KABARBURSA.COM – Dalam persaingan menarik investasi global, Indonesia harus bekerja lebih keras untuk mengimbangi ketertarikan investor terhadap Vietnam. Investasi yang masuk ke negara ini cukup besar selama beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat menunjukkan bahwa negara ini lebih ramah investasi.
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran, Arianto Muditomo, menyatakan tren investor yang beralih ke Vietnam berpotensi menekan prospek pertumbuhan emiten Indonesia, terutama di sektor manufaktur, teknologi, dan ekspor.
“Hal ini bisa berdampak pada valuasi pasar yang kurang atraktif akibat minimnya arus modal baru serta lambatnya ekspansi produksi,” ujar Arianto saat dihubungi kabarbursa.com melalui telepon, Sabtu, 5 April 2025.
Ia menambahkan bahwa emiten-emiten yang bergantung pada investasi asing langsung atau perluasan rantai pasok global akan menghadapi tantangan kompetitif yang semakin besar.
Menurutnya, perusahaan Indonesia perlu mengandalkan efisiensi operasional, diversifikasi pasar, serta kolaborasi strategis lintas negara untuk tetap relevan dalam peta investasi regional.
Keunggulan Vietnam
Vietnam kini tampil dominan atas Indonesia di sejumlah indikator ekonomi. Padahal dari sisi populasi, Indonesia unggul dengan 282 juta jiwa dibanding Vietnam yang hanya 101 juta jiwa. Namun, dari sisi pertumbuhan ekonomi, Vietnam mencatatkan angka impresif 7,09 persen pada 2024, melampaui Indonesia yang hanya tumbuh 5,03 persen.
Rasio investasi asing terhadap PDB juga menunjukkan perbedaan yang mencolok. Vietnam berhasil menarik FDI hingga 5,90 persen dari PDB-nya dalam periode 2010 hingga 2018, sementara Indonesia hanya 2,10 persen. Fakta ini mempertegas tingkat kepercayaan investor global terhadap Vietnam yang lebih tinggi dibanding Indonesia.
Keunggulan Vietnam turut ditopang oleh kebijakan fiskal yang lebih bersaing. Pajak Penghasilan Badan Vietnam hanya sebesar 20 persen, sementara Indonesia mematok 25 persen. Begitu pula dengan Pajak Pertambahan Nilai yang di Vietnam hanya 8 persen, sedangkan Indonesia menerapkan PPN 11 persen dan 12 persen untuk barang mewah.
Korupsi dan Efisiensi Birokrasi Jadi Masalah
Indeks Persepsi Korupsi menjadi indikator lain yang menggambarkan keunggulan Vietnam. Skor Vietnam tercatat 41, sementara Indonesia hanya 34. Semakin rendah skor, semakin tinggi tingkat korupsi. Ini menjadi cerminan tantangan transparansi dan tata kelola di Indonesia yang perlu diperbaiki guna menarik investor jangka panjang.
Dampak dari perbedaan iklim investasi ini sangat terlihat dalam besarnya investasi dari raksasa global. Apple telah menanamkan modal sebesar Rp265,7 triliun di Vietnam, sedangkan di Indonesia hanya Rp1,6 triliun. Samsung menanamkan Rp289,8 triliun di Vietnam, sementara di Indonesia hanya Rp8 triliun.
Inflasi Indonesia yang hanya 1,57 persen memang lebih rendah dibandingkan Vietnam sebesar 3,63 persen. Namun stabilitas harga saja tidak cukup. Tanpa reformasi struktural, keunggulan ini belum mampu menjadikan Indonesia destinasi utama investasi global.
Investor Butuh Kepastian dan Efisiensi
Arianto menjelaskan bahwa investor seperti Apple dan Samsung memilih Vietnam karena ekosistem industri yang lebih ramah manufaktur, infrastruktur logistik yang berkembang pesat, serta stabilitas kebijakan yang lebih konsisten.
“Termasuk dengan Uni Eropa, serta efisiensi birokrasi yang lebih tinggi, yang mempercepat proses perizinan dan eksekusi proyek. Sementara Indonesia, meski memiliki pasar domestik besar, masih menghadapi hambatan regulasi, ketidakpastian kebijakan, dan biaya logistik yang relatif tinggi,” ungkapnya.
Dari perspektif fiskal, Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup besar. Kompleksitas perpajakan dan ketidakpastian hukum membuat investor enggan mengambil risiko jangka panjang. Arianto menilai bahwa meski reformasi telah diperkenalkan lewat UU Cipta Kerja dan sistem perizinan OSS RBA, pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif.
“Dibanding Vietnam, Indonesia kalah dalam hal efisiensi regulasi, transparansi birokrasi, dan kestabilan insentif fiskal, sehingga daya saing investasi relatif tertinggal di kawasan ASEAN,” tutup Arianto.
Prospek Indonesia
Diberitakan kabarbursa.com sebelumnya, Kondisi politik dan ekonomi global saat ini memengaruhi investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Meski begitu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) tetap optimis Indonesia memiliki prospek positif, dengan sektor-sektor strategis yang terus menunjukkan perkembang signifikan.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin, Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, meski munculnya berbagai tantangan global, Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan investasi yang menggembirakan.
“Indonesia tetap menunjukkan prospek yang positif dengan pertumbuhan investasi yang terus berkembang,” kata Yukki.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang Triwulan III-2024, Kementerian Investasi/BKPM mencatat realisasi investasi sebesar Rp431,48 triliun, atau meningkat 15,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sektor industri logam dasar, transportasi, dan kawasan industri juga masih menarik minat investor, dengan proyek-proyek besar seperti pembangunan pabrik katoda dan ekosistem baterai yang sedang berlangsung.
Yukki menegaskan, Kadin turut berperan aktif dalam menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
Katanya, sebagai mitra strategis pemerintah, Kadin memfasilitasi konektivitas antara pelaku usaha, pemerintah, dan mitra internasional untuk memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi pilihan utama bagi investasi asing.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan Kadin adalah pengembangan White Paper Arah/Strategi Kebijakan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2024-2029.
“Langkah konkret kami juga meliputi pengembangan White Paper Arah/Strategi Kebijakan Pembangunan Ekonomi tahun 2024-2029 yang berisi masukan strategis termasuk untuk menarik investasi,” tuturnya.
Kunjungan Prabowo Ke Luar Negeri Tingkatkan Investasi
Lalu, Yukki Nugrahawan mengomentari soal kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke beberapa negara. Menurut dia, kunjungan tersebut merupakan langkah yang tepat untuk menarik kembali investasi asing ke Indonesia yang sempat terhambat akibat ketidakpastian ekonomi global.
“Mengenai kunjungan bapak Presiden Prabowo Subianto ke beberapa negara, kami mengapresiasi dan sangat mendukung langkah itu,” ujar Yukki.
Diharapkan, melalui upaya diplomasi tersebut, Indonesia dapat meningkatkan daya saing dan dianggap oleh dunia internasional sebagai tempat berinvestasi yang kondusif.
Lanjutnya, dengan bersinerginya pemerintah dengan sektor swasta dan mitra internasional, dia yakin Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan global dan terus menunjukkan prospek ekonomi yang positif, bahkan di tengah ketidakpastian dunia.
“Kami siap mendukung upaya ini dengan memastikan bahwa sektor swasta siap menyambut peluang baru yang muncul dari kunjungan bapak Presiden tersebut,” ujarnya. (*)