KABARBURSA.COM – Kenaikan tajam harga Bitcoin yang menembus rekor baru pekan ini kembali memunculkan pertanyaan: seberapa besar peran investor institusi dalam mendorong lonjakan ini?
Bitcoin sempat melesat melampaui level USD123.000 setelah ekspektasi pasar menguat bahwa kebijakan pro-kripto akan digencarkan oleh pemerintahan Washington. Namun, menurut sejumlah analis, peran investor institusional—seperti dana pensiun dan yayasan besar—masih sangat terbatas.
“Kita masih ada di fase awal keterlibatan institusi,” kata Adrian Fritz, Kepala Riset di 21Shares, perusahaan investasi aset digital, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025. Ia menambahkan, pasar kripto saat ini masih didominasi investor ritel.
Fritz memperkirakan, kurang dari 5 persen aset ETF spot Bitcoin saat ini dipegang oleh investor jangka panjang seperti dana pensiun. Sementara 10 hingga 15 persen dikuasai hedge fund atau manajer kekayaan. Namun kelompok terakhir itu umumnya membeli atas nama klien individu dengan kekayaan tinggi. Alhasil, sebagian besar kepemilikan ETF tetap berada di tangan investor ritel.
Data dari firma riset keuangan Vanda menunjukkan ada korelasi antara lonjakan pembelian ETF kripto oleh ritel dan kenaikan harga aset digital. Fenomena ini terlihat pada akhir 2024 ketika harga melonjak setelah Donald Trump menang pemilu dan menyatakan diri sebagai “presiden kripto”, serta selama reli harga baru-baru ini.
Dukungan terhadap pasar kripto juga datang dari arena legislatif. Kamis kemarin, DPR AS yang dikuasai Partai Republik menyetujui rancangan undang-undang untuk mengatur stablecoin—mata uang kripto yang dipatok terhadap dolar AS. Presiden Trump diperkirakan akan menandatangani regulasi tersebut pada Jumat ini.
Selain itu, dua rancangan undang-undang penting lainnya juga disahkan dan kini menunggu pembahasan di Senat. Salah satunya, yang disebut Genius Act, akan menjadi dasar hukum pertama di tingkat federal untuk aset digital, sekaligus memberikan kepastian bagi pelaku pasar mengenai aturan main stablecoin yang kian berkembang pesat.
Regulasi ini diyakini bakal membuka pintu lebih lebar bagi lembaga keuangan besar yang sebelumnya enggan masuk ke sektor ini. Bahkan, bank raksasa seperti Bank of America dan Citigroup kini disebut tengah mengembangkan stablecoin versi mereka sendiri.
RUU lainnya akan memperjelas definisi aset digital dan membagi peran otoritas pengawasan—sebuah langkah yang bisa mempercepat adopsi institusional di sektor kripto.
Simon Forster, Co-Head Global Aset Digital di TP ICAP, memperkirakan keterlibatan institusi besar akan meningkat pada 2026, termasuk dana pensiun dan investor jangka panjang lain.
“Mereka memang yang paling lambat masuk ke kripto,” ujar Fritz, menutup.
Peran Perusahaan Publik dalam Menimbun Bitcoin
Meski data pasar kripto masih tergolong buram dan tidak sepenuhnya transparan, analis melihat ada tren yang semakin menonjol, yakni soal peran perusahaan publik dalam menyimpan bitcoin sebagai bagian dari strategi keuangan mereka terus meningkat.
Perusahaan seperti Strategy (MSTR.O) dan GameStop (GME.N)—yang awalnya dikenal sebagai pemain di bidang perangkat lunak dan ritel gim—kini semakin gencar mengubah portofolionya. Mereka menyimpan bitcoin di neraca keuangan sebagai pengganti kas, emas, atau surat utang jangka sangat pendek. Tujuannya adalah mengejar cuan dari reli harga kripto.
Saham Strategy bahkan melonjak jauh lebih tinggi dibanding kenaikan harga bitcoin itu sendiri dalam setahun terakhir. Banyak investor memandang saham perusahaan ini sebagai “jalan tengah” untuk berinvestasi di kripto lewat bursa saham yang lebih mapan dan familiar.
“Perusahaan-perusahaan ini jadi sumber permintaan baru yang lebih besar ketimbang dana pensiun, yayasan, atau hedge fund,” kata Juan Leon, analis riset di Bitwise Asset Management.
Baik Strategy maupun GameStop tidak memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari media.
Menurut Simon Peters, analis kripto di platform investasi eToro, sejak Juli tahun lalu, total kepemilikan bitcoin perusahaan-perusahaan publik di seluruh dunia melonjak 120 persen. Kini mereka menguasai lebih dari 859.000 BTC, atau sekitar 4 persen dari total 21 juta bitcoin yang akan pernah tercipta.
Tak sedikit dari perusahaan itu yang mulai menjual saham biasa, saham preferen, bahkan obligasi konversi demi mengumpulkan dana tambahan untuk membeli bitcoin—berharap bisa meniru sukses harga saham Strategy yang melonjak tajam.
Susannah Streeter, Kepala Divisi Uang dan Pasar di Hargreaves Lansdown, menyebut gelombang regulasi baru di Amerika Serikat bisa membuka jalan bagi lebih banyak perusahaan publik untuk menaruh sebagian dana cadangan mereka ke aset kripto seperti bitcoin atau stablecoin.
Namun, analis juga memberi peringatan. Jika harga bitcoin jatuh di bawah USD90.000, hampir separuh dari perusahaan yang menaruh dananya dalam bentuk bitcoin bisa menderita kerugian atau berada dalam posisi “merugi di atas kertas.”
Di saat bersamaan, minat terhadap produk ETF kripto juga melonjak. Menurut data dari Bitwise, arus dana bersih (net inflow) global ke dalam produk ETF kripto mencapai USD4 miliar minggu lalu—angka tertinggi sepanjang 2025.
Beberapa institusi besar juga mulai mengumumkan investasinya di ETF kripto dalam 18 bulan terakhir, termasuk State of Wisconsin Investment Board, dana kekayaan negara Abu Dhabi (Mubadala), dan hedge fund ternama Millennium Management, sebagaimana tercatat dalam dokumen regulator.(*)
 
      