Logo
>

JPPI Soroti Kejanggalan dalam Alokasi Anggaran Pendidikan 2025

Ditulis oleh Deden Muhammad Rojani
JPPI Soroti Kejanggalan dalam Alokasi Anggaran Pendidikan 2025

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai adanya kejanggalan dalam pengalokasian anggaran pendidikan 2025, mulai dari perencanaan hingga pemotongan dana. JPPI menyoroti ketidaksesuaian antara prioritas pendidikan dengan realitas anggaran yang dialokasikan pemerintah.

    Dari total anggaran pendidikan sebesar Rp724 triliun pada 2025, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya menerima alokasi 4,63 persen atau sekitar Rp33,5 triliun. Padahal, kementerian ini memiliki tanggung jawab utama dalam menjalankan program Wajib Belajar 13 tahun serta memastikan hak pendidikan bagi seluruh anak Indonesia sesuai amanat Pasal 31 UUD 1945.

    Lebih lanjut, dari jumlah yang sudah terbatas tersebut, anggaran Kemendikbudristek justru mengalami pemotongan sebesar Rp7,2 triliun dengan alasan efisiensi.

    “Ini jelas menunjukkan lemahnya visi Presiden terkait pendidikan. Bisa jadi, pendidikan memang tidak menjadi prioritas utama dalam pemerintahan saat ini. Lalu, sebenarnya ke mana arah pendidikan kita?” ujar Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI saat dikonfirmasi Kabarbursa.com Jumat, 14 Februari 2025.

    Inkonsistensi Pernyataan Pemerintah

    Pernyataan pemerintah mengenai pemotongan anggaran pendidikan juga menimbulkan kebingungan. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi X DPR menegaskan bahwa tidak ada pemotongan anggaran untuk beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, data yang terungkap dalam presentasi Kemendikbudristek menunjukkan fakta yang berbeda.

    Dari 844.174 mahasiswa penerima KIP-Kuliah yang masih berkuliah, sebanyak 663.821 mahasiswa tidak akan lagi mendapatkan dana KIP-Kuliah pada 2025. Artinya, ratusan ribu mahasiswa berisiko putus kuliah karena tidak lagi menerima bantuan pendidikan.

    Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, dalam rapat dengan Komisi X DPR RI, Kemendikbudristek juga menyebutkan bahwa beberapa program beasiswa, seperti Beasiswa Unggulan, Beasiswa Darmasiswa, dan Beasiswa Indonesia Maju, ikut terdampak pemotongan anggaran.

    “Tampaknya antar kementerian belum memiliki kesepahaman yang jelas. Akibatnya, masyarakat semakin bingung. Pemerintah seharusnya transparan dan tidak menutupi fakta. Ini membuktikan bahwa tata kelola anggaran pendidikan kita masih semrawut dan tidak terkoordinasi dengan baik,” tegas Ubaid.

    Pemangkasan Jumlah Penerima PIP dan KIP-Kuliah

    Pemangkasan anggaran juga berdampak pada berkurangnya jumlah penerima bantuan pendidikan. Program Indonesia Pintar (PIP), yang selama ini membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu, mengalami pengurangan jumlah penerima. Pada 2024, jumlah penerima PIP tercatat sebanyak 18,6 juta siswa, namun pada 2025 turun menjadi 17,9 juta siswa, sebagaimana dipaparkan dalam rapat Kemendikbudristek dengan Komisi X DPR RI.

    “Meski pemerintah mengklaim tidak ada pemotongan dana PIP, mengapa jumlah penerimanya berkurang dibanding tahun lalu? Ini tentu meresahkan masyarakat, apalagi masih banyak kasus penghentian bantuan PIP serta dugaan penyalahgunaan dana,” ujar Ubaid.

    Sementara itu, pemangkasan anggaran semakin berdampak pada mahasiswa penerima KIP-Kuliah. Sebanyak 663.821 mahasiswa berpotensi tidak dapat melanjutkan studi karena kehilangan akses pendanaan. Situasi ini dinilai sebagai kondisi darurat yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah.

    JPPI Minta Pemerintah untuk Bertindak

    JPPI menilai kebijakan anggaran pendidikan saat ini mengindikasikan lemahnya komitmen pemerintah terhadap sektor pendidikan. Pemotongan anggaran, pernyataan yang tidak konsisten antar kementerian, serta berkurangnya jumlah penerima bantuan pendidikan menjadi bukti bahwa pendidikan belum menjadi prioritas utama.

    JPPI meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah merevisi kebijakan anggaran pendidikan agar lebih berpihak pada sektor yang benar-benar membutuhkan, terutama di Kemendikbudristek yang bertanggung jawab atas pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi.

    “Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Jangan biarkan anak-anak dan mahasiswa Indonesia menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka,” pungkas Ubaid. 

    DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Pemangkasan Anggaran

    Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang terkait pemotongan setiap anggaran agar tak berdampak buruk terhadap kondisi masyarakat.

    “Tentu saya berharap pemotongan ini betul-betul dipertimbangkan secara arif dan bijaksana, dengan memperhitungkan secara matang dampaknya terhadap kondisi masyarakat di bawah,” kata Lasarus kepada wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Febuari 2025.

    Lasarus menegaskan bahwa efisiensi yang bertujuan baik, tetapi dilakukan secara tergesa-gesa, dapat menimbulkan efek domino bagi masyarakat. Dampaknya bisa berupa menurunnya kesejahteraan rakyat, meningkatnya angka pengangguran, hingga kegagalan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Kemudian, terhadap kesejahteraan, pengangguran, terhadap pertumbuhan ekonomi dan seterusnya, pemerintah kan menargetkan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,” ucapnya.

    Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu menekankan APBN bukan hanya bicara untung dan rugi. APBN, kata dia, bicara triger dan memberi kejut dalam pertumbuhan ekonomi.

    Lebih penting dari itu, APBN harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar ekonomi masyarakat bergerak. Dia memaparkan ada banyak dampak dari dihentikannya sementara pembahasan anggaran untuk infrastruktur seperti, berhentinya kegiatan sektor kontruksi.

    “Berarti ada sekian banyak orang tidak kerja, orang yang tidak kerja pasti menciptakan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi melambat, produktivitas jadi rendah, jadi efek kemana-mana,” ujarnya.

    Di sisi lain, Lasarus mengakui bahwa Komisi V DPR RI berpegang teguh pada prinsip kepatuhan terhadap aturan dan mekanisme ketatanegaraan. Dalam hal ini, Komisi V DPR mengikuti instruksi presiden (Inpres) yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto mengenai efisiensi anggaran.

    “Kemudian inpres itu ada turunannya surat edaran Menteri Keuangan, dikirim lah ke sini, posisi kami di sini hanya menyetujui, termasuk IKN,” kata dia.

    Lasarus tak mau berprasangka lebih jauh terkait diblokirnya anggaran untuk IKN. Dia yakin pemerintah punya alasan yang baik untuk menghentikan proyek pembangunan IKN tersebut.

    “Kita percayakan kepada pemerintah karena masih terlalu dini juga buat saya, kami semua yang ada di sini untuk mengatakan ini arahnya kemana, karena efisiensi dengan anggaran kurang lebih Rp300 triliun masih ada di posisi pemerintah, karena tidak mungkin itu disimpan tidak dipakai. Hanya mungkin pemerintah saat ini sedang mencari posisi mana yang perlu diefisiensi mana yang tidak perlu diefisiensi,” kata Lasarus. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Deden Muhammad Rojani

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.