Logo
>

INDEF: RAPBN 2025 Kurang Optimis

Ditulis oleh KabarBursa.com
INDEF: RAPBN 2025 Kurang Optimis

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Riza Annisa Pujarama menilai, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 tidak seoptimis tahun-tahun sebelumnya.

    “Kalau dilihat dari postur asumsi dasar ekonomi makro di RAPBN 2025 ini, tidak se-optimis tahun-tahun sebelumnya,” kata Riza dalam acara diskusi publik bertajuk ‘RAPBN di Masa Transisi: Apa Saja yang Harus Diantisipasi?’ yang diikusi secara daring, Minggu, 18 Agustus 2024.

    Hal itu dia ungkap mengacu pada target pertumbuhan ekonomi 2025 yang sama dengan tahun sebelumnya, yakni 5,2 persen. Meski begitu, inflasi tetap ditargetkan menurun dari 2,8 persen di tahun 2024 menjadi 2,5 persen di tahun 2025.

    Akan tetapi, Riza mengingatkan bahwa inflasi yang rendah lantaran tiga bulan terakhir ekonomi Indonesia juga mengalami deflasi. Dia menilai, deflasi yang terjadi secara beruntun menandakan rendahnya daya beli masyarakat.

    “Ini pada gilirannya, daya beli ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, dari sisi konsumsi rumah tangga,” jelasnya.

    Di sisi lain, Riza juga memaparkan target suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun naik menjadi 7,1 persen di tahun 2025 dari angka sebelumnya sebesar 6,1 persen di tahun 2024. Dia menilai, naiknya suku bunga SBN terjadi lantaran kondisi ekonomi global yang masih berdinamika tinggi hingga tahun depan.

    “Sehingga risiko masih besar terhadap capital outflow, sementara itu di sisi lain Indonesia itu profil jatuh tempo utangnya di tahun depan itu sangat tinggi, sekitar Rp700 triliun. Itu belum sama pembayaran suku bunga utangnya,” jelasnya.

    Sementara nilai tukar rupiah, kata dia, terdepresiasi lebih dari Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun 2024. Sehingga, tutur Riza, asumsi dasar nilai tukar rupiah naik dengan rata-rata Rp10.000.

    Menurutnya, hal tersebut menjadi sinyalemen bagi perekonomian Indonesia terkait daya saing nilai tukar yang menurun. Riza mengingatkan, nilai tukar rupiah perlu diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap kinerja perdangan ekspor-impor.

    Di sisi lain, target harga minyak mentah juga masih ditargetkan dengan angka yang sama, yakni 82. Riza menyebut, pergerakan harga komoditas juga sudah stabil kendati tidak begitu tinggi.

    Akan tetapi, produksi minyak dan gas (migas) menglami penurunan. Riza menyebut, hal itu terjadi lantaran sumur-sumur migas di Indonesia sudah terlampau tua. Sementara sumber migas belum banyak ditemukan.

    Risiko Penjegalan Target Pengeluaran

    Berdasarkan data RAPBN 2025 Kementerian Keuangan, pengeluaran konsumsi rumah tangga tahun 2025 ditargetkan sebesar 5 persen, pengeluaran konsumsi pemerintah 5 persen, hingga pembentuk modal tetap domestik bruto (PMTB) 5,5 persen.

    Riza menilai, target-target tersebut perlu diperhatikan. Pasalnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih berpotensi mengalami penurunan lantaran kondisi middle income class yang terlihat mulai mengurang tabungan di samping terjadinya pemutusan hubungan kerja di sektor industri.

    “Masih banyak persoalan dari sektor industri manufaktur yang berdampak pada pendapatan rumah tangga dan ini mempengaruhi konsumsi rumah tangga,” ungkap Riza.

    Begitu juga konsumsi pemerintah, risiko penurunan masih sangat terbuka lantaran target tahun ini masih di bawah 5 persen. Saat ini, pengeluaran konsumsi pemerintah masih berada di level 1,42 di semester I 2024.

    “Ini juga perlu effort yang tinggi supaya pengeluaran pemerintah bisa tumbuh 5 persen,” jelasnya.

    Sementara saat ini, tingkat pengangguran terbuka dalam negeri mengalami kenaikan akibat banyaknya sektor industri yang melemah. Riza menyebut, pemutusan hubungan kerja menjadi tantangan besar yang mengancam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

    Berdasarkan RAPBN 2025, tingkat pengangguran terbuka ditargetkan sebesar 4,5 persen hingga 5 persen. Sementara target pada tahun 2024 berada di level 5 persen hingga 5,7 persen.

    “Akhir-akhir ini terjadi layoff, terjadi PHK yang cukup besar khususnya di wilayah Pulau Jawa sebagai jumlah penduduk terbanyak. Ini perlu diperhatikan karena PHK benyak terjadi di Pulau Jawa sektor industri manufaktur,” jelasnya.

    Outlook Pembiayaan RAPBN 2025

    Berdasarkan RAPBN 2025, defisit terhadap PDB mengalami kenaikan secara outlook, di mana angka awal APBN 2024 sebesar 2,29 persen menjadi 2,70 persen. Karenanya, Riza menyebut ada peningkatan pendapatan dan belanja dengan masing-masing Rp2,802,5 triliun dan Rp3,412,2 triliun.

    Sementara pembiayaan utang, Riza menyebut mengalami peningkatan antara outlook 2024 sebesar Rp553,1 triliun menjadi Rp775,9 triliun di RAPBN 2025. Begitu juga dengan pembiayaan investasi yang mengalami peningkatan secara outlook dan RAPBN 2025 yakni sebesar 92 menjadi 154,50.

    Dia menilai, pembiayaan investasi pada BUMN Karya perlu diperhatikan secara serius mengingat utang jumbo perusahaan plat merah itu menjadi tanggungan APBN. “Pada gilirannya, jika ini tidak bisa dibayar oleh BUMN Karya utang-utangnya, maka yang menjadi bempernya adalah APBN lagi,” ungkapnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi