KABARBURSA.COM - Investasi dalam artificial intelligence (AI) di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk memanfaatkan peluang ini. Adopsi AI dapat meningkatkan efisiensi berbagai sektor, mendorong inovasi, dan menciptakan lapangan kerja baru.
Secara global, total investasi perusahaan pada bidang AI mencapai USD142,3 miliar, menurut data "Artificial Intelligence Index Report 2023". Angka ini meningkat signifikan dibandingkan dengan USD92 miliar pada 2022.
Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, menilai positif investasi global di sektor kecerdasan buatan. Menurutnya, hal ini dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air.
“Di banyak negara, AI terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Firman kepada Kabarbursa.com, Rabu, 13 November 2024.
Berdasarkan survei "State of Artificial Intelligence 2024" yang dirilis oleh Searce, sebanyak hampir satu dari sepuluh bisnis global diperkirakan akan menghabiskan lebih dari USD25 juta untuk inisiatif AI pada tahun 2024. Sekitar 33 persen bisnis di Inggris dan 35 persen di Amerika Serikat (AS) menginvestasikan AI untuk mendongkrak pertumbuhan pendapatan dan mencari peluang bisnis baru.
Lebih lanjut, masih merujuk data di atas, sebanyak 92 persen dari para responden menilai inisiatif AI mereka berhasil, dan 96 persen percaya bahwa adopsi AI adalah prioritas bisnis yang penting untuk tahun ini. Sementara sekitar 31 persen perusahaan mengungkapkan rencana mereka untuk meningkatkan pengeluaran untuk AI sebesar 26-50 persen pada 2024.
Untuk menangkap peluang tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memetakan lima sektor utama yang menjadi fokus adopsi kecerdasan buatan. Peta investasi AI di Indonesia mencerminkan peluang besar dalam pengembangan sektor ini, meskipun masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi.
Lima Sektor Fokus Adopsi AI
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, adopsi AI ini dapat mendukung kemajuan digital di Indonesia. “Artificial Intelligence berkembang sangat cepat di dunia. Peran AI bagi manusia pun terus meningkat di berbagai sektor,” kata Meutya dalam pernyataan resminya, dikutip Rabu, 20 November 2024.
Diproyeksikan, sektor kecerdasan buatan di Indonesia akan berkontribusi sebesar USD366 miliar pada tahun 2030, menunjukkan potensi ekonomi yang sangat besar. Ini menunjukkan bahwa AI memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, yang mana pada 2023 sektor digital saja menarik investasi sebesar USD22 miliar.
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Prabu Revolusi menjelaskan bahwa sektor-sektor yang dipilih pemerintah untuk mengadopsi AI bertujuan meningkatkan daya saing dan efisiensi, serta mendukung transformasi digital. Kelima sektor yang difokuskan dalam Strategi Nasional Kecerdasan Buatan 2020-2045 adalah kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan dan energi, serta mobilitas dan kota pintar.
AI di sektor kesehatan diharapkan dapat meningkatkan akses layanan, akurasi diagnosis, dan perawatan jarak jauh, terutama di daerah terpencil. Dalam reformasi birokrasi, AI akan mempercepat pelayanan publik dengan sistem yang lebih efisien dan transparan. Di bidang pendidikan dan riset, AI akan memperkaya metode pembelajaran dan mempercepat pengembangan inovasi, serta mempersiapkan SDM digital.
Selain itu, AI juga dapat merevolusi sektor pertanian dan energi, dengan mengoptimalkan produksi dan efisiensi. Di bidang perkotaan, AI berpotensi menciptakan kota yang lebih cerdas dan berkelanjutan, dengan sistem transportasi yang terintegrasi dan kualitas hidup yang lebih baik. Prabu juga menyambut baik investasi perusahaan teknologi global di Indonesia, dengan penekanan pada pentingnya kolaborasi yang memperkuat ekosistem teknologi nasional, sambil menjaga kedaulatan digital Indonesia.
Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Mekari pada 2023 bertajuk "Artificial Inteligence Adoption Readiness of Businesses in Indonesia", sekitar 62 persen bisnis di Indonesia menunjukkan potensi untuk mengadopsi AI. Dalam riset tersebut, perusahaan-perusahaan di Indonesia dikelompokkan berdasarkan tingkat kesiapan mereka dalam mengadopsi teknologi digital, dengan tiga level implementasi yang berbeda.
Pada level pertama, perusahaan sudah menggunakan minimal satu solusi digital untuk meningkatkan produktivitas, yang mana 95 persen bisnis menengah dan besar di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya berada pada tahap ini. Pada level kedua, perusahaan mengintegrasikan berbagai solusi digital dalam beberapa proses operasional mereka untuk meningkatkan efisiensi. Sekitar 35 persen perusahaan yang berada pada level pertama berhasil naik ke level kedua.
Pada level ketiga, perusahaan membangun ekosistem teknologi dengan memadukan infrastruktur teknologi dan budaya perusahaan, yang memungkinkan mereka mengoptimalkan penggunaan teknologi untuk pertumbuhan bisnis. Sebanyak 62 persen perusahaan yang telah mengintegrasikan solusi digital di level kedua berhasil bergerak ke level ketiga ini. Perusahaan-perusahaan di level ini memiliki potensi terbesar untuk mengadopsi AI dan berpeluang mendapatkan pertumbuhan laba yang lebih tinggi.
Peluang dan Tantangan Investasi
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengingatkan bahwa investasi asing sebaiknya tidak hanya berfokus pada peluang komersial, tetapi juga pada pengembangan ekosistem teknologi yang melibatkan tenaga kerja lokal. “Kita perlu strategi jangka panjang untuk mengembangkan teknologi digital oleh talenta lokal,” katanya.
Heru menyoroti bahwa banyak investasi AI yang masuk ke Indonesia belum fokus pada pembangunan ekosistem teknologi, melainkan hanya pada penjualan produk. Ia menambahkan, Indonesia belum memiliki pusat riset AI yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi dampak positif bagi ekonomi. Oleh karena itu, ia mendorong kebijakan yang mewajibkan investor asing membangun infrastruktur dan pusat riset di Indonesia, serta melibatkan tenaga kerja lokal, terutama di UMKM dan industri lokal.
Sementara itu Firman juga menegaskan pentingnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang AI terlebih dahulu, agar masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan AI untuk inovasi. Tanpa penguatan SDM, ia memperingatkan bahwa AI bisa menjadi bumerang yang meningkatkan pengangguran, mengingat teknologi ini dapat menggantikan pekerjaan manusia dengan hasil yang lebih efisien.
Secara keseluruhan, kedua pakar tersebut sepakat bahwa meskipun investasi asing penting, Indonesia harus memastikan bahwa investasi ini memberi manfaat nyata, mengembangkan ekosistem teknologi lokal, dan menciptakan peluang kerja yang berkelanjutan.
Emiten yang Bisa Menangkap Peluang
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, mengungkapkan bahwa dukungan pemerintah terhadap pemerataan digital di seluruh Indonesia berpotensi membuka peluang bisnis bagi emiten telekomunikasi, khususnya dalam pengembangan jaringan dan peningkatan jumlah pelanggan. "Pemerintah yang mendorong pemerataan digital akan berdampak positif karena berpotensi meningkatkan pertumbuhan pelanggan bagi perusahaan telekomunikasi," ujar Sukarno.
Emiten besar seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) diproyeksikan akan merasakan dampak positif tersebut. Sukarno menambahkan, Telkom, sebagai BUMN, kemungkinan besar akan mendapat prioritas, sehingga potensi pertumbuhan pelanggan bagi TLKM sangat besar.
Menurutnya, dukungan pemerataan digital ini dapat memperkuat posisi TLKM, ISAT, dan EXCL, terutama di daerah-daerah yang masih kekurangan akses digital. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan profitabilitas perusahaan telekomunikasi Indonesia dalam jangka panjang. (*)
Dian Finka, Reporter KabarBursa.com berkontribusi dalam penulisan artikel ini.