KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan mengalami kenaikan signifikan menuju level 9.200 pada akhir 2025. Beberapa faktor mendukung optimisme ini, termasuk fase pemotongan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), penguatan Rupiah, serta potensi inflow asing yang besar.
Proyeksi ini menunjukkan bahwa pasar saham Indonesia memiliki peluang besar untuk terus tumbuh, meskipun ada volatilitas jangka pendek. Begitu disampaikan NF Research dalam hasil risetnya yang diterima Kabarbursa.com, Kamis, 26 September 2024.
Pengaruh Suku Bunga The Fed Terhadap IHSG
Fase pemotongan suku bunga The Fed yang diprediksi berlangsung hingga 2025 akan menjadi katalis utama bagi penguatan pasar saham Indonesia. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga dari level tertinggi 5,75 persen pada 2024 hingga mencapai 2,50 persen pada 2025.
Pemotongan suku bunga ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya resesi yang lebih dalam dan menghindari kesalahan kebijakan yang pernah terjadi pada 2008, di mana suku bunga The Fed dibiarkan terlalu rendah hingga mendekati nol.
Menurut sejarah, pemangkasan suku bunga The Fed berdampak positif terhadap IHSG dan Rupiah. Pada tahun 2007, The Fed memulai penurunan suku bunga dari 5,25 persen ke 2 persen, dan IHSG melonjak hingga 25 persen dalam waktu empat bulan.
Dengan kondisi yang serupa, target IHSG mencapai 9.200 pada 2025 menjadi sangat mungkin tercapai, didorong oleh potensi inflow modal asing yang akan meningkat seiring dengan penguatan mata uang domestik.
Penguatan Rupiah: Menuju Rp14.000 di 2025 dan Rp12.000 di 2026
Proyeksi selanjutnya menunjukkan Rupiah akan menguat ke level Rp14.000 per USD pada akhir 2025 dan terus menguat hingga Rp12.000 pada 2026. Sejarah mencatat bahwa pada periode 2005-2007, Rupiah menguat signifikan ketika The Fed menurunkan suku bunganya, dan hal serupa diperkirakan akan terjadi lagi dalam beberapa tahun mendatang.
Penguatan Rupiah ini akan memberikan dorongan lebih lanjut bagi IHSG, terutama karena inflow asing cenderung meningkat ketika mata uang domestik stabil atau menguat. Penguatan nilai tukar Rupiah juga akan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia, sehingga mendorong lebih banyak investasi asing ke pasar saham.
Faktor Volatilitas dan Sektor yang Diuntungkan
Meskipun terdapat potensi volatilitas jangka pendek yang disebabkan oleh koreksi regional, hal ini justru dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk mengakumulasi saham. Beberapa sektor yang diperkirakan akan menjadi pendorong utama kenaikan IHSG di antaranya adalah sektor otomotif, perbankan, konsumen, dan komoditas.
- Otomotif: PT Astra International Tbk (ASII) diprediksi akan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan permintaan kendaraan, didukung oleh prospek ekonomi yang membaik.
- Perbankan: Bank-bank besar seperti Bank Mandiri (BMRI), Bank Central Asia (BBCA), Bank Negara Indonesia (BBNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) akan memanfaatkan inflasi yang terkendali dan penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan kredit dan profitabilitas.
- Konsumen: PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) diharapkan akan terus tumbuh, didorong oleh peningkatan konsumsi domestik.
- Komoditas: Sektor batubara, yang diwakili oleh PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Indika Energy Tbk (INDY), akan tetap bersinar seiring dengan harga komoditas yang stabil.
Target harga 12 bulan (TP-12 month), dan potensi kenaikan (Upside Potential) untuk beberapa saham di berbagai sektor di Indonesia. Berikut adalah analisis mendetail dari setiap saham berdasarkan informasi ini:
1. Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp780
- Target Price (12 bulan): Rp5.150
- Upside Potential: 40 persen
BBRI memiliki potensi kenaikan yang solid sebesar 40 persen dengan target harga Rp5.150. Sebagai bank terbesar di Indonesia, BBRI diuntungkan oleh sektor perbankan yang terus berkembang, terutama dalam penyaluran kredit UMKM. Potensi pertumbuhan ini didukung oleh penurunan suku bunga dan inflasi yang stabil, yang memperkuat daya beli masyarakat.
2. Bank Mandiri (BMRI)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp667
- Target Price (12 bulan): Rp7.150
- Upside Potential: 36 persen
BMRI, sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, memiliki potensi kenaikan 36 persem dengan target harga Rp7.150. Bank Mandiri juga diuntungkan oleh stabilnya ekonomi domestik dan peningkatan aktivitas korporasi, yang akan meningkatkan profitabilitas.
3. Bank Negara Indonesia (BBNI)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp207
- Target Price (12 bulan): Rp5.575
- Upside Potential: 33 persen
BBNI menawarkan potensi kenaikan sebesar 33 persen dengan target harga Rp5.575. Bank ini berfokus pada transformasi digital dan peningkatan efisiensi operasional. Pemulihan ekonomi juga akan mendorong pertumbuhan pinjaman dan pendapatan bunga bersih.
4. Bank Central Asia (BBCA)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp1.337
- Target Price (12 bulan): Rp10.850
- Upside Potential: 26 persen
BBCA memiliki potensi kenaikan 26 persen, dengan target harga Rp10.850. Bank ini memiliki basis nasabah yang kuat dan berfokus pada segmen ritel serta digital banking, yang menjadi pendorong pertumbuhan di tengah perkembangan teknologi finansial (fintech).
5. Astra International (ASII)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp212
- Target Price (12 bulan): Rp5.250
- Upside Potential: 37 persen
Astra, sebagai konglomerat otomotif terbesar di Indonesia, diproyeksikan memiliki kenaikan 37 persen. Sektor otomotif diperkirakan akan pulih seiring dengan pemulihan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu, diversifikasi bisnis Astra di sektor pertambangan dan agribisnis juga memberikan kontribusi signifikan.
6. Indofood Sukses Makmur (INDF)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp63,22
- Target Price (12 bulan): Rp7.200
- Upside Potential: 28 persen
Indofood, salah satu perusahaan konsumen terbesar di Indonesia, memiliki potensi kenaikan 28 persen. Pertumbuhan konsumsi domestik akan menjadi katalis utama, didukung oleh stabilitas harga bahan pokok dan strategi ekspansi Indofood di sektor makanan olahan.
7. Adaro Energy (ADRO)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp114
- Target Price (12 bulan): Rp3.730
- Upside Potential: 26 persen
Adaro, salah satu pemain utama di sektor batubara, menawarkan potensi kenaikan sebesar 26 persen. Meski ada ketidakpastian harga komoditas, Adaro tetap diuntungkan oleh permintaan batubara global, khususnya dari pasar Asia seperti Tiongkok dan India.
8. Bumi Resources (BUMI)
- Rating: Buy
- Last Price: Rp46
- Target Price (12 bulan): Rp122
- Upside Potential: 113 persen
BUMI menawarkan potensi kenaikan terbesar, yaitu 113 persen. Sebagai salah satu produsen batubara terbesar di dunia, BUMI akan diuntungkan oleh tren permintaan batubara yang tetap kuat, meski ada pergeseran ke energi terbarukan. Pemulihan harga batubara global menjadi katalis penting untuk kinerja saham ini.
Pemotongan suku bunga The Fed yang agresif, penguatan Rupiah, dan inflow asing menjadi faktor utama yang mendorong proyeksi positif bagi IHSG. Meskipun volatilitas jangka pendek mungkin terjadi, momentum positif ini menawarkan peluang bagi para investor untuk mengakumulasi saham-saham unggulan di sektor-sektor yang diuntungkan.
Dengan potensi kenaikan IHSG menuju 9.200 pada akhir 2025, pasar saham Indonesia terlihat menjanjikan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.