KABARBURSA.COM - Indonesia membutuhkan investasi yang sangat besar untuk mendorong energi baru terbarukan (EBT).
Untuk mengejar bauran energi baru terbarukan mencapai 23 persen pada tahun 2025 dibutuhkan investasi sebesar USD40 miliar atau setara Rp6161 triliun (kurus Rp15.400).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, jika tercapai target tersebut maka kapasitas EBT yang dimiliki Indonesia pada akhir tahun sebesar 8,2 gigawatt (GW).
“Hanya dalam satu tahun kita membutuhkan USD40 miliar untuk mencapai target 23 persen bauran energi,” kata Eniya di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Kamis, 5 September 2024.
Menurutnya, untuk mewujudkan itu merupakan tantangan besar. Namun, dia meyakini dengan kerja sama yang solid akan membantu mempercepat transisi energi dan mencapai target Net Zero Emission (NZE).
“Jadi ini merupakan tantangan besar jika kita ingin meningkatkan energi terbarukan dan bauran energi kita. Saya percaya, dengan kerja sama yang kuat dan solid dapat membantu mempercepat transisi energi dan mencapat target Net Zero Emission,” tuturnya.
Eniya menjelaskan, saat ini kapasitas pembangkit Indonesia sebesar 91 gigawat. Sebagian besar pembangkit tersebut menggunakan batu bara. Sementara, yang berasal dari EBT hanya 13 GW.
Adapun tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mewujudkan ini, adalah bagaimana mengurangi emisi pada pembangkit. Hal ini dilakukan dengan pengurangan atau penghentian penggunaan batu bara secara bertahap pada pembangkit listrik.
“Tantangan kedua adalah bagaimana menghadirkan energi baru terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil yang ada, dan tentunya untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan pada demand,” jelas Eniya.
Untuk mencapai Net Zero Emission, dalam perencanaan dibutuhkan 367 gigawatt pembangkit EBT. Kapasitas pembangkit listrik tenaga surya akan menjadi yang terbesar yakni sekitar 115 GW, pembangkit listrik tenaga air 46 GW, amonia 41 GW, dan angin 37 GW hingga 2060 mendatang.
“Dan yang perlu diperhatikan, di sini tidak ada tambahan pembangkit listrik tenaga batu bara setelah tahun 2030,” ungkapnya.
Pacu Investasi Energi Terbarukan, RI Jamin Kepastian Hukum
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengatakan untuk mendorong terciptanya iklim investasi yang lebih kondusif mempercepat energi terbarukan, salah satunya melalui peningkatan kepastian hukum.
Rosan menyatakan, bahwa pemerintah telah memberlakukan struktur tarif baru yang lebih kompetitif, dengan tujuan mendorong laju investasi di sektor energi terbarukan.
Tarif baru ini dinegosiasikan langsung antara Independent Power Producer (IPP) dan perusahaan listrik negara, PLN. Skema ini diharapkan mampu menarik lebih banyak investor untuk terlibat dalam pengembangan proyek-proyek energi bersih di Tanah Air.
Rosan menambahkan, fleksibilitas tarif yang disesuaikan dengan teknologi dan lokasi proyek juga akan menjadi katalis bagi efisiensi dan inovasi dalam sektor energi hijau.
Indonesia, lanjutnya, memiliki sumber daya terbarukan yang melimpah dengan potensi kapasitas mencapai 3.700 gigawatt. Namun, hingga kini, kurang dari 1 persen dari potensi tersebut yang berhasil dimanfaatkan.
Badan Energi Internasional (IEA) menyebutkan bahwa Asia Tenggara menyimpan potensi energi terbarukan yang sangat besar. IEA memproyeksikan bahwa pada 2040, pangsa energi terbarukan dalam pembangkitan listrik di kawasan ini akan melonjak hampir tiga kali lipat dibandingkan saat ini, dengan tenaga surya dan angin sebagai penggerak utama, mencapai 70 persen dari total pembangkitan listrik.
Namun demikian, Rosan mengingatkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam transisi ke energi terbarukan. Hambatan seperti infrastruktur yang belum memadai, kebutuhan investasi awal yang besar, serta kesulitan dalam mengakses pembiayaan menjadi kendala utama.
Pada 2022, biaya investasi awal untuk proyek energi terbarukan di negara berpenghasilan rendah tercatat 6,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan di negara berpenghasilan tinggi, tutur Rosan.
Fokus Investasi Hijau
Presiden terpilih Prabowo Subianto menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Untuk mencapai sasaran tersebut, Prabowo telah merancang berbagai strategi.
Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Laode M Kamaluddin, mengatakan untuk mencapai target tersebut, maka target investasi harus ditingkatkan. Dia menyebutkan, rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) harus mencapai 40,6 persen.
“Jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan ekonomi antara 6 hingga 8 persen, itu artinya keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap), maka rasio investasi terhadap PDB harus mencapai 40,67 persen. Peningkatan investasi menjadi strategi yang sangat penting,” kata Laode Kamaluddin di Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Agustus 2024.
Dia membeberkan, salah satu fokus investasi di era pemerintahan Prabowo Subianto nanti adalah meningkatkan investasi pada ekonomi hijau melalui karbon.
Kata dia, investasi hijau sejalan dengan target pengurangan emisi karbon 30 persen pada 2030.
Selain itu, proyek perdagangan karbon itu juga dapat meningkatkan investasi asing langsung di tengah terbatasnya pembiayaan domestik. Kata Laode, Indonesia berpotensi mendapatkan sebesar Rp416 triliun per tahun dari proyek tersebut.
Selain itu, lanjut Laode, proyek lainnya yang disiapkan untuk menarik investasi asing, seperti pembangunan artificial intelligence (AI) data center, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga hilirisasi tembaga, nikel, timah, dan bauksit.
“Digitalisasi yang diharapkan bukan seperti digitalisasi offline menjadi online, tapi menggunakan sistem IT. Yang akan berkembang pembangunan big data yang dijalankan oleh artificial intelligence. Kemudian blockchain, remote sensing, dan cyber security sebagai backbone dari basis data informasi,” terangnya.
Strategi dari sisi penguatan industri dalam negeri, Laode menyebutkan, akan dilakukan dengan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengolahan bioetanol dan biodiesel, perdagangan karbon, pengembangan proyek tanggul laut, serta penguatan food estate.
Tak lupa, UMKM juga akan dilibatkan dalam program Makan Bergizi Gratis. Kemudian ada renovasi rumah dan sekolah, pengembangan infrastruktur, serta hilirisasi pangan.
Potensi Ekonomi Hijau Indonesia
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa dunia saat ini sedang bertransformasi ke ekonomi hijau. Dia menegaskan, Indonesia tidak ingin kehilangan momentum.
Jokowi menambahkan Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi hijau, yaitu sekitar lebih 3.600 GW, baik dari energi air, matahari, panas bumi, gelombang laut dan bio energi.
“Kita terus konsisten mengambil bagian dalam langkah dunia melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap,” kata Jokowi dalam Pidato Kenegaraan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.
Jokowi memaparkan, transisi energi yang ingin diwujudkan adalah transisi Nusantara Baru Indonesia Maju Energi yang berkeadilan, yang terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat. (*)