Logo
>

INDEF: Penurunan Suku Bunga BI Perlu Kolaborasi

Ditulis oleh Dian Finka
INDEF: Penurunan Suku Bunga BI Perlu Kolaborasi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto menyoroti keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan. Meskipun langkah ini dinilai positif, banyak yang menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Eko menilai, jika kebijakan fiskal tidak mendukung penurunan suku bunga oleh BI maka tidak akan memberikan dampak yang signifikan.

    "Jika pemerintah justru menaikkan pajak atau iuran lain, maka kebijakan moneter yang diambil akan kurang efektif," ujar Eko kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Minggu, 22 September 2024.

    Lanjut Eko, penurunan suku bunga ini diharapkan dapat memberikan stimulus yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang saat ini menghadapi tantangan perlambatan.

    "Langkah ini sangat tepat, terutama untuk memberikan insentif bagi perekonomian yang mulai melambat," jelasnya.

    Dia juga mengungkap harapan besar diletakkan pada pemerintahan baru yang akan memulai pada Oktober mendatang. Diharapkan, kebijakan fiskal yang diterapkan akan lebih fokus pada pemberian stimulus ekonomi dan pengendalian inflasi. 

    "Pemerintah perlu menahan kenaikan harga dan memberikan insentif untuk mendorong daya beli masyarakat," tambahnya.

    Intinya, baik kebijakan moneter maupun fiskal harus bekerja sama secara harmonis untuk menciptakan kondisi ekonomi yang lebih baik. Tanpa adanya sinergi, langkah-langkah yang diambil tidak akan mencapai hasil yang diinginkan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

    "Kemudian BI menurunkan suku bunga, tapi dihantam dengan kebijakan fiskal yang kemudian menarikkan pungutan-pungutan yang sering diwacanakan, sehingga tidak akan efektif. Jadi dua-duanya harus bersinergi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat diperlukan pada saat ini ya," tutupnya.

    Dengan tantangan yang dihadapi, kolaborasi antara BI dan pemerintah sangat penting untuk memastikan kebijakan yang diambil mampu mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan menguntungkan seluruh lapisan masyarakat.

    Inflasi Tetap Rendah

    Inflasi di Indonesia menunjukkan kinerja yang stabil dan berada dalam kisaran target yang ditetapkan, yaitu 2,5±1 persen. Data terbaru dari Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk bulan Agustus 2024 menunjukkan inflasi sebesar 2,12 persen (year-on-year atau yoy). Ini mencerminkan pemeliharaan inflasi yang relatif rendah dan terkendali, yang sangat penting dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung stabilitas ekonomi nasional.

    Komponen-komponen inflasi juga menunjukkan perkembangan positif. Inflasi inti, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga pangan dan energi, tercatat pada angka 2,02 persen (yoy). Angka ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi di luar faktor-faktor musiman tetap terkendali.

    Sementara itu, inflasi volatile food (VF) mengalami penurunan menjadi 3,04 persen (yoy) pada Agustus 2024, dibandingkan dengan 3,63 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

    Penurunan inflasi VF ini terlihat di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan pasokan pangan yang terjadi berkat musim panen yang baik. Selain itu, sinergi yang kuat dalam pengendalian inflasi melalui berbagai inisiatif dan koordinasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) turut berperan dalam menurunkan inflasi pangan.

    Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menyatakan optimisme bahwa inflasi IHK akan tetap terkendali sesuai dengan sasaran. Dia mengemukakan bahwa inflasi inti diperkirakan akan tetap stabil, didorong oleh ekspektasi inflasi yang terjaga dengan baik, kapasitas perekonomian yang masih besar dan responsif terhadap permintaan domestik, serta pengendalian inflasi impor yang sejalan dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

    Suku Bunga Acuan Turun

    Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen dari sebelumnya 6,25 persen melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September.

    “Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17 dan 18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI Rate menjadi 6 persen,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu, 18 September 2024.

    Perry menambahkan, BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility yang dipangkas menjadi 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi sebesar 6,75 persen.

    Pemotongan suku bunga BI ini menjadi yang pertama sejak bulan Februari 2021 karena bank sentral Indonesia ini telah mengerek suku bunga sebesar 275 bps pada periode Agustus 2022 hingga April 2024, dari sebelumnya 3,50 persen menjadi 6,25 persen.

    Lebih lanjut BI pada Mei, Juni, Juli, dan Agustus 2024, telah menahan kenaikan atau mempertahankan suku bunga acuan itu.

    Sementara itu, CME FedWatch, peluang Federal Reserve (The Fed) menurunkan Fed Funds Rate akan turun 25 bps menjadi antara 5 persen sampai 5,25 persen sebesar 37 persen.

    Sementara kemungkinan langkah yang lebih agresif dengan pemangkasan 50 bps ke level 4,75 persen-5 persen mencapai sebanyak 63 persen.

    Ekspektasi penurunan suku bunga yang lebih besar ini sebagian besar dipengaruhi oleh laporan ketenagakerjaan bulan Juli 2024 yang memunculkan kekhawatiran akan potensi resesi.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.