Logo
>

IHK Diproyeksi Naik Deflasi 0,09 Persen, ini Penyebabnya

Ditulis oleh KabarBursa.com
IHK Diproyeksi Naik Deflasi 0,09 Persen, ini Penyebabnya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM- Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2024 akan mengalami deflasi sebesar 0,09 persen (month-to-month/mtm). Penurunan harga pangan dan tingginya suku bunga menjadi faktor utamanya.

    Secara tahunan, Hosianna memproyeksikan inflasi pada Agustus 2024 akan mencapai 2,06 persen (year-on-year/yoy). Sementara itu, inflasi inti diperkirakan berada di kisaran 1,98 persen (yoy).

    “Penurunan harga bahan pangan secara keseluruhan dan suku bunga yang masih tinggi menjadi penyebab utama,” ungkap Hosianna dikutip Senin, 2 September 2024.

    Menurutnya, meski deflasi masih terjadi, besarannya tidak sebesar Juli 2024, yang mencatat deflasi sebesar 0,18 persen (mtm) atau penurunan IHK dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024.

    Ia juga memprediksi inflasi akan kembali naik seiring dengan akselerasi ekonomi Indonesia, terutama karena momen musiman menjelang akhir tahun.

    Ekonom Proyeksi Agustus 2024 Deflasi 0,02 Persen, 4 Bulan Beruntun “Kami optimistis bahwa ke depannya ekonomi akan tetap solid, terutama karena aktivitas ekonomi cenderung meningkat menjelang akhir tahun,” pungkas Hosianna.

    Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan IHK Agustus 2024 hari ini, Senin 2 September 2024 pukul 11.00 WIB.

    Sejumlah ekonom memperkirakan IHK Agustus 2024 masih akan mencatatkan deflasi, melanjutkan tren yang telah berlangsung selama tiga bulan berturut-turut.

    Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, memproyeksikan inflasi Agustus 2024 berada di angka -0,1 persen hingga 0,1 persen (mtm), dipengaruhi oleh penurunan berbagai harga komoditas pangan.

    Sedangkan secara tahunan, Yusuf memperkirakan inflasi IHK Agustus 2024 berada di kisaran 2 persen hingga 2,1 persen (year-on-year/yoy). Fenomena El Nino yang menyebabkan efek dasar tinggi menjadi faktor utama.

    “Dalam kelompok barang bergejolak, komoditas pangan seperti daging ayam ras dan minyak goreng curah yang mengalami kenaikan harga, diperkirakan mendorong inflasi,” ujar Yusuf pada akhir pekan ini.

    Sementara itu, komoditas yang diprediksi menyumbang deflasi pada Agustus 2024 antara lain cabai-cabaian, telur ayam ras, dan gula pasir lokal.

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya deflasi sebesar 0,08 persen pada Juni 2024, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 106,28. Dengan demikian, inflasi tahunan per Juni 2024 tercatat sebesar 2,51 persen, sementara inflasi tahun kalender (Januari-Juni 2024) berada di angka 1,07 persen.

    Pernyataan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Sestama BPS, Imam Machdi, pada Senin 1 Juli 2024.

    Menurutnya, deflasi pada Juni 2024 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,03 persen.

    Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama deflasi bulanan dengan penurunan 0,49 persen. Kontribusi deflasi sebesar 0,14 persen berasal dari komoditas bawang merah, tomat, dan daging ayam ras, ujarnya.

    Namun, ada pula komoditas yang masih memberikan andil inflasi, antara lain cabai rawit, cabai merah, emas perhiasan, kentang, dan ketimun. Selain itu, cigar kretek mesin, tarif angkutan udara, ikan segar, dan kopi bubuk juga menyumbang inflasi.

    Jika ditinjau dari komponennya, deflasi Juni 2024 didorong oleh komponen harga bergejolak yang mengalami penurunan sebesar 0,98 persen. Sementara itu, komponen inti mencatat inflasi sebesar 0,16 persen, dan komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi sebesar 0,12 persen.

    Dari 38 provinsi yang dipantau, 26 provinsi mencatat deflasi, sementara sisanya mengalami inflasi. Deflasi terendah tercatat di Papua Selatan dengan angka 1,11 persen, sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan dengan angka 2,11 persen.

    Bank Indonesia (BI) menilai bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei hingga Juli 2024 tidak dapat dijadikan indikator bahwa daya beli masyarakat sedang tertekan.

    Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa penyebab utama deflasi ini adalah penurunan tajam pada komponen inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food, yang sebelumnya berada di kisaran 9 persen, kini hanya 5 persen.

    Tekanan harga pada volatile food per Juli 2024 bahkan sudah merosot ke angka 3,63 persen dari sebelumnya 5,96 persen, berkat pasokan pangan yang kian terjaga seiring bergesernya musim panen.

    "Kontribusi terbesar dari volatile food, yang awalnya berada di 9 persen, kini turun menjadi 5 persen, inilah yang mendorong deflasi," ujar Juli dalam sebuah diskusi di Nusa Dua, Bali, Senin 25 Agustus 2024.

    Menurut Juli, yang sebenarnya mencerminkan daya beli masyarakat adalah inflasi inti. Dia menekankan bahwa inflasi inti masih stabil di kisaran 1 persen. Pada Juli 2024, inflasi inti tercatat di angka 1,95 persen, sedikit naik dari sebelumnya yang berada di kisaran 1,9 persen.

    "Kalau kita bicara soal daya beli, yang relevan adalah inflasi inti. Stabilitas inflasi inti ini didukung oleh ekspektasi yang terjaga, kapasitas perekonomian yang memadai, dan inflasi impor yang terkendali," tegas Juli.

    Pernyataan serupa diungkapkan oleh Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti. Ia menyatakan bahwa deflasi beruntun bukanlah tanda menurunnya daya beli masyarakat. BPS menyatakan deflasi justru terjadi karena pasokan yang melimpah di pasar.

    “Jika deflasi terjadi akibat suplai pasar yang melimpah, tidak dapat disimpulkan bahwa daya beli masyarakat menurun. Sebaliknya, deflasi ini disebabkan oleh melimpahnya pasokan,” ujar Amalia dalam konferensi pers 1 Agustus 2024 lalu.

    Amalia menjelaskan bahwa peningkatan suplai terutama terlihat pada ketersediaan bahan pangan bergejolak. Menurutnya, komponen harga pangan bergejolak ini sangat mempengaruhi tingkat inflasi secara keseluruhan.

    Dalam beberapa waktu terakhir, rapat pengendalian inflasi yang diadakan setiap pekan sangat fokus pada ketersediaan pasokan pangan bergejolak di pasar. Salah satu komoditas yang mendapat perhatian khusus adalah bawang merah dan cabai. Ketika pasokan kedua komoditas ini ditingkatkan, harganya pun turun, dan akhirnya berkontribusi pada deflasi.

    “Jika kita melihat harga cabai dan bawang merah, jelas mereka menjadi pemicu inflasi harga barang. Namun, saat pasokan meningkat, justru mereka menjadi faktor utama yang menyebabkan deflasi pada komponen makanan dan minuman, atau lebih luas lagi, pada deflasi harga pangan bergejolak,” jelasnya. (*)

     

     

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi