KABARBURSA.COM – Ketua Umum Perkumpulan Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) Kyatmaja Lookman menilai, standar keselamatan perusahaan logistik di Indonesia masih rendah. Menurutnya, ada banyak hal yang harus diperbaiki dari managemen perusahaan, terutama yang menyangkut keselamatan angkutan di jalan.
“Soal keselamatan masih jauh dari baik dan masih banyak yang harus diperbaiki. Ini ironis. Perusahaan logistik masih jauh dari kata ideal dalam hal keselamatan,” kata Kyatmaja saat dihubungi Kabar Bursa, Minggu, 25 Agustus 2024.
Kyatmaja mengungkapkan, dari 10.000 perusahaan yang terdata di Kementerian Perhubungan, hanya ada 160 perusahaan yang memiliki kesadaran dan standar keselamatan jalan yang baik.
Bahkan, menurutnya, lebih banyak lagi perusahaan yang tidak terdata di Kementerian Perhubungan. Perusahaan-perusahaan tersebut rentan di jalan dan banyak di antaranya menjadi penyebab kecelakaan di jalan.
“Kalau bicara ideal, sama sekali tidak. Ada rentang jarak yang jauh dari 160 ke 10.000. Menurut data Korlantas Polri, di Indonesia dalam satu jam ada 4 orang meninggal karena kecelakaan,” kata Kyatmaja.
Berdasarkan pengamatan Kamselindo perusahaan-perusahaan angkutan yang manajemen keselamatannya kurang bagus adalah perusahaan keluarga. Perusahaan tersebut tiba-tiba membesar secara tiba-tiba hingga akhirnya pemilik usaha merangkap semua jabatan struktural di perusahaan, seperti direktur utama, keuangan sampai HRD.
Perusahaan-perusahaan angkutan tersebut masih asing dengan standar keselamatan, termasuk ISO. Kebanyakan perusahaan transportasi masih kurang dalam hal standar keselamatan. Fokus utama dari perusahaan ini hanya mencari keuntungan tanpa memperhatikan lingkungan dan keselamatan.
Dampak Aspek Ekonomi
Mantan Wakil Ketua Umum Asosisasi Pengusaha Truk Indonesia (Aprtindo) ini juga mengungkapkan bahwa mengabaikan keselamatan di jalan juga berdampak di aspek ekonomi.
Kesulitan dalam memberikan penyadaran kepada perusahaan angkutan untuk sadar akan keselamatan terganjal karena biaya. Kyatmaja menuturkan, membenahi standar memang nampak seperti menambah beban keuangan perusahaan.
Karena, perusahaan sudah mulai merapikan dan menyusun dokumen perjalanan, menambah mekanik, mengubah maintenance dari reaktif (ketika terjadi kecelakaan) menjadi preventif atau antisipasi.
“Semua itu memerlukan sumber daya, memerlukan uang, tenaga, orang dan pikiran. Tapi itu sebanding kalau menurut saya. Sebanding dengan kalau angka kecelakaan menurun,” tuturnya.
Perusahaan yang armadanya sering kecelakaan dapat merusak reputasi perusahaan. Ketika angka kecelakaan tinggi, perusahaan akan disibukkan dengan urusan yang tidak perlu dan itu dapat membebani perusahaan hingga membuat bangkrut.
Terlebih lagi jika perusahaan tersebut mengalami lakajol (laka yang menonjol) seperti kecelakaan antara Kereta Brantas dan sebuah truk tronton di Semarang. Kecelakaan ini mengakibatkan kobaran api yang cukup besar dan menimbulkan korban jiwa.
Ia mencontohkan lakajol lainnya yang dapat merusak nama baik perusahaan adalah kecelakaan maut yang melibatkan truk tangki Pertamina di Cibubur dan sebuah motor. Truk tangki yang remnya blong ini menabrak sebuah motor di lampu merah karena tidak dapat menghentikan laju kendaraan.
Ongkos Angkutan Masih Rendah
Kyatmaja mengakui jika ongkos angkutan di Indonesia masih rendah atau tidak kunjung naik. Namun, di sisi lain perusahaan angkutan mau tidak mau harus meningkatkan standar keselamatan yang juga harus mengeluarkan uang.
Kendati demikian, ia mendorong agar perusahaan angkutan di Indonesia memiliki tanggung jawab moral. Naik atau tidak ongkos angkutan, perusahaan angkutan wajib memperhatikan keselamatan pengguna jalan lain.
“Prinsipnya seperti itu. meski ongkos tidak naik, tapi bukan berarti kita menjadi perusahaan yang tidak selamat. Yang harus digarisbawahi adalah menyelenggarakan keselamatan itu biaya, tapi kalau biaya ini tidak dikeluarkan akan lebih mahal lagi ongkos yang harus dikeluarkan akibat kecelakaan,” jelasnya.
Ketika terjadi kecelakaan, lanjut dia, perusahaan harus mengeluarkan uang santunan untuk korban kecelakaan. Biaya lain yang harus dikeluarkan adalah pengurusan dalam hal penegakan hukum. Selain itu, kecelakaan dapat merusak aset perusahaan.
“Semua waktu yang dikeluarkan untuk mengurus semua hal, akan menghambat produktivitas perusahaan. Jadi sebaiknya perusahaan itu lebih concern agar kecelakaan yang tidak perlu bisa diminimalisir atau bahkan ditiadakan,” paparnya.
Untuk meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap keselamatan, Kamselindo menggunakan beberapa pendekatan. Salah satunya adalah berkolaborasi dengan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menyelenggarakan pelatihan investigator.
“Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk mendapatkan SDM yang mampu menginvestigasi ketika ada kecelakaan dan melakukan langkah-langkah perbaikan agar kecelakaan tidak terulang kembali,” tuturnya.
Kamselindo juga menyediakan bantuan hukum ketika ada anggota yang mengalami masalah di jalan. Namun, tujuan utama dari Kamselindo adalah peningkatan kompetensi anggota, baik kepada pengemudi, pengusaha atau karyawan perusahaan.(*)