KABARBURSA.COM - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatatkan nilai ekonomi sektor kelapa sawit dari hulu hingga hilir pada tahun 2023 mencapai lebih dari Rp750 triliun yang berkontribusi sekitar 3,5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional.
Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika, juga mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mendukung program nasional hilirisasi industri yang berbasis pada sumber daya alam, sejalan dengan upaya untuk mendorong sektor industri dalam berkontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca secara global melalui pencapaian net zero emission (NZE) yang dipercepat.
“Salah satu upaya konkret adalah pemanfaatan produk samping tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi aneka produk hilir bernilai tambah tinggi,” ujar Agro dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 September 2024.
Sebagai bagian dari amanat Presiden RI, Kemenperin terus konsisten dalam mendukung pengembangan industri hilir pengolahan sumber daya alam serta menciptakan industri hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Putu menjelaskan bahwa pengolahan TKKS sebagai sumber daya industri telah mengubah statusnya dari sekadar limbah menjadi produk samping dengan nilai ekonomi yang signifikan dan berpotensi tinggi.
“Dengan teknologi enzymatic, TKKS yang semula tidak diinginkan karena dapat menjadi tempat bertumbuhnya hama penyakit kelapa sawit, dapat diolah menjadi produk industri biokimia untuk substitusi impor, termasuk untuk produksi bioethanol, asam-asam organik, dan bahan kimia bernilai tambah lainnya,” jelasnya.
Salah satu inovasi dalam pengelolaan biomassa sawit yang dipelopori oleh Kemenperin adalah pengembangan teknologi fraksionasi TKKS menjadi berbagai prekursor bahan kimia terbarukan, seperti glukosa, xylosa, dan lignin. Prekursor ini berfungsi sebagai bahan dasar untuk memproduksi berbagai produk kimia berbasis nabati, yang merupakan kunci dalam pengembangan hilirisasi industri.
Kemenperin telah mendirikan Pilot Plant Fraksionasi TKKS dengan kapasitas 1 ton biomassa per hari untuk mendukung pengembangan industri bioethanol, industri asam organik, serta prekursor bioplastik dan biopolimer dengan nilai tambah yang tinggi.
Fasilitas Pilot Plant ini merupakan kolaborasi antara Kemenperin dengan Institut Teknologi Bandung dan PT Rekayasa Industri, atas pendanaan BPDPKS dan telah diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada tanggal 8 Agustus 2024 yang lalu,
Fraksionasi TKKS menghasilkan glukosa dan xylosa yang dapat diaplikasikan secara luas dalam industri, termasuk untuk produksi bioethanol, pakan ternak, dan bahan baku untuk pembuatan plastik. Selain itu, lignin, yang diperoleh dari proses ini, dapat digunakan dalam industri kertas, biokomposit, dan sebagai bahan bakar alternatif.
“Dengan mengolah biomassa sawit menjadi bahan baku yang berguna, kita tidak hanya menciptakan nilai tambah bagi industri kelapa sawit, tetapi juga mendukung upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, Inovasi ini sejalan dengan komitmen kita untuk menuju kebijakan industri yang berkelanjutan dan pro-lingkungan,” ungkap Putu
Inovasi dalam pengelolaan biomassa ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memperbaiki keberlanjutan sektor perkelapasawitan di Indonesia. Dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber daya, diharapkan industri kelapa sawit bisa bertransformasi menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan.
Sebagai komoditas yang paling siap mendukung pencapaian net zero emission pada sektor industri tahun 2050, Roadmap Sawit Indonesia Emas 2045 telah dirancang dengan fokus untuk mengeliminasi emisi karbon dalam industri nasional.
Inisiatif ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi kelapa sawit sebagai salah satu solusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim, sekaligus menjaga keberlanjutan produksi dan menguntungkan perekonomian Indonesia.
CPO RI untuk Domestik
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, sedang mengeksplorasi kemungkinan untuk mengalihkan antara 3 hingga 5 juta ton minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang biasanya diekspor ke Eropa, untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, menjelaskan bahwa langkah ini terutama untuk mendukung program biodiesel B50, yakni campuran solar dengan 50 persen bahan bakar nabati.
Menurut Edi, langkah ini sejalan dengan upaya Uni Eropa yang berusaha membatasi impor CPO dari Indonesia.
“Selisih antara 3 hingga 5 juta ton CPO yang biasa kita ekspor ke Eropa dapat dialihkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, seperti yang disarankan Presiden Terpilih Prabowo Subianto; jika Eropa enggan membeli, kita akan manfaatkan untuk kepentingan domestik, salah satunya untuk program B50,” ujar Edi.
Selain rencana alih guna dalam negeri, Edi juga membuka kemungkinan bahwa CPO yang tidak diekspor ke Eropa dapat dijual ke negara-negara lain. Namun, gagasan ini masih dalam tahap kajian lebih lanjut.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mencatat bahwa dalam pelaksanaan B50 dan bahkan B60, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, termasuk insentif.
“Konsep Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, adalah meningkatkan pungutan ekspor untuk mendapatkan insentif. Dengan menunda pengiriman CPO ke Eropa, kita bisa meningkatkan harga jual ke negara lain dan memperbesar pungutan ekspor,” jelas Eniya.
Namun, Eniya menegaskan bahwa hal ini masih dalam kajian untuk menilai aspek keekonomian. Tiga pertimbangan utama lainnya adalah aspek teknis, infrastruktur, dan penyediaan bahan baku. Pemerintah berencana menyelesaikan kajian spesifikasi B50 pada Oktober 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.