Logo
>

India Longgarkan Pembatasan Ekspor Beras untuk Lindungi Konsumen Global

Ditulis oleh Pramirvan Datu
India Longgarkan Pembatasan Ekspor Beras untuk Lindungi Konsumen Global

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah India telah memutuskan untuk melonggarkan pembatasan pada beberapa jenis ekspor beras, sebuah kebijakan yang diperkirakan akan meredakan harga global dan menandakan adanya perubahan strategi pertanian domestik setelah pemilu nasional baru-baru ini.

    Menurut laporan dari The Business Times, pemerintah India menurunkan pajak ekspor untuk beras setengah giling dari sebelumnya 20 persen menjadi 10 persen. Kebijakan ini diumumkan oleh Kementerian Keuangan India melalui pemberitahuan resmi pada 30 September 2024. Seperti dikutip di Jakarta, Senin 30 September 2024.

    Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan setelah sebelumnya, pada 2022, India memperketat ekspor beras sebagai langkah untuk menjamin keamanan pangan domestik dan mengendalikan inflasi harga pangan.

    Pembatasan ekspor yang diterapkan sebelumnya telah mendorong harga acuan beras Asia melonjak ke level tertinggi sejak 2008, memaksa negara-negara konsumen utama seperti Indonesia, Senegal, dan negara-negara Afrika lainnya untuk mencari sumber pasokan alternatif. Sebagai makanan pokok bagi miliaran orang di seluruh dunia, kenaikan harga beras ini berimbas signifikan pada stabilitas pangan global.

    Dampak terhadap Pasar Beras Global

    Langkah pelonggaran terbaru ini diharapkan dapat membantu meredakan tekanan pasokan beras dunia serta mengurangi beban impor untuk negara-negara yang sangat bergantung pada beras India. Sementara pembatasan sebelumnya berhasil menstabilkan harga domestik, kini India menghadapi tantangan baru berupa kelebihan stok beras di dalam negeri. Data dari Departemen Pertanian AS menunjukkan bahwa cadangan beras India saat ini berada pada level yang sangat tinggi, mendorong pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan ekspor guna menyeimbangkan pasar domestik.

    Sejak awal tahun fiskal yang dimulai pada 1 April, ekspor beras India tercatat turun hampir 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi hanya 5,3 juta ton dalam empat bulan pertama. Penurunan ini menyoroti dampak kebijakan pembatasan yang ketat pada volume perdagangan beras negara tersebut.

    Selain melonggarkan pajak ekspor, kondisi pasokan beras India diperkirakan akan semakin melimpah seiring dengan dimulainya masa panen padi hasil tanam musim hujan. Curah hujan yang baik pada musim tanam tahun ini telah mendorong peningkatan penanaman, dengan luas area yang lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan produksi ini diprediksi akan semakin menambah volume stok beras dalam negeri, memberikan dorongan tambahan bagi India untuk menyesuaikan kebijakan ekspornya.

    Bea Ekspor untuk Beras Lainnya

    Sebagai bagian dari kebijakan baru ini, pemerintah juga memberlakukan bea ekspor sebesar 10 persen untuk varietas beras yang belum digiling. Namun, ekspor untuk beras setengah giling dan beras giling utuh ke pasar internasional tidak akan dikenakan pungutan apa pun, menurut pemberitahuan yang diterbitkan.

    Keputusan tersebut menandakan bahwa India tetap berupaya menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan domestik dan mempertahankan pangsa pasarnya sebagai salah satu eksportir beras terbesar di dunia. Meskipun pelonggaran ini diharapkan dapat mengurangi tekanan harga di pasar global, respons pasar terhadap perubahan kebijakan tersebut akan sangat bergantung pada volume ekspor aktual serta kebijakan lanjutan yang mungkin diterapkan oleh pemerintah India dalam beberapa bulan ke depan.

    Dengan pemilihan umum nasional yang baru selesai, kebijakan ekspor ini dapat menjadi salah satu strategi untuk menyesuaikan keseimbangan pasokan dan permintaan, serta menjaga stabilitas harga beras baik di dalam maupun di luar negeri.

    Peluang Impor Beras untuk Indonesia

    Indonesia merupakan salah satu negara yang diperkirakan akan mengambil manfaat dari pelonggaran kebijakan ekspor beras non-basmati India. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia masih melakukan impor beras yang cukup besar. Pada Januari hingga Agustus 2024, total impor beras Indonesia mencapai 3,05 juta ton dengan nilai USD1,91 miliar, yang menyumbang 1,05 persen dari total nilai impor non-migas Indonesia.

    Dari data tersebut, impor beras pada bulan Agustus 2024 tercatat sebanyak 202,66 ribu ton, menurun dibandingkan bulan Juli 2024 yang mencapai 208,80 ribu ton, serta dibandingkan Agustus 2023 yang mencapai 259,17 ribu ton.

    Adapun tiga negara penyedia utama beras untuk Indonesia adalah:

    1. Thailand: 1,13 juta ton dengan nilai USD734,78 juta.
    2. Vietnam: 870 ribu ton dengan nilai USD542,86 juta.
    3. Pakistan: 460 ribu ton dengan nilai USD290,56 juta.

    Dengan pelonggaran ekspor India, Indonesia dapat meningkatkan porsi beras yang diimpor dari India. Beras non-basmati India dikenal dengan kualitasnya yang baik dan harga yang bersaing, yang dapat menjadi alternatif untuk beras yang diimpor dari negara-negara lain.

    Lalu, kenapa Indonesia harus mengimpor beras?

    Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan, produksi beras di Indonesia selalu mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti krisis iklim, semakin berkurangnya lahan pertanian, dan kondisi tanah serta akses pengairan. Produksi padi pada periode Januari-April 2024 juga turun 17,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu,saat mencapai 22,55 juta ton.

    Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bustanul Arifin, menjelaskan bahwa perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian, dan penurunan faktor produksi lainnya seringkali menghambat pencapaian target produksi. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber penyediaan lain sebagai solusi untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar.

    Namun, dari suatu kebijakan ada saja hal yang dibuat rugi, yaitu petani lokal dan emiten terkait. Jika harga beras impor lebih rendah daripada harga beras lokal, ini dapat memicu penurunan harga di pasar domestik. Akibatnya, petani lokal mengalami kesulitan dalam menjual hasil panen mereka, yang dapat berdampak pada pendapatan dan keberlangsungan usaha pertanian di Indonesia.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.