Logo
>

Indonesia dan EGA Bahas Pengembangan Smelter Aluminium 

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Indonesia dan EGA Bahas Pengembangan Smelter Aluminium 

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bertemu dengan CEO Emirates Global Aluminium (EGA), Abdulnasser Ibrahim Saif Bin Kalban, di sela-sela World Government Summit 2025. Diskusi keduanya berfokus pada kelanjutan kerja sama dalam pengembangan industri aluminium di Indonesia.

    Kolaborasi tersebut mencakup rencana pembangunan smelter untuk mengolah bauksit di Tanah Air, sebagai bagian dari upaya meningkatkan hilirisasi mineral.

    CEO Abdulnasser menekankan perlunya kajian mendalam guna mengidentifikasi proyek yang dapat segera direalisasikan. "Indonesia memiliki potensi besar di sektor aluminium. Untuk itu, studi kelayakan harus segera dilakukan agar efisiensi produksi dapat terukur dengan baik," ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Kamis 13 Februari 2025.

    Dalam kesempatan itu, Abdulnasser juga mengungkapkan bahwa EGA telah menjalin kemitraan dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk memperluas smelter di wilayah utara Sumatera dengan target kapasitas produksi mencapai 400.000 ton per tahun.

    Namun, realisasi proyek ini masih terkendala oleh tingginya biaya energi serta terbatasnya pasokan listrik rendah karbon—faktor krusial dalam produksi aluminium hijau yang berkelanjutan.

    Untuk mengatasi tantangan tersebut, Abdulnasser menjelaskan bahwa EGA telah mengadopsi teknologi panel surya sebagai sumber energi utama dalam proses pengolahan aluminium. Selain itu, perusahaan juga berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas hingga 5 gigawatt (GW) guna memastikan ketersediaan energi bersih yang lebih stabil.

    "Dengan teknologi canggih yang kami terapkan dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, kerja sama ini berpotensi menghasilkan alumina berkualitas tinggi dalam jumlah besar," tegas Abdulnasser.

     Bea Masuk Antidumping

    Kementerian Perdagangan Budi Santoso, memproyeksikan ekspor produk aluminium ekstruksi Indonesia berpeluang meningkat setelah otoritas penyelidik Amerika Serikat (AS) memutuskan hasil penyelidikan bea masuk antidumping (BMAD) dan antisubsidi (countervailing duty/CVD) dengan tanpa pengenaan BMAD dan CVD.

    “Keputusan ini menjadi berkah bagi industri manufaktur Indonesia. Hasil ini merupakan sinergi antarkementerian, lembaga, dan pelaku usaha yang dikoordinasikan Kementerian Perdagangan RI. Dihentikannya penyelidikan BMAD dan CVD ini juga memastikan pasar ekspor tradisional, khususnya AS sebagai mitra strategis Indonesia, tetap terjaga,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat, 15 November 2024.

    Adapun  United States of International Trade Commission (USITC) menyebutkan, Pemerintah AS tidak mengenakan tindakan antidumping dan antisubsidi atas impor aluminium ekstrusi dari seluruh negara subjek penyelidikan.

    Diketahui Indonesia juga dinilai tidak menyebabkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS. Hasil ini dikeluarkan setelah komisioner dari USITC bersidang dan mengambil keputusan melalui mekanisme suara terbanyak (voting).

    Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI, Isy Karim, menyatakan bahwa kabar baik ini adalah dari upaya keras seluruh pemangku kepentingan di Indonesia.

    “Hasil tersebut juga menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga akses pasar ekspor dan daya saing

    aluminium ekstrusi Indonesia di pasar AS,” imbuhnya.

    Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag RI, Natan Kambuno, menjelaskan bahwa selama proses penyelidikan, Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag secara proaktif berupaya membela eksportir Indonesia yang terkena tuduhan.

    Dalam menjalankan langkah ini, Kemendag RI bekerja sama dengan perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait serta eksportir yang dituduh.

    “Salah satu upaya penting yang dilakukan adalah bersinergi membuat pembelaan tertulis serta pertemuan dengan penyelidik AS yang datang ke Indonesia untuk proses verifikasi,” lanjut Natan.

    Natan menambahkan, pada periode Januari–Agustus 2024, ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS tercatat sebesar USD 41 juta. Nilai ekspor tersebut turun drastis dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sempat menyentuh USD 79,5 juta.

    “Penyelidikan antidumping dan antisubsidi AS telah menekan laju ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS. Kami harap, keputusan USITC ini dapat memulihkan kinerja ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke pasar AS di masa depan,” pungkas Natan.

    Perlu diketahui berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam lima tahun terakhir (2019–2023), ekspor produk aluminium ekstrusi Indonesia ke Amerika Serikat dengan kode HS 7601, 7604, 7608, 7609, dan 7610 terus menunjukkan peningkatan. Pada 2023, ekspor produk tersebut mencapai USD 102 juta, sedangkan pada 2019 hanya tercatat USD 75 juta.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.