KABARBURSA.COM - Banyak perusahaan Jepang kini semakin menyadari pentingnya menaikkan upah demi mengatasi kekurangan tenaga kerja yang bersifat struktural. Bank of Japan (BOJ) pada Kamis menyatakan bahwa situasi ini menggarisbawahi tekanan untuk potensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
BOJ menegaskan, kenaikan upah yang berkesinambungan dan meluas merupakan syarat mutlak sebelum langkah pengetatan kebijakan moneter dapat dilakukan lebih lanjut. Seperti dilansir
Dalam laporannya tentang kondisi ekonomi regional, bank sentral tersebut mencatat bahwa banyak wilayah di Jepang mengalami inflasi harga yang disebabkan oleh upaya perusahaan-perusahaan untuk mendanai kenaikan upah. Seperti dilansir reuters di Jakarta, Kamis 9 Januari 2025.
Namun, situasinya bervariasi. Beberapa perusahaan masih mempertimbangkan besaran kenaikan gaji untuk tahun ini, sementara bisnis kecil menunjukkan kehati-hatian karena dampak kenaikan biaya yang dapat menekan margin keuntungan, ungkap BOJ.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan sudah merancang detail terkait besarnya kenaikan gaji. Secara keseluruhan, laporan menunjukkan bahwa banyak pelaku usaha memahami urgensi untuk terus meningkatkan kompensasi karyawan, ujar BOJ.
Dalam evaluasi terbaru, BOJ merevisi penilaian ekonominya untuk dua dari sembilan wilayah di Jepang, sementara pandangan untuk wilayah lain tetap dipertahankan. Bank mencatat bahwa perekonomian wilayah-wilayah tersebut menunjukkan pemulihan yang moderat.
Temuan ini dihasilkan dari pertemuan triwulanan manajer cabang regional BOJ dan akan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam rapat kebijakan moneter berikutnya pada 23-24 Januari. Beberapa analis memprediksi bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga dari level saat ini, yaitu 0,25 persen, pada pertemuan tersebut.
Kebijakan Pelonggaran Moneter
Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga. Mereka menegaskan komitmennya untuk lebih hati-hati dalam menilai apakah kenaikan upah dapat bertahan lama dan mendukung inflasi agar tetap berada di sekitar target 2 persen.
Seperti yang diperkirakan sebelumnya, dewan kebijakan BOJ memilih untuk tidak mengubah suku bunga kebijakan jangka pendek, yang tetap berada di level 0,25 persen, dengan hasil suara 8-1. Satu-satunya anggota yang menentang keputusan tersebut adalah Naoki Tamura. Seperti dinukil reuters di Jakarta, Kamis 19 Desember 2024.
Gubernur BOJ, Kazuo Ueda, dijadwalkan menggelar konferensi pers pada pukul 15:30 waktu setempat (0630 GMT) untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait keputusan tersebut.
Selain itu, BOJ juga mengungkapkan hasil tinjauan mengenai manfaat dan biaya dari berbagai kebijakan pelonggaran moneter nonkonvensional yang telah diterapkan dalam upayanya mengatasi deflasi selama 25 tahun terakhir. Langkah ini juga dianggap sebagai simbolis dari niat BOJ untuk mengakhiri kebijakan stimulus besar-besaran yang telah diterapkan. Tinjauan tersebut dimulai sejak Ueda memimpin pada April tahun lalu.
Potensi Dorong Inflasi
Bank of Japan (BOJ) menyatakan bahwa kenaikan upah minimum di Jepang berpotensi mendorong inflasi, terutama melalui lonjakan harga jasa. Kondisi ini mencerminkan optimisme terhadap kemungkinan inflasi yang stabil menuju target 2 persen.
Kenaikan upah yang konsisten dan meluas menjadi syarat penting yang ditetapkan BOJ untuk menaikkan suku bunga dari level mendekati nol saat ini. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin 4 November 2024.
Rata-rata upah minimum akan naik mencapai rekor 5,1 persen dalam tahun fiskal hingga akhir Maret 2025, dengan kenaikan yang signifikan di wilayah-wilayah dengan tingkat upah yang masih rendah, ujar BOJ dalam laporan lengkap prospek triwulanan.
Jika upah minimum terus meningkat, harga terutama di sektor jasa kemungkinan besar akan terdongkrak, ungkap BOJ, dikutip dari The Business Times, Senin, 4 November 2024.
Perkiraan BOJ menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum sebesar 1 persen akan memicu kenaikan harga jasa, diukur melalui indeks harga konsumen, sebesar 0,07 poin persentase, demikian tercantum dalam laporan tersebut.
Analisis terhadap deflator produk domestik bruto (PDB) Jepang, yang melacak perubahan harga barang dan jasa, juga menunjukkan pergeseran pendorong utama inflasi dari laba unit ke biaya tenaga kerja per unit sejak 2024, tambahnya.
Data ini menunjukkan bahwa inflasi Jepang lebih didorong oleh kenaikan biaya tenaga kerja ketimbang oleh kenaikan harga bahan baku.(*)