KABARBURSA.COM - Kesepakatan yang dinantikan hampir satu dekade akhirnya resmi terwujud. Indonesia dan Uni Eropa menandatangani Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada 23 September 2025.
Perjanjian ini tidak hanya membuka akses pasar yang lebih luas, tetapi juga diyakini akan mendorong ekspor Indonesia ke Uni Eropa hingga 2,5 kali lipat.
Salah satu poin utama dari perjanjian ini adalah pembebasan tarif hingga 80 persen produk Indonesia yang masuk ke pasar Eropa. Hal ini memberi peluang signifikan bagi sektor ekspor nasional, khususnya komoditas unggulan seperti minyak sawit mentah (CPO), yang akan masuk dalam skema bebas bea hingga kuota 1 juta ton per tahun.
Bagi pemerintah, pencapaian ini merupakan langkah strategis setelah sebelumnya Indonesia memenangkan sengketa biodiesel melawan Uni Eropa di WTO pada 2023, yang sekaligus memperkuat posisi diplomasi perdagangan.
CEPA Bawa Keuntungan Besar bagi Indonesia
Mengutip Algoresearch, data perdagangan menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan Vietnam dalam hal nilai ekspor ke Uni Eropa. Namun, dengan CEPA, pemerintah berharap tren surplus perdagangan yang sudah terbentuk semakin menguat.
Pada paruh pertama 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD4,2 miliar dengan Uni Eropa, naik 33 persen secara tahunan. Dua komoditas utama penyumbang ekspor terbesar adalah minyak nabati dan hewani sebesar USD1,3 miliar, serta besi dan baja sebesar USD 887 juta. Dengan akses tarif nol persen, angka ini berpotensi meningkat lebih agresif.
Selain sektor perdagangan, CEPA juga membawa keuntungan lain yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yakni kemudahan akses visa. Skema Cascade Visa memberikan keleluasaan lebih besar bagi warga negara Indonesia yang pernah memiliki minimal dua visa Schengen dalam tiga tahun terakhir untuk memperoleh visa multiple entry dengan masa berlaku lima tahun.
Ini menjadi peningkatan signifikan dibanding aturan lama yang hanya memberi izin tinggal 90–108 hari per pengajuan.
Meski sudah ditandatangani, perjalanan CEPA menuju implementasi penuh masih panjang. Ratifikasi harus dilakukan oleh 27 parlemen negara anggota Uni Eropa, sebuah proses yang diperkirakan memakan waktu hingga satu tahun karena birokrasi yang rumit.
Sementara itu, di Indonesia, pemerintah menargetkan ratifikasi dapat diselesaikan dalam 1 hingga 2 bulan. Secara keseluruhan, implementasi penuh diproyeksikan baru bisa dilakukan pada kuartal I 2027, setelah melalui tahap legislasi DPR RI antara kuartal II hingga kuartal IV 2026.
Bagi Indonesia, IEU-CEPA adalah momentum bersejarah yang dapat membuka babak baru hubungan dagang dengan salah satu blok ekonomi terbesar dunia. Namun, optimisme ini juga diiringi dengan tantangan serius, terutama dalam hal kesesuaian standar lingkungan yang menjadi salah satu isu krusial di pasar Eropa.
Selain itu, kesiapan industri dalam negeri untuk bersaing dan memanfaatkan keunggulan tarif nol persen menjadi faktor penentu apakah perjanjian ini akan benar-benar menghasilkan lompatan signifikan atau sekadar peluang yang terlewat.
Dengan demikian, IEU-CEPA adalah pintu besar yang terbuka bagi Indonesia untuk memperluas pasar, memperkuat diplomasi, dan mendiversifikasi produk ekspor.
Namun, keberhasilan implementasi tidak hanya bergantung pada dokumen perjanjian, melainkan juga pada kemampuan Indonesia menata rumah tangganya sendiri agar bisa bersaing di arena global yang semakin kompetitif.(*)