KABARBURSA.COM - Setelah pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping di Beijing Sabtu pekan lalu, Indonesia dan China mengeluarkan pernyataan bersama perihal kerja sama maritim. Pernyataan tersebut juga mencakup isu sengketa di Laut China Selatan.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyampaikan kekhawatirannya ihwal kemungkinan nelayan China diizinkan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Ia menyoroti pembangunan nine-dash line oleh China yang mencakup wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Terlebih China memiliki kapal tangkap ikan dengan fasilitas cold storage dan tonase besar yang dapat mengancam sumber daya perikanan Indonesia.
“Selama ini China ketika membuat 9 dash line tidak didasarkan dari garis pantai lalu menjorok ke depan. Tapi dengan tiba-tiba saja membuat garis imaginer 9 dash line tersebut. alasannya hanya alasan historis karena dahulu kala nelayan-nelayan China mencari ikan sampai ke wilayah 9 dash line itu,” kata Hikmahanto dalam salah satu acara diskusi publik virtual, Jumat, 16 November 2024.
Pada era Menteri Luar Negara Ali Alatas, tutur Hikmahanto, langkah China membuat sembilan dash line sempat dipertanyakan kendati tidak menuai jawaban. Hanya saja, saat itu China mengakui kedaulatan Natuna.
Selama ini, ia juga menilai Indonesia tidak pernah menganggap adanya sembilan dash line. Sebab itu, kedaulatan atas wilayah Laut Natuna Utara tidak dapat diganggu oleh China. “Dalam konteks ZEE yang kita akui sebagai hak kita bukan wilayahnya, tapi adalah sumber daya alamnya. Tapi kalau di bawah laut landas kontinennya (minyak dan gas),” ungkapnya.
Hikmahanto juga menjelaskan, setiap kali Indonesia memiliki pemerintahan baru, China selalu mencoba memprovokasi untuk menguasai nine-dash line yang berada di wilayah Indonesia. Ia mengingatkan kejadian serupa pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2016 hingga 2020. Namun, provokasi tersebut gagal karena Jokowi mengambil langkah tegas dengan mengadakan rapat di KRI Imam Bonjol.
“Sekarang dicoba lagi di era Prabowo. China tetap ingin nine-dash line-nya diterima,” jelasnya.
“Yang jadi masalah sekarang adalah Joint Statement Prabowo dengan Xi Jin Ping, meski itu bukan instrumen hukum, tapi itu mengindikasikan jangan-jangan (menurut China) Indonesia sudah mengakui nine-dash line,” tambahnya.
Menurut Hikmahanto, nilai investasi sebesar Rp157 triliun yang dibawa oleh Prabowo hanya menjadi pemanis dan tidak berkaitan langsung dengan perjanjian tersebut. Ia menilai Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) harus bertanggung jawab dalam menyiapkan naskah pernyataan bersama.
Meski naskah tersebut diduga disusun oleh pihak China, Hikmahanto berpendapat Kemenlu seharusnya mengingatkan Prabowo mengenai implikasi dari pernyataan bersama tersebut. Hikmahanto pun menilai para pihak yang bertanggungjawab pun harus berani mengundurkan diri atas kelalaian tersebut, mengingat ini menyangkut kedaulatan bangsa dan negara.
Pasalnya, klaim overlapping di nine-dash-line dinilai menjadi modal bagi China untuk mengabarkan dunia internasional bahwa Indonesia telah mengakui keberadaan nine-dash-line . Di sisi lain, Hikmahanto juga mengungkapkan, dua hari setelah joint statement, China melakukan klaim internasional.
“Dengan joint statement itu, dikhawatirkan nelayan-nelayan china boleh saja mengambil ikan di wilayah 9 dash line yang dalam wilayah ZEE Indonesia, dengan fasilitas kapal mereka yang lengkap, ada cold storage, tonase kapalnya besar,” kata Hikmahanto. “Sementara nelayan kita mau ke wilayah China tidak akan mampu karena butuh bahan bakar yang lebih banyak. Kapal nelayan kita juga banyak yang masih tradisional. Tidak menutupi cost dibanding ikan yang didapat."
‘Oleh-oleh’ dari China
Prabowo Subianto sebelumnya mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri China, Li Qiang, di Great Hall of the People, Beijing, Sabtu, 9 November 2024. Pertemuan ini merupakan bagian dari agenda kunjungan resmi Prabowo ke China, yang diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam bidang ekonomi.
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo mengungkapkan sejumlah kontrak kerja sama antara perusahaan-perusahaan Indonesia dan China akan segera ditandatangani. Nilai total investasi yang terlibat diperkirakan mencapai lebih dari USD10 miliar atau sekitar Rp156,54 triliun, berdasarkan nilai tukar saat ini.
Proses penandatanganan kontrak tersebut rencananya dilakukan pada Minggu, 10 November 2024, oleh perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Prabowo menjelaskan, investasi yang berasal dari perusahaan-perusahaan China di Indonesia sangat signifikan dan mencerminkan hubungan yang semakin erat antara kedua negara.
“Saya kira ini merupakan langkah penting dalam memperkuat kolaborasi antar perusahaan Indonesia dan China, serta meningkatkan partisipasi mereka dalam perekonomian masing-masing,” kata Prabowo dalam keterangan resmi yang diterima dari Sekretariat Presiden, Minggu, 10 November 2024.
Selain fokus pada ekonomi, Prabowo juga menyampaikan niat pemerintah Indonesia untuk belajar dari pengalaman China dalam mengatasi masalah kemiskinan. “Kami berkomitmen untuk meningkatkan upaya dalam memberantas kemiskinan di Indonesia, dan kami berharap dapat menggali lebih banyak pengalaman dari China dalam hal ini,” ujar Prabowo.
Pertemuan bilateral ini juga menandai momentum penting dalam hubungan diplomatik Indonesia-China, yang akan memperingati 75 tahun kerja sama diplomatik pada tahun 2025. (*)