Logo
>

Industri Asuransi Masih Tertekan, Akankah Cerah pada 2025?

Meskipun terjadi peningkatan aset, pendapatan premi asuransi komersial justru mengalami penurunan sebesar 4,10 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp34,76 triliun

Ditulis oleh Syahrianto
Industri Asuransi Masih Tertekan, Akankah Cerah pada 2025?
Ilustrasi keluarga yang diproteksi oleh asuransi (Foto: Unsplash/Towfiqu Barbhuiya)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Industri asuransi di Indonesia memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas ekonomi, baik bagi individu maupun badan usaha. Dengan fungsinya sebagai mitigasi risiko terhadap berbagai kejadian tidak terduga, asuransi menjadi sektor yang tidak terpisahkan dari ekosistem keuangan nasional. Namun, memasuki tahun 2025, industri ini masih menghadapi berbagai tantangan yang cukup berat.

    Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2025, total aset industri asuransi mencapai Rp1.146,47 triliun, mengalami peningkatan 2,53 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, meskipun terjadi peningkatan aset, pendapatan premi asuransi komersial justru mengalami penurunan sebesar 4,10 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp34,76 triliun.

    Secara lebih rinci, pendapatan premi asuransi jiwa mencatat pertumbuhan positif sebesar 10,39 persen yoy menjadi Rp19,14 triliun. Sebaliknya, pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi mengalami penurunan tajam sebesar 17,40 persen yoy menjadi Rp15,62 triliun. Tren ini mengindikasikan adanya pergeseran konsumsi masyarakat terhadap produk asuransi, dengan peningkatan pada asuransi jiwa, tetapi penurunan pada asuransi umum dan reasuransi.

    Tantangan Utama: Inflasi Medis dan Daya Beli Masyarakat

    Presiden Direktur PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance), Tatang Nurhidayat, menyebut bahwa industri asuransi umum masih menghadapi ketidakpastian ekonomi yang berpotensi melemahkan daya beli masyarakat. Selain itu, tingkat literasi keuangan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya asuransi juga masih rendah, menjadi hambatan bagi pertumbuhan industri.

    Di sisi lain, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memproyeksikan bahwa inflasi medis yang tinggi akan menjadi tantangan besar bagi industri asuransi jiwa. Menurut laporan Health Trends 2025 yang dirilis oleh Mercer Marsh Benefits, inflasi medis di Indonesia diperkirakan mencapai 19 persen pada tahun 2025, meningkat dari 17,9 persen pada tahun 2024. Kondisi ini berpotensi meningkatkan jumlah klaim asuransi kesehatan secara signifikan.

    AAJI mencatat bahwa pada kuartal III-2024, klaim kesehatan telah mencapai Rp20,91 triliun, naik 37,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Akibat lonjakan klaim ini, rasio klaim kesehatan di industri asuransi jiwa kembali menembus 100 persen, yang menandakan bahwa jumlah klaim yang dibayarkan telah menyamai atau bahkan melampaui pendapatan premi yang diperoleh.

    Peningkatan klaim ini sejalan dengan proyeksi inflasi medis yang tinggi. Menurut survei Global Medical Trends dari WTW, biaya kesehatan di Indonesia diperkirakan melonjak hingga 19,4 persen pada tahun 2025, melanjutkan tren peningkatan dua digit yang sudah terjadi selama dua tahun terakhir. 

    Meskipun inflasi umum relatif terkendali, dengan inflasi year-on-year sebesar 1,57 persen pada Desember 2024, inflasi medis yang tinggi tetap menjadi tantangan utama bagi industri asuransi dan pemberi kerja di Indonesia. 

    Tekanan Finansial: Penurunan Profitabilitas Asuransi Umum

    Industri asuransi umum menghadapi tekanan finansial yang cukup besar. Menurut data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), industri ini mencatatkan kerugian sebesar Rp10,13 triliun pada tahun 2024. Padahal, pada 2023, industri asuransi umum masih membukukan laba sebesar Rp7,8 triliun. Penurunan ini mencapai 197,8 persen yoy, yang mencerminkan tantangan berat bagi industri dalam menjaga profitabilitas di tengah lonjakan klaim dan penurunan daya beli masyarakat.

    Lebih lanjut, berdasarkan data AAUI, hasil underwriting industri asuransi umum mengalami penurunan drastis sebesar 102,7 persen yoy dengan mencatatkan defisit Rp1,52 triliun pada 2024. Padahal, pada 2023 hasil underwriting industri ini masih mencapai Rp19,46 triliun. Penurunan tersebut terjadi akibat kenaikan beban underwriting yang meningkat 19,4 persen yoy menjadi Rp43 triliun dari Rp36 triliun pada 2023.

    Faktor lain yang turut berkontribusi adalah peningkatan cadangan premi dan cadangan klaim. Cadangan premi melonjak 546,5 persen yoy menjadi Rp22,7 triliun dari sebelumnya Rp3,44 triliun, sementara cadangan klaim naik 306,3 persen yoy menjadi Rp5,08 triliun dari Rp1,25 triliun pada 2023.

    Di sisi lain, total premi industri asuransi umum masih mengalami pertumbuhan sebesar 5,7 persen yoy menjadi Rp112,78 triliun dari Rp106,55 triliun pada 2023. Hasil investasi juga naik 19,8 persen yoy menjadi Rp7,43 triliun dari Rp6,20 triliun. Namun, kenaikan beban klaim sebesar 8 persen yoy menjadi Rp48,63 triliun dari Rp44,80 triliun ikut berkontribusi terhadap tekanan keuangan industri.

    Secara keseluruhan, liabilitas industri asuransi umum mencapai Rp167,06 triliun, meningkat 24,3 persen yoy dari Rp134,40 triliun pada 2023, sementara ekuitas industri turun 15,6 persen yoy menjadi Rp63,18 triliun dari Rp76,68 triliun. Dari sisi profitabilitas, return on assets (ROA) tercatat -4,2 persen dan return on equity (ROE) -16 persen pada 2024, menandakan tekanan finansial yang cukup besar di sektor ini. Total aset industri asuransi umum meningkat 8,4 persen yoy menjadi Rp242,91 triliun dari Rp224,05 triliun, dan total investasi tumbuh 5,9 persen yoy menjadi Rp120,67 triliun dari Rp113,94 triliun pada 2023.

    Outlook 2025: Masih Ada Harapan?

    Meskipun industri asuransi masih berada di bawah tekanan, prospek pemulihan tetap terbuka, terutama dengan dukungan digitalisasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. Perusahaan asuransi mulai mengadopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan layanan, serta memperkenalkan produk yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan pasar.

    Selain itu, regulasi yang lebih ketat dan peningkatan tata kelola perusahaan diharapkan dapat memperkuat stabilitas industri. Upaya edukasi dan literasi keuangan juga menjadi faktor penting dalam meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia.

    Namun, untuk mencapai pemulihan yang lebih signifikan, industri asuransi perlu menghadapi tantangan utama seperti inflasi medis, ketidakpastian ekonomi, serta peningkatan jumlah klaim yang dapat berdampak pada kesehatan keuangan perusahaan asuransi. Akankah tahun 2025 menjadi titik balik bagi industri ini? Hanya waktu yang akan menjawabnya. (*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.