KABARBURSA.COM - Uni Eropa (UE) dan Indonesia resmi mencapai kesepakatan dagang bersejarah. Hampir semua komoditas akan dikenakan tarif mendekati nol, menghapus hambatan yang selama ini menekan arus perdagangan. Langkah ini mempererat hubungan kedua pihak di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump.
Kesepakatan juga meliputi penghapusan pembatasan transaksi bahan baku strategis. Komisioner Perdagangan UE, Maros Sefcovic, menuturkan perjanjian tersebut berpotensi menghemat bea masuk sekitar EUR600 juta bagi eksportir Eropa. “Kami benar-benar membuka babak baru yang sangat besar,” ujar Sefcovic setibanya di Jakarta. Seperti dilansir bloomberg.
Menurutnya, perdagangan UE–Indonesia selama ini berjalan di bawah potensi, padahal skala ekonomi Indonesia lebih besar dibandingkan gabungan Vietnam, Filipina, dan Thailand. Bagi UE, perjanjian dengan Jakarta krusial untuk diversifikasi rantai pasok, khususnya bahan baku, sekaligus membuka pasar baru di tengah tekanan tarif 15 persen dari AS terhadap sebagian besar ekspor Eropa.
UE juga mempercepat negosiasi dagang dengan mitra besar lainnya, termasuk India, serta baru saja merampungkan pembicaraan dengan blok Mercosur yang mencakup Brasil dan Argentina. Selain itu, dialog dengan Vietnam, Filipina, dan Thailand pun ditingkatkan.
Berdasarkan perjanjian, tarif akan turun menjadi nol untuk 96 persen produk dalam lima tahun. Dampaknya diperkirakan mampu meningkatkan ekspor UE ke Indonesia hingga 30 persen atau setara EUR3 miliar. Tarif mobil asal Eropa dipangkas dari 50 persen menjadi nol dalam lima tahun, sedangkan mesin dan peralatan dari 30 persen menjadi nol dalam waktu singkat. Produk pertanian dan pangan juga diuntungkan dari liberalisasi perdagangan ini.
Untuk sektor kimia dan produk industri lainnya, hambatan non-tarif dan lisensi akan dihapuskan. Sebaliknya, UE akan memperoleh akses khusus terhadap ekspor bahan baku Indonesia setelah melalui tahap pemrosesan awal. Meski begitu, larangan ekspor nikel Indonesia tetap berlaku, yang masih menjadi bahan sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Dengan perekonomian yang tumbuh dan populasi mencapai 300 juta jiwa, Indonesia dipandang sebagai mitra vital bagi UE. Namun, hubungan kedua pihak kerap tegang akibat regulasi deforestasi UE yang menargetkan komoditas sawit dan kopi. Indonesia menjadi salah satu negara yang paling keras menentang kebijakan tersebut.
Walaupun kesepakatan ini tidak mengubah penerapan aturan deforestasi, Sefcovic menegaskan bahwa perjanjian akan menyediakan platform untuk membantu perusahaan Indonesia, terutama eksportir kecil, memenuhi ketentuan pasar Eropa.
Sebelum diberlakukan, perjanjian ini tetap harus memperoleh persetujuan dari negara anggota UE, Parlemen Eropa, serta legislatif Indonesia. “Kesepakatan ini menjadi kerangka jelas untuk memperkuat perdagangan dan menciptakan peluang bagi kedua belah pihak,” kata Sefcovic menutup pernyataannya.(*)