Logo
>

INDEF Sebut PDB RI Stagnan pada Tahun 2025, Ini Penyebabnya

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
INDEF Sebut PDB RI Stagnan pada Tahun 2025, Ini Penyebabnya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memprediksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2025 tetap stagnan. Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global di Amerika Serikat (AS), Zona Euro, dan Tiongkok menunjukkan kinerja di bawah ekspektasi.

    “Tahun 2025 bukanlah tahun dengan pertumbuhan PDB yang pesat, karena pertumbuhan PDB AS diperkirakan hanya sebesar 2,0 persen, dengan Zona Euro tertinggal jauh (0,9 persen) dan pertumbuhan Tiongkok (4,2 persen) jauh di bawah rata-rata historis saat ini,” kata Wakil Ketua Center for Sustainable Economic Development (CSED) INDEF Murniati Mukhlisin ujar Murniati dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin, 30 Desember 2024.

    Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI pada 2025 nanti hanya berada di kisaran 5,0 persen hingga 5,3 persen. Meskipun pertumbuhan ini mencerminkan stabilitas, tantangan eksternal tetap menjadi perhatian utama.

    Sedangkan untuk inflasi diprediksi akan berkisar antara 3,5 persen hingga 4,0 persen, seiring dengan potensi kenaikan harga-harga yang dipicu oleh faktor global dan domestik.

    Sementara, kebijakan moneter diharapkan tetap berada pada rentang 5,5 persen hingga 6,0 persen, sebagai upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi.

    Ia juga memprakirakan Bank Indonesia bakal mempertahankan suku bunga pada level yang mampu mendorong investasi tanpa mengorbankan stabilitas nilai tukar dan harga domestik.

    Menurutnya, kondisi ini yang dapat menahan laju ekspansi ekonomi global dan akhirnya berimbas kepada perekonomian domestik.

    “Inflasi juga dapat bertahan karena belanja fiskal yang lebih tinggi dan kemungkinan kenaikan tarif pajak,” ujarnya.

    Tantangan Perekonomian Global

    Senada dengan pernyataan Murniati, Penasihat CSED, INDEF, Abdul Hakam Naja  memprakirakan perekonomian global bakal menghadapi tantangan besar dalam beberapa tahun ke depan dengan proyeksi pertumbuhan yang melambat. Menurutnya, pelambatan ini tidak hanya terjadi di semua negara, baik maju maupun berkembang.

    “Perekonomian ke depan tidak akan mudah, pertumbuhan akan cukup menghadapi tantangan yang berat baik di negara-negara berkembang maupaun negara maju,” ujar Hakam dalam keterangannya, Sabtu, 29 Desmeber 2024.

    Dia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi global melambat menjadi 3,5 persen pada tahun 2022 dan mencapai 3,3 persen pada tahun 2023 karena bank sentral fokus pada penurunan inflasi.

    Selain itu, lanjut dia, tantangan seperti konflik Rusia, Ukraina, perang Israel di Gaza, dan kerentanan sektor keuangan terus berdampak pada outlook ekonomi.

    Peluang dari Ekonomi Syariah

    Namun, di tengah bayang-bayang resesi global ini, Hakam menyoroti celah emas dari pertumbuhan ekonomi syariah yang digadang-gadang mampu menggerakkan perekonomian nasional yang menurutnya saat ini masih jauh dari kata optimal.

    “Ekonomi syariah bisa menjadi penggerak pertumbuhan yang ditargetkan mencapai 8 persen pada 2028,” jelasnya.

    Berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report (SGIER) 2023/2024, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam pengembangan sektor ekonomi syariah.

    Posisi ini masih berada di bawah Malaysia yang kokoh di peringkat pertama selama 10 tahun berturut-turut, diikuti oleh Arab Saudi di peringkat kedua.

    “Dari enam indikator SGIER seperti Islamic finance, halal food, dan modest fashion, skor Indonesia hanya sepertiga dari Malaysia,” jelas Hakam.

    Kendati demikian, Hakam optimistis bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengejar ketertinggalan ini.

    “Dengan populasi Muslim yang besar dan industri halal yang terus berkembang, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan peringkatnya di masa depan,” ujarnya.

    Potensi Ekonomi Syariah

    Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto menegaskan bahwa ekonomi syariah berpotensi mendominasi pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya melalui industri halal.

    Eko mengungkapkan bahwa pada triwulan kedua 2024, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat mencapai 5,05 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor industri pengolahan yang mencapai 0,79 persen.

    “Industri halal, sebagai bagian dari sektor ini, menunjukkan performa yang positif. Pada triwulan pertama 2024, Halal Value Chain (HVC) tumbuh 1,94 persen year on year (yoy), dengan sektor makanan dan minuman halal serta modest fashion masing-masing tumbuh 5,87 persen dan 3,81 persen,” kata Eko di acara Pameran Halal Indonesia International Industry Expo (Halal Indo) di ICE BSD, Tangerang, akhir September 2024 lalu.

    Menurut Eko, menurut State of the Global Islamic Economy Report (SGIER), potensi besar ekonomi syariah dan industri halal terlihat dari proyeksi konsumsi produk halal yang diperkirakan mencapai USD2,4 triliun pada tahun 2024,

    Selain itu, populasi Muslim global diprediksi mencapai 2,2 miliar jiwa pada tahun 2030, yang merupakan 26,5 persen dari total populasi dunia, menurut Pew Research Center.

    “Pertumbuhan populasi ini tentunya akan meningkatkan permintaan terhadap produk halal. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia, Indonesia, dengan 241,7 juta jiwa, memiliki potensi pasar yang sangat besar untuk ekonomi syariah dan industri halal,” ujar Eko. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.