Logo
>

IKK Tinggi Tapi Daya Beli Melemah

epanjang 2025, IKK tercatat konsisten berada di atas 100. Pada April menyentuh 121,7, menurun ke 117,5 pada Mei, lalu kembali naik ke kisaran 118 pada Juni dan Juli

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
IKK Tinggi Tapi Daya Beli Melemah
Ilustrasi Daya Beli Masyarakat. Foto: Dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pengamat Kebijakan Publik UPN Veteran, Achmad Nur Hidayat, menilai optimisme konsumen yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tidak mencerminkan kondisi finansial rumah tangga secara menyeluruh. Ia menekankan bahwa stabilnya IKK sepanjang 2025 bukan berarti masyarakat benar-benar pulih secara ekonomi.
     

    “Sebagai ekonom, saya melihat jawabannya jauh lebih rumit. Kita sedang berhadapan dengan situasi yang di permukaan terlihat tenang, tetapi di bawahnya arus deras sedang mengikis pelan-pelan fondasi kesejahteraan banyak keluarga,” ujarnya dalam pernyatannya Rabu 10 Desember 2025.

    Sepanjang 2025, IKK tercatat konsisten berada di atas 100. Pada April menyentuh 121,7, menurun ke 117,5 pada Mei, lalu kembali naik ke kisaran 118 pada Juni dan Juli. Pada November 2025, IKK kembali meningkat ke sekitar 124.

    Namun, data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 hanya 5,12 persen, sementara semester pertama berada di 4,99 persen. Menurutnya, konsumsi rumah tangga justru menjadi yang paling lemah dalam beberapa kuartal terakhir.

    Ia menganalogikan IKK itu seperti ekspresi wajah seseorang di foto keluarga. Di foto, semua tersenyum. Tapi dari foto saja kita tidak tahu apakah sebelum foto diambil mereka baru saja menjual motor untuk bayar cicilan, atau sedang memikirkan uang sekolah anak

    “IKK merekam persepsi dan harapan, bukan arus kas harian rumah tangga,” tegasnya.

    Achmad menilai survei IKK lebih banyak menangkap suara kelas menengah perkotaan yang memiliki tabungan dan akses perbankan. Kelompok tersebut tidak sepenuhnya mewakili kondisi keluarga rentan di berbagai provinsi.

    Ia menyebutkan bahwa inflasi pangan yang tidak tercermin penuh dalam inflasi nasional membuat tekanan biaya hidup rumah tangga berpendapatan rendah tidak terlihat dalam indikator optimisme.

    “IKK menjadi seperti termometer yang kita letakkan di ruang tamu rumah, lalu kita simpulkan seluruh rumah sejuk,” katanya.

    Achmad menilai koordinasi kebijakan moneter dan fiskal berhasil menjaga persepsi publik tetap positif. BI mengendalikan inflasi di kisaran 2–3 persen dan menurunkan suku bunga, sementara pemerintah menahan gejolak dengan belanja sosial, bantuan pangan, dan program makan bergizi gratis.

    Namun, ia mengingatkan bahwa stabilitas persepsi bukan berarti stabilitas pendapatan. “Menenangkan pasien tidak sama dengan menyembuhkan,” lanjut Achmad.

    Ia menyoroti pendapatan riil yang tidak naik sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan hidup, pasar kerja informal yang tetap luas, dan produktivitas yang tidak membaik signifikan.

    Menurutnya, jika kondisi ini dibiarkan, Indonesia berisiko memiliki generasi keluarga yang tampak stabil tetapi rapuh secara ekonomi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.