KABARBURSA.COM - Wacana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan Single Investor Identification (SID) bagi investor aset kripto mendapat berbagai tanggapan dari pelaku industri. Salah satunya adalah founder Stocknow.id, Hendra Wardana, yang menyambut positif langkah tersebut, khususnya terkait pengawasan yang lebih ketat dan upaya peningkatan transparansi di pasar aset digital.
Menurut Hendra, penerapan analogi saham pada aset kripto berbasis proyek merupakan pendekatan yang tepat. Aset kripto yang didukung oleh proyek tertentu memiliki karakteristik yang mirip dengan saham perusahaan, di mana nilai intrinsik aset tersebut bergantung pada kinerja dan perkembangan proyek atau perusahaan yang mendasarinya.
"Dengan pendekatan ini, investor dapat lebih memahami risiko dan potensi keuntungan, seperti dalam investasi saham," ungkap Hendra kepada Kabarbursa.com, Senin, 13 Januari 2025.
Hendra menekankan bahwa pelaporan berkala merupakan komponen penting dalam menciptakan pasar yang lebih stabil dan mengurangi risiko spekulasi pada aset kripto berbasis proyek. "Transparansi yang dihasilkan dari laporan berkala memungkinkan investor untuk memantau kemajuan dan kinerja proyek yang mendukung aset tersebut. Informasi ini memberikan dasar yang lebih rasional bagi investor dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat mengurangi ketidakpastian yang sering memicu spekulasi berlebihan," jelasnya.
Namun, ia juga mengakui bahwa tantangan tetap ada, terutama dalam mengatasi fluktuasi harga yang liar di pasar kripto. Alasannya, pasar kripto cenderung lebih volatil dibandingkan pasar saham karena beberapa faktor seperti likuiditas rendah, sentimen pasar yang cepat berubah, dan peraturan yang masih berkembang.
"Meskipun demikian, laporan berkala yang terstruktur dan transparan dapat membantu menstabilkan pasar dengan menyediakan informasi yang lebih kuat bagi investor," tambah Hendra.
Jika regulasi tersebut diterapkan, Hendra memprediksi dampak signifikan terhadap industri kripto domestik. "Pertama, akan ada peningkatan kepercayaan dari investor institusional karena adanya standar pengawasan yang lebih ketat. Kedua, Industri kripto dapat berkembang lebih stabil dengan adanya aturan yang jelas dan transparan," katanya.
Kendati demikian, Hendra juga mengingatkan bahwa tantangan akan muncul, terutama dalam hal kepatuhan terhadap regulasi yang mungkin memberatkan bagi pelaku pasar kecil atau baru.
Hendra menilai bahwa pengawasan OJK dapat membangun ekosistem kripto yang lebih terintegrasi dan akuntabel. "Langkah ini menandai momen penting dalam membangun kepercayaannya masyarakat terhadap aset digital, yang selama ini kerap dianggap spekulatif. Dengan regulasi yang lebih ketat, pasar kripto di Indonesia dapat menjadi lebih menarik bagi investor global, meningkatkan daya saing pelaku usaha lokal," ujarnya.
Hendra optimistis bahwa regulasi OJK tersebut dapat membawa manfaat jangka panjang. "Langkah ini diharapkan menciptakan ekosistem kripto yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia," pungkasnya.
Transaksi Kripto 2024 Mencapai Rp650,61 Triliun
Pada tahun 2024, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatatkan peningkatan signifikan dalam sektor perdagangan aset kripto. Total nilai transaksi aset kripto sepanjang tahun tercatat mencapai Rp650,61 triliun.
Nilai transaksi tersebut merupakan sebuah lonjakan luar biasa sebesar 335,91 persen dibandingkan dengan nilai transaksi tahun sebelumnya yang tercatat hanya Rp 149,25 triliun. Pencapaian ini menunjukkan semakin berkembangnya pasar aset kripto di Indonesia, seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap instrumen investasi baru tersebut.
Dalam catatan resmi Bappebti yang disampaikan Senin, 27 Januari 2025, hingga akhir tahun 2024, jumlah pelanggan aset kripto telah melampaui angka 22,91 juta, yang mengindikasikan tingginya partisipasi masyarakat dalam transaksi aset digital. Di sisi lain, Bappebti juga berhasil mencatatkan ada 11 pedagang fisik aset kripto (PFAK) yang terdaftar secara resmi, dengan 19 lainnya dalam tahap proses menuju pengakuan resmi sebagai PFAK.
Sebagai bagian dari penguatan regulasi dan legalitas perdagangan aset kripto, Bappebti melakukan monitoring intensif terhadap perdagangan berjangka komoditas ilegal. Bahkan pada 2024, lembaga ini berhasil memblokir 1.046 domain situs web yang teridentifikasi terlibat dalam aktivitas perdagangan ilegal, dalam kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital.
Tak hanya itu, Bappebti juga proaktif dalam berpartisipasi dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). Dalam rangka mendalami masalah aset kripto lebih lanjut, Bappebti memperkuat koordinasi dengan Kejaksaan Agung melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mencakup penanganan barang bukti berupa aset kripto dalam tindak pidana umum.
Tujuan dari langkah-langkah ini adalah menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih aman, transparan, dan berkeadilan, yang mendukung perkembangan pasar aset kripto yang sehat di Indonesia.
Meskipun kinerja perdagangan aset kripto mencatatkan pertumbuhan yang luar biasa, Bappebti harus menghadapi tantangan berat di tahun 2025. Sebuah perubahan besar akan terjadi terkait dengan kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor kripto.
Mulai tahun 2025, wewenang terkait aset kripto dan derivatif keuangan akan dipindahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang akan mengawasi inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, serta derivatif keuangan seperti indeks saham dan pasar valuta asing (forex). Langkah ini menunjukkan adanya penyesuaian strategi yang harus dilakukan Bappebti untuk tetap menjaga keberlanjutan pasar yang berbasis komoditas.
Sebagai bagian dari strategi baru Bappebti, penting untuk menyukseskan arahan Presiden terkait dengan swasembada pangan, swasembada energi, dan hilirisasi, yang juga sejalan dengan program Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pengamanan pasar dalam negeri dan memperluas pasar ekspor, terutama untuk UMKM yang dapat berpartisipasi dalam pasar global.
Kinerja positif di sektor kripto menjadi bahan evaluasi untuk memperkuat kebijakan pengawasan dan pasar domestik, dengan tetap memperhatikan perkembangan sektor komoditas yang semakin menjadi prioritas bagi Bappebti. (*)