Jakarta untuk membangun pusat vaksinasi di Small and Medium Enterprises and Cooperatives atau Smesco. Smesco merupakan lembaga yang berada di bawah Kemenkop UKM yang bertujuan mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.

    “Kami sangat senang ketika Presiden Jokowi turun tangan langsung untuk memberikan vaksin. Kecepatan respon beliau sangat membantu kami di saat sulit," ujarnya.

    Budihardjo menyebut pemerintah berhasil menyeimbangkan antara kesehatan dan ekonomi. Menurutnya, meski banyak negara di Asia menutup total pusat-pusat perbelanjaan, Indonesia tetap membuka pasar dan mal dengan pengaturan yang ketat. Kebijakan ini dipandang tepat karena sektor ritel masih bisa bisa bernapas. “Ini keputusan yang tepat karena jika semuanya ditutup, kami bisa bangkrut," ujar Budihardjo.

    Sektor ritel, kata Budihardjo, mendapat dukungan dari platform online yang membantu restoran dan UMKM tetap beroperasi. Ia menilai, meskipun tantangan selama pandemi sangat besar, inovasi dalam strategi bisnis dan dukungan berbagai pihak membantu sektor ritel pulih.

    “Itulah tantangan terbesar yang kami hadapi dan berhasil diatasi, yang pada akhirnya mendukung pemulihan ekonomi kami,” katanya.

    Masuk Sektor Unggulan 2024

    Di tengah tekanan perekonomian global yang kuat, beberapa sektor usaha diperkirakan akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun politik 2024. Menariknya, ritel masuk dalam kategori tersebut, di samping infrastruktur dan tambang mineral. Sektor-sektor ini diproyeksikan menguat seiring dengan dukungan anggaran belanja negara.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan proyeksi ini diambil dari hasil Survei Peta Jalan 2024 yang dilakukan asosiasi tersebut terhadap sejumlah perusahaan, baik swasta maupun publik. Shinta menyebut ketiga sektor tersebut akan menjadi industri unggulan di 2024.

    Menurutnya, optimisme ini timbul dari rencana pendanaan pemerintah yang diprioritaskan pada sektor-sektor tersebut. "Ini harus menjadi perhatian karena proyek-proyek infrastruktur dan lain-lain lebih banyak dari sana,” kata Shinta di Jakarta pada Kamis, 18 Januari 2024 lalu.

    Kontribusi ketiga sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga signifikan. Berdasarkan data hingga 2022, sektor pertambangan dan penggalian menyumbang 12,2 persen terhadap PDB, berada di urutan kedua setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan.

    Sementara itu, industri konstruksi sebagai bagian dari sektor infrastruktur menyumbang 9,8 persen. Sektor ritel diperkirakan mengalami pemulihan karena perdagangan tetap menjadi sektor dominan dalam PDB. Ini didukung oleh peningkatan konsumsi masyarakat, yang dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi nasional dan efek pesta demokrasi sepanjang tahun 2024.

    Namun, Shinta juga mencatat beberapa pelaku usaha di sektor infrastruktur dan pertambangan masih menghadapi tantangan untuk pulih dari dampak pandemi serta ketidakpastian geopolitik tahun lalu yang mengguncang harga komoditas.

    Ia juga tidak memungkiri pemulihan pascapandemi Covid-19 masih menekan kinerja keuangan di berbagai sektor usaha. Pandemi memaksa perusahaan untuk mengeluarkan biaya besar guna melunasi utang dan memulai kembali usaha dengan pendapatan yang menurun.

    Sebuah laporan dari perusahaan jasa konsultasi strategi global, Alvarez & Marsal (A&M), bertajuk "Indonesia A&M Distress Alert" mengungkapkan kondisi ekonomi sejumlah perusahaan di Indonesia masih rapuh pascapandemi. Penelitian ini dilakukan terhadap 360 perusahaan tercatat atau 44 persen dari 813 emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang memiliki pendapatan tahunan lebih dari 50 juta dolar AS, mencakup 11 sektor industri hingga pertengahan tahun 2023.

    Dari riset ini, perusahaan di sektor ritel ditemukan mengalami kesulitan keuangan dan kerap kali kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kenaikan harga barang akibat tekanan inflasi global serta lonjakan permintaan pasca-pandemi menciptakan kesenjangan besar dibandingkan kondisi sebelum tahun 2020.

    "Pemangku kepentingan harus segera bertindak, fokus pada restrukturisasi yang komprehensif, meninjau model bisnis dengan cermat, serta mengambil langkah-langkah mitigasi yang diperlukan," kata Managing Director A&M Indonesia, Alessandro Gazzini.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.