KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia mendorong penerapan transaksi mata uang lokal (local currency transaction/LCT) sebagai inisiatif quick win dalam pertemuan Pejabat Tinggi Bidang Integrasi Ekonomi ASEAN di Vientiane, Laos.
Pertemuan tersebut digelar untuk membahas finalisasi Rencana Strategis (Renstra) Masyarakat Ekonomi ASEAN 2026-2030. Inisiatif quick win ini akan menjadi komitmen bersama dalam memprioritaskan langkah-langkah strategis yang berdampak signifikan guna mengatasi tantangan mendesak.
“Kita harus memperkuat implementasi LCT, memperluas cakupannya ke seluruh negara anggota ASEAN dan mitra dagang utama. Perjanjian LCT dengan negara ekonomi besar seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan akan memperkokoh ketahanan kawasan,” ujar Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional, Netty Muharni, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 15 Agustus 2024.
Ekspansi LCT dianggap sebagai langkah kunci untuk memperkuat konektivitas kawasan, terutama di sektor keuangan.
Renstra MEA 2026-2030, yang direncanakan diadopsi oleh Kepala Negara pada 2025, memiliki peran penting dalam mewujudkan Visi ASEAN 2045 sebagai kawasan yang tangguh, inovatif, dinamis, dan berorientasi pada masyarakat.
Renstra tersebut mencakup tiga elemen utama: Tujuan Strategis, Sasaran, dan Langkah-Langkah Strategis. Hingga saat ini, 140 dari total 209 langkah strategis telah dirampungkan dari 47 sasaran yang ditetapkan.
Di tengah dinamika global, isu-isu baru seperti ekonomi digital, tenaga kerja, ekonomi hijau, hak kekayaan intelektual, hingga inklusivitas terus berkembang dalam forum kerja sama internasional. Perubahan ini menuntut ASEAN untuk secara proaktif mengintegrasikan isu-isu tersebut dalam perjanjian perdagangan yang sedang dibahas. Hal ini sejalan dengan Visi 2045 untuk menjadi kekuatan ekonomi global keempat.
Netty juga menyampaikan bahwa semakin banyak negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, yang mengadopsi standar lebih tinggi pada isu-isu baru tersebut dalam perjanjian perdagangan atau platform multilateral lainnya, seperti proses aksesi Indonesia ke OECD.
Indonesia juga mengumumkan akan menjadi tuan rumah pertemuan ASEAN-OECD Good Regulatory Practice Network (GRPN) ke-9 pada 28 November 2024. Salah satu agenda utama adalah berbagi pengetahuan mengenai penerapan praktik regulasi yang baik di ASEAN.
Indonesia akan mengundang Laos dan Malaysia, sebagai negara percontohan GRP bersama Indonesia, serta seluruh anggota ASEAN untuk berpartisipasi dalam pertemuan tersebut di Jakarta.
Di sela pertemuan, delegasi Indonesia juga mengadakan pertemuan bilateral dengan Laos, selaku Ketua ASEAN 2024, untuk membahas dua isu penting.
Pertama, inisiatif batik kolaborasi ASEAN yang dipersembahkan Indonesia, dan telah diluncurkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rangkaian peringatan HUT ke-57 ASEAN pada 8 Agustus 2024.
Kedua, dukungan khusus kepada Laos dalam menghadapi situasi ekonomi yang sedang mengalami tekanan. Indonesia secara khusus menyampaikan rekomendasi solusi dan siap untuk melakukan diskusi lanjutan.
“Saya mengapresiasi peran Sekretariat ASEAN dalam mengembangkan panduan untuk mengidentifikasi inisiatif quick win yang akan menjadi bagian dari Renstra MEA 2026-2030,” tutup Asdep Netty.
Sektor Manufaktur Indonesia
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa sektor manufaktur Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan.
Menurut Menperin Agus, nilai pertambahan atau value added di sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 6,4 persen, mencapai USD68 miliar dan total menjadi USD255 miliar.
Capaian ini telah mendorong Indonesia naik peringkat dari posisi ke-14 menjadi posisi ke-12 dalam daftar negara penyumbang produk manufaktur dunia. Meski masih berada di bawah negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, dan Italia, Indonesia menunjukkan performa yang jauh lebih baik dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya yang merupakan kompetitor utama. Sebagai contoh, Thailand yang berada di peringkat ke-22 secara global mencatat nilai value added sebesar USD128 miliar.
“Kita memang masih berada di bawah negara-negara besar tersebut, namun posisi kita jauh melampaui negara-negara ASEAN lainnya. Ini merupakan pencapaian yang signifikan, terutama dalam konteks persaingan global di sektor manufaktur,” ujar Menperin Agus dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024.
Menperin Agus menambahkan bahwa pencapaian ini menunjukkan bahwa struktur sektor manufaktur di Indonesia semakin tersebar secara merata, sehingga memungkinkan nilai value added untuk meningkat secara signifikan. Kunci untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan prestasi ini adalah dengan memperkuat daya saing industri manufaktur nasional.
Untuk memperkuat daya saing, Menperin Agus menyarankan agar perhatian lebih diberikan pada pengembangan jasa industri yang dapat mendukung sektor manufaktur.
Penguatan peran dan pemanfaatan potensi jasa industri menjadi salah satu strategi utama dalam meningkatkan daya saing secara keseluruhan.
Selain itu, posisi Indonesia dalam jajaran manufaktur global diperkuat oleh peningkatan nilai output industri dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, nilai output industri tercatat sebesar USD210,4 miliar, meningkat menjadi USD228,32 miliar pada tahun 2021, dan mencapai USD241,87 miliar pada tahun 2022.
Hingga September 2023, nilai output industri telah mencapai sekitar USD192,54 miliar, dengan proyeksi yang terus menunjukkan tren positif.
Daya saing sektor industri Indonesia juga didorong oleh investasi yang terus meningkat, baik dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi di sektor industri manufaktur meningkat signifikan dari Rp213,4 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp307,6 triliun pada tahun 2021, dan mencapai Rp457,6 triliun pada tahun 2022. Pada periode Januari hingga September 2023, investasi di sektor manufaktur tercatat mencapai Rp413 triliun.
Peningkatan ini mencerminkan kepercayaan investor yang terus berkembang terhadap sektor manufaktur Indonesia, serta komitmen pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan berkelanjutan. Dengan terus berfokus pada pengembangan sektor ini, diharapkan Indonesia dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan posisi globalnya dalam industri manufaktur.(*)