Logo
>

Inflasi Rendah, Domestik Lemah: Pertumbuhan Direvisi Turun

Permintaan musiman dan efek basis rendah dari bulan sebelumnya akibat pengurangan subsidi pemerintah

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Inflasi Rendah, Domestik Lemah: Pertumbuhan Direvisi Turun
Kawasan Perkantoran Sudirman, Jakarta. foto: KabarBursa.com/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Tren inflasi Indonesia pada Maret 2025 menunjukkan sinyal campuran. Meski secara bulanan mengalami lonjakan karena faktor musiman, tekanan harga secara tahunan masih tergolong rendah. 

    Ekonom senior Fithra Faisal Hastiadi menilai bahwa inflasi rendah justru bisa menjadi sinyal lemahnya permintaan domestik, di tengah ancaman ketidakpastian global dan pelemahan nilai tukar rupiah.

    “Pada Maret 2025, indeks harga konsumen (IHK) hanya naik 1,03 persen secara tahunan (year-on-year), lebih rendah dari konsensus pasar sebesar 1,16 persen, meski masih lebih tinggi dari perkiraan internal kami yang sebesar 0,8 persen setelah penurunan 0,09 persen pada Februari 2025,” ujar Fithra dalam risetnya yang diterima oleh KabarBursa.com di Jakarta, Rabu 9 April 2025.

    Ia menjelaskan, lonjakan inflasi bulanan sebesar 1,65 persen yang membalikkan deflasi 0,48 persen di Februari lebih dipicu oleh efek musiman menjelang Idulfitri dan normalisasi tarif listrik yang sebelumnya sempat mendapat diskon pada awal tahun. Namun, angka tersebut masih berada di bawah proyeksi pasar sebesar 1,79 persen.

    “Permintaan musiman dan efek basis rendah dari bulan sebelumnya akibat pengurangan subsidi pemerintah mendorong kenaikan ini. Tapi secara umum inflasi inti tetap stabil karena harga komoditas melemah seiring turunnya pendapatan petani,” jelasnya.

    Dalam pandangan pasar, lanjut Fithra, lingkungan inflasi yang relatif jinak ini memberikan ruang bagi investor untuk mempertimbangkan aset pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah jangka panjang, karena ekspektasi suku bunga yang tidak terlalu agresif. Namun, ia mengingatkan bahwa sektor konsumsi yang selama ini menjadi motor penggerak pasar saham juga menghadapi tantangan baru.

    “Sektor kebutuhan pokok dan ritel makanan bisa mendapat keuntungan, tetapi tekanan biaya yang terus naik bisa mempersempit margin keuntungan jika inflasi inti meningkat,” katanya.

    Meski angka utama inflasi menunjukkan kenaikan, Fithra memperkirakan tekanan harga inti akan tetap terkendali dalam waktu dekat. Namun demikian, ia melihat bahwa rendahnya inflasi bisa menjadi refleksi dari permintaan yang lemah, bukan hanya keberhasilan kebijakan pengendalian harga.

    “Kita harus jujur bahwa inflasi yang rendah ini juga bisa berarti daya beli masyarakat masih lemah. Ini sejalan dengan revisi pertumbuhan PDB Indonesia untuk tahun 2025 yang diturunkan menjadi 4,8 hingga 4,9 persen dari sebelumnya 4,97 persen,” ungkap Fithra.

    Ia menambahkan, suku bunga kemungkinan besar masih akan tetap tinggi karena nilai tukar rupiah yang rentan terhadap gejolak global, khususnya dari dinamika suku bunga eksternal dan ketegangan geopolitik. 

    “Jadi meskipun inflasi terkendali, prospek pertumbuhan tetap harus dibaca dengan hati-hati,” pungkasnya.

    Prediksi Bank Indonesia

    Bank Indonesia (BI) memperkirakan tekanan inflasi akan mengalami penurunan setelah Ramadan dan Idulfitri seiring dengan normalisasi harga. Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) April 2025 yang tercatat sebesar 159,6, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar 179,0.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa penurunan indeks ini terutama didorong oleh kembali stabilnya harga-harga barang setelah peningkatan permintaan selama Ramadan dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri.

    “Sementara itu, IEH Juli 2025 tercatat sebesar 155,4, lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 152,3. Ini dipengaruhi oleh prakiraan peningkatan permintaan pada periode puncak liburan sekolah,” ujar Ramdan dalam keterangan resminya, Rabu, 12 Maret 2025.

    BI juga mencatat bahwa Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari 2025 diperkirakan mencapai 213,2, atau tumbuh sebesar 0,8 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

    Ramdan mengungkapkan bahwa kenaikan ini terutama ditopang oleh sektor Peralatan Informasi dan Komunikasi, Subkelompok Sandang, serta Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yang mengalami lonjakan permintaan menjelang Ramadan dan persiapan Idulfitri.

    Namun, secara tahunan (year-on-year/yoy), penjualan eceran pada Februari 2025 mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen. Penurunan ini dipengaruhi oleh perlambatan di sektor Makanan, Minuman, dan Tembakau, meskipun kelompok lain seperti Peralatan Informasi dan Komunikasi serta Bahan Bakar Kendaraan Bermotor masih mencatatkan pertumbuhan.

    Sementara itu, IPR Januari 2025 tercatat sebesar 211,5, mengalami kontraksi 4,7 persen mtm, setelah sebelumnya tumbuh 5,9 persen mtm di Desember 2024. Normalisasi permintaan pasca perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi faktor utama penurunan penjualan eceran di awal tahun ini.

    Prediksi Penjualan di Triwulan I 2025

    BI memperkirakan bahwa penjualan eceran di triwulan I 2025 tetap tumbuh, meskipun dalam laju yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan penjualan di triwulan I 2025 diperkirakan hanya 0,02 persen, lebih rendah dibandingkan 1,4 persen pada triwulan IV 2024.

    Beberapa sektor yang tetap menopang pertumbuhan penjualan eceran adalah Suku Cadang dan Aksesori (15,6 persen yoy), Barang Budaya dan Rekreasi (4,3 persen yoy), Peralatan Informasi dan Komunikasi (2,3 persen yoy), serta Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (1,4 persen yoy).

    Dari sisi spasial, kota-kota seperti Semarang, Denpasar, dan Makassar masih mencatat pertumbuhan penjualan yang lebih kuat dibandingkan daerah lainnya, terutama didukung oleh sektor pariwisata dan konsumsi domestik yang tetap solid.

    Tekanan inflasi diperkirakan akan menurun pada April 2025, sejalan dengan normalisasi harga pasca Ramadan dan Idulfitri. Namun, inflasi diprediksi kembali meningkat pada Juli 2025, didorong oleh kenaikan permintaan selama liburan sekolah.

    “Kami melihat bahwa harga-harga akan lebih stabil setelah Ramadan, tetapi ada potensi kenaikan kembali menjelang libur sekolah di pertengahan tahun,” tambah Ramdan.

    Ke depan, BI terus mencermati perkembangan harga dan penjualan eceran guna memastikan stabilitas inflasi tetap terkendali dalam kisaran 2,5 ± 1 persen, sesuai dengan target yang telah ditetapkan untuk tahun 2025. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.