KABARBURSA.COM – Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menilai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang mewah tidak akan berdampak signifikan pada penjualan properti di Indonesia.
Menurutnya, jumlah properti yang masuk dalam kategori barang mewah dengan harga di atas Rp30 miliar masih terbatas. Segmen pasarnya pun, kata Ferry, juga masih kecil. Karakteristik konsumen rumah di atas Rp30 miliar juga berbeda jauh dari konsumen kelas menengah ke bawah.
“Kalau kita lihat, objek PPN 12 persen ini hanya untuk hunian mewah, secara umum tidak terlalu banyak dampak. Karena pertama, kalau kita bicara hunian mewah itu jumlahnya sangat sedikit sekali,” ujarnya dalam Media Briefing virtual, Rabu, 8 Januari 2025.
Ferry menyebut rumah dengan harga di atas Rp30 miliar masuk dalam kategori “very luxury”. Sementara rumah yang tergolong “luxury” biasanya berada di kisaran harga Rp10-15 miliar untuk kategori real estate.
“Kalau di atas Rp30 miliar itu biasanya individual houses. Pasarnya memang sangat sedikit. Jadi, kalau kita bicara pengaruh ke serapan, tidak ada, karena memang beda market,” tambahnya.
Menurut Ferry, segmen pasar ini sebenarnya tidak menjadi masalah besar. Pasalnya, bagi orang yang memiliki kemampuan finansial, keterbatasan stok justru membuat properti tersebut semakin eksklusif.
“Segmen market ini sebetulnya tidak terlalu jadi issue karena kalau bagi orang yang punya duit dengan ini stok sedikit sehingga jadi barang yang eksklusif, kalau mereka mau beli, mereka akan beli,” tambahnya.
Cara Hitung Pajak PPN dan PPnBM
Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, negara bakal mendapat tambahan pendapatan negara sebesar Rp1,5-3,5 triliun dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang dan jasa dengan kategori mewah.
Perhitungan ini, kata Suryo, didasarkan pada tambahan PPN yang dikenakan pada barang-barang mewah. Ia mengklaim kenaikan PPN sebesar 1 persen pada barang-barang mewah dapat memberi dampak positif terhadap penerimaan negara.
“Sebanyak 1 persen untuk barang yang sifatnya mewah tadi,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KITa, di Jakarta, Senin 6 Januari 2025.
Pada kesempatan yang sama, Suryo menjelaskan cara menghitung beban PPN 12 persen untuk barang mewah. Ia mencontohkan, jika membeli rumah mewah senilai Rp50 miliar akan dikenakan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Lalu, bagaimana cara menghitung besaran pajak yang harus dibayar pemilik rumah?
– PPN: 12 persen x Rp50 miliar = Rp6 miliar.
– PPnBM rumah mewah: 20 persen x Rp50 miliar = Rp10 miliar.
– Total pajak= Rp6 miliar + Rp10 miliar = Rp16 miliar.
Daftar Barang Mewah Kena PPN 12 Persen
Seiring dengan diberlakukannya tarif PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Peraturan ini mengatur terkait PPN atas impor dan penyerahan barang kena pajak, serta jasa kena pajak yang berasal dari luar daerah pabean.
Menurut Pasal 2 ayat (3) PMK tersebut, barang kena pajak yang dikenakan tarif PPN adalah barang mewah, seperti kendaraan bermotor, yang diatur oleh perundang-undangan di bidang perpajakan.
Barang mewah yang dikenakan tarif PPN termasuk kendaraan bermotor, diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 42/PMK.010/2022, yang mengubah PMK Nomor 141/PMK.010/2021 tentang jenis kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan tata cara pengenaannya.
Sementara itu, barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan tarif PPnBM diatur dalam PMK Nomor 15/PMK.03/2023, yang mengubah PMK Nomor 96/PMK.03/2021 tentang jenis barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan tata cara pengecualiannya.
Berikut adalah daftar kelompok barang mewah yang tercantum dalam kedua peraturan tersebut:
PnBM 20 persen
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau lebih.
PPnBM 40 persen
- Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
- Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: Peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.
PPnBM 50 persen
- Kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40 persen, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga:
– Helikopter.
– Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya, selain helikopter.
- Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:
– Senjata artileri
– Revolver dan pistol
– Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
PPnBM 75 persen
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara dan angkutan umum:
- Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara dan angkutan umum.
- Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.